Sebulan ini, saya menganggur. Meskipun agak malu mengakui, tapi inilah yang terjadi.
Tidak ada yang masalah dalam masa pengangguran ini, kecuali bahwa saya telah melewatkan banyak hari dengan sia-sia. Saya terjebak dalam algoritma sosial media yang membuat saya lagi dan lagi, membuka Twitter, Instagram, dan YouTube.
Sadar akan hal itu sejak awal, saya ingin melawan, tetapi kebiasaan selalu mengalahkan saya. Saya tahu ini tidak sehat, jadi satu-satunya hal yang bisa saya lakukan sekarang adalah mengalihkan perhatian ke hal yang produktif. Maka malam ini, saya membuka google dokumen, menulis, dan mengunggahnya di sini. Saya kembali ingin menjadikan menulis sebagai kegiatan rutin.
Sebenarnya, hari-hari ini adalah hari yang saya tunggu, tepatnya 10 November kemarin. Hari di mana saya demisioner sebagai ketua IPNU ranting Kebonrowopucang. Tugas saya sebagai ketua telah selesai, dan kini sudah digantikan yang lain. Saya bersyukur dan merasa lega.
Sudah lama saya punya rencana, bahwa setelah tidak menjadi ketua lagi, saya akan fokus bekerja. Namun ketika masa purna itu tiba, saya justru mendapati diri dalam keadaan menganggur. Realita yang cukup anomali untuk dirasakan.
Mungkin saya agak bermalas-malasan belakangan ini. Saya pikir, setidaknya malas-malasan ini sebagai hadiah untuk diri sendiri yang sudah bertahan selama dua tahun, dan juga sebagai persiapan untuk melesat kencang setelahnya. Makanya dalam masa pengangguran ini, saya benar-benar menganggur. Tiap hari saya cuma tiduran, berselancar sosial media, dan sesekali keluar. Saking bosannya, saya sampai mengunduh game di ponsel saya—sesuatu yang jarang saya lakukan.
Saat ini, saya sedang mencari pekerjaan baru. Bagi orang yang tidak punya pendidikan tinggi dan keterampilan tertentu, mencari pekerjaan tentu tidak mudah. Mungkin masa pengangguran saya akan berlanjut sebelum saya menemukan pekerjaan yang sesuai. Namun sekarang saya tahu, saat ada waktu luang, saya bisa mengusahakan sesuatu. Dan sesuatu itu adalah menulis, suatu kegiatan yang sudah saya lakukan selama lima tahun.
Jika diberi pilihan, saya sangat ingin menjadi penulis, apapun jenisnya. Barangkali, menulis adalah kemampuan satu-satunya yang saya miliki dan berpotensi untuk dikembangkan. Oleh karena itu, sekarang saya ingin kembali menjalani rutinitas lama: menulis sesuatu saban hari. Berbagai kemungkinan masih terbuka. Dengan cara ini, mungkin saya dapat memantaskan diri mendapatkan pekerjaan yang saya impikan.