Pemilihan ketua IPNU Kebonrowopucang
kemarin meninggalkan kisah menarik. Sulit untuk memastikan apakah ini kisah
kekalahan atau kemenangan. Sebab kalah dan menang, rasanya bukan sebuah nilai
lagi.
Untuk ketiga kalinya, Eko
Imaduddin, gagal menjadi ketua IPNU dan hanya sukses bertengger sebagai
runner-up. Tahun ini, ia harus kalah oleh pria hemat, cermat, dan bersahaja
dari Rowobulus Tengah dengan selisih satu poin. Dua tahun sebelumnya, ia juga kalah
oleh sedulurnya sendiri, lord Marzuqon. Dan dua tahun sebelumnya lagi, kalau
tidak salah ingat, ia di bawah perolehan jonjang Fajar.
Rasa-rasanya, catatan
tersebut mengingatkan kita kepada sosok seorang Bapak Prabowo Subiyanto. Mari kita
semua setujui hal itu. Seperti yang kita tahu, bapak Prabowo, maju mencalonkan
diri dalam kontestasi pemilihan presiden sebanyak tiga kali, yakni tahun 2009,
2014, dan 2019. Dan seperti Eko, tiga kalinya pula beliau gagal menduduki kursi
utama.
Tapi hal itu bukan sebuah masalah
bagi mereka. Prabowo tetap berpolitik dan bahkan kini ditunjuk Pak Jokowi memimpin
Menteri Pertahanan. Sementara Eko, tetap menjadi manusia biasa dan bahkan kini
ditunjuk dirinya sendiri untuk mempertahankan mantan terbaiknya sekalipun pasti
tidak bisa.
Sebentar. Kita sepertinya
sudah terlalu lancang dan berlebihan menyamakan Eko dengan Prabowo. Eko
bagaimanapun tetap Eko. Dan Prabowo bagaimanapun tetap Prabowo. Keduanya lebih
banyak perbedaannya daripada kesamaannya. Prabowo kaya, Eko biasa saja. Prabowo
Menteri Pertahanan, Eko Banser kebanggaan. Jajaran Prabowo rombongan TNI, sedangkan
Eko hanya punya Puji Rosaini. Gap-nya terlalu jauh. Sungguh, kita benar-benar
sudah terlalu lancang menyamakan keduanya, kasihan Pak Prabowo-nya.
Sudah-sudah. Lebih baik kita
fokus berbicara soal Eko saja.
Bagi yang mengenal Eko pasti
paham betul kalau Eko sudah lama berkiprah dalam organisasi IPNU
Kebonrowopucang. Saking aktifnya, pria yang mengaku berusia 25 tahun ini selalu
menjadi tangan kanan kepercayaan ketua.
Terhitung sudah tiga periode
ia menjadi andalan ketua dalam berbagai urusan. Dimulai ketika era-nya Pak
ustad Muhaimin, berlanjut Jonjang fajar, dan terakhir, Lord marzuqon, dan masih
akan tetap dipercaya sampai akhir jaman, percayalah.
Pokoknya, apapun urusannya,
ketika ada Eko, seperti sudah jaminan oye. Sebutkan saja apa kebutuhannya: mbagi
undangan, nembung tempat, rekomendasi makanan, negosiasi ketika ada
permasalahan, juru bicara kegiatan, narik proposal, dan apapun jenisnya, ia
bisa dan lihai.
Hal itu yang membuat kita
yakin, Eko memang tidak pantas disamakan dengan Prabowo, namun, ia pantas
disamakan dengan sosok lord Luhut Binsar Panjaitan.
Bagaimana? Setuju?