• Halaman Awal
  • Diri Sendiri
facebook instagram Email

Anam Sy



2 Februari 2024 pukul dua dini hari. Aku masih terjaga. Tak ada kantuk seperti malam-malam sebelumnya. Mataku masih segar. Dan jariku, begitu gatal untuk menceritakan ini semua. Cerita banyak hal yang terjadi belakangan ini.

Sepagi ini, seperti ada takdir yang memaksaku untuk menulis lagi. Memang, seminggu ini aku tidak menulis. Tidak menulis karena malas. Tidak menulis karena merasa tidak penting. Sebuah perasaan yang salah.

3 bulan aku menganggur. Luntang-lantung di rumah. Belajar ini dan itu. Mengembalikan lagi kemampuan menulis. Melatih kemampuan berbicara. Dan mengambil kelas-kelas online yang ada. Aku menulis. Aku rekaman suara. Dan aku take video.

Sehari-hari aku belajar itu. Penuh semangat dan harap. Lalu di lain waktu, merasa sangat tidak berguna. Kapan lagi lalu semangat kembali membara. Naik turun.

Aku mencoba cari-cari lowongan. Barangkali nemu yang cocok. Banyak lowongan jadi host live. Mungkin posisi ini bisa aku coba. Tiga kali aku mengirim CV. Tapi tak yang membalas. Aku sadar, aku belum berpengalaman jika memang variabel itu yang dibutuhkan. Wajar di-skip. Wajar diabaikan.

Tapi aku tak menyerah. Aku terus latihan. Utamanya latihan bicara. Bikin podcast. Nyaris tiap hari posting. Ngomong apa saja. Bahkan beli kelas speaking. Harganya 140 ribu di Tiktok. Hingga tau dasar-dasar speaking. Tapi masih perlu banyak praktik. Karena memang tidak mudah. Perlu proses.

Proses itu sedang saya jalani. Untuk benar-benar mahir, sepertinya masih lama. Perkiraanku, dua tahun lagi. Tak masalah menunggu dua tahun, kalau aku tahu aku akan bisa. Tapi kadang aku pesimis. Tapi lebih sering lagi aku berpikir, bagaimana kalau memang berhasil. Lalu aku terus melanjutkan. Meski tidak ada jaminan.

Di tengah itu, pekerjaan lama datang lagi. Aku ragu, apa bener kerja atau cuma dang-ding-dong kerja. Tapi daripada luntang-lantung, aku ambil. Berangkat di hari Senin. Kamis pocoan. Upah pertama di tahun baru. Sabtu berangkat lagi. Eh, Rabu sudah harus nganggur lagi. Masih main-main. Mau marah. Tapi aku tak ada skill. Juga tak ada pilihan.

Aku bersyukur, meski begini, aku punya pacar. Pacar yang cantik dan pengertian. Dia tahu kondisiku. Lebih tepatnya, dia tahu potensiku. Aku potensial. Itu adalah kata yang percaya diri aku sematkan dalam diriku.

Kami sering jalan bareng. Terakhir, kami nonton. Awalnya mau nonton film Agrylle, tapi karena terlambat, jadinya nonton Ancika. Tapi aku agak sedih, pacarku cemburu begitu aku semangat lihat wajahnya Ancika. Jadi aku lebih banyak nonton sambil nyerong ke wajahnya. Biar dia tahu, Zizi JKT48 memang cantik, tapi secantik-cantiknya pemeran Ancika itu, dia tidak bisa jadi pacarku. Sementara pacarku beruntung dapat aku. Ralat. Aku beruntung dapat dia. Cantik dan pengertian. Seperti ibu Mega, kepada Indonesia.

Habis nonton kami makan. Sederhana saja. Sego megono. Berlanjut cari kerudung. Kami masuk toko. Melihat-lihat kerudung. Ternyata pink itu tidak cuma pink, tapi ada banyak pink. Begitu pula coklat. Begitu pula hijau. Begitu pula semua warna lain. Bagi perempuan, warna bisa sedetail itu. Aku beruntung tidak jadi wanita. Kalau aku jadi wanita, aku akan susah cari pacar yang seperti pacarnya pacarku sekarang.

Di toko, sekian banyak warna, pacarku bilang tidak ada yang cocok. Lalu apalagi toko yang variannya sedikit? Aku bertanya, tapi tidak berani kuucapkan. Perempuan memang ajib. Kami keluar toko, tidak jadi beli, tapi harus tetap bayar parkir. Dua ribu.

Perjalanan pulang, pacarku tidak mau langsung pulang. Keliling dulu, katanya. Oke. Aku tarik gas motor Supraku pelan. Karena dia lebih tahu jalanan, dia jadi google map-ku. Belok kanan. Belok kiri. Bisiknya di telingaku.

Di atas motor dengan kecepatan 40 km/jam, pacarku banyak cerita. Waktu kecil, dia pernah diajak jalan sama bapaknya. Waktu pulang dari menyambangi kakaknya yang mondok, perjalanan pulang mereka salah bus. Bus-nya berhenti di Ponorogo. Dia yang waktu itu kelas 3 SD jadi menangis. Dia membayangkan tidak bisa pulang. Apalagi waktu bapaknya cari mikrolet untuk bisa mengantarkannya ke terminal, dia dengar percakapan bapak dengan supir tentang uang yang tinggal sedikit. Tangis makin menjadi. Tapi pas sudah naik, bapaknya membuka dompet, mengatakan bahwa masih ada uang.

Cerita berlanjut ke kisah cinta bapaknya kepada ibunya. Sangat romantis. Suatu kali, ketika berkunjung ke rumah saudaranya di Petungkriyono, bapak tahu istrinya suka bunga, di sepanjang jalan, bapak memetik bunga-bunga, lalu diberikan ke ibunya.

Diceritakan juga kisah bapaknya yang konon, kabarnya, waktu meminang ibunya penuh perjuangan. Seperti membawa lari orang. Karena katanya, bapaknya sampai dikejar-kejar dan diancam. Aku mendengar cerita ini dengan semangat. Dia seperti sedang mengatakan bahwa lelaki harus berjuang setengah mati. Aku jadi ciut nyali, aku merasa belum seheroik itu untuk memperjuangkannya. Aku perlu belajar lagi dari bapaknya.

Sebetulnya ada banyak lagi, tapi aku sudah ngantuk. Cerita lanjut kapan-kapan saja, ya?

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Newer Posts
Older Posts

Info

Tayang seminggu dua kali

Mutualan, Yuk

  • facebook
  • instagram
  • youtube

Kategori

IPNU

Postingan Viral

Catatan

Sementara kosong dulu, seperti hatiku

Facebook

Isi Blog

  • ▼  2024 (15)
    • ►  Apr 2024 (1)
    • ►  Mar 2024 (4)
    • ▼  Feb 2024 (1)
      • Cerita saja
    • ►  Jan 2024 (9)
  • ►  2023 (11)
    • ►  Des 2023 (3)
    • ►  Nov 2023 (1)
    • ►  Sep 2023 (3)
    • ►  Jul 2023 (4)
  • ►  2022 (46)
    • ►  Nov 2022 (7)
    • ►  Okt 2022 (7)
    • ►  Sep 2022 (6)
    • ►  Agu 2022 (4)
    • ►  Jul 2022 (9)
    • ►  Mei 2022 (4)
    • ►  Jan 2022 (9)
  • ►  2021 (22)
    • ►  Des 2021 (5)
    • ►  Sep 2021 (3)
    • ►  Agu 2021 (6)
    • ►  Jun 2021 (1)
    • ►  Mar 2021 (7)
  • ►  2020 (14)
    • ►  Des 2020 (1)
    • ►  Nov 2020 (2)
    • ►  Jul 2020 (2)
    • ►  Jun 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  Apr 2020 (1)
    • ►  Mar 2020 (2)
    • ►  Feb 2020 (4)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Mar 2019 (1)
    • ►  Feb 2019 (1)
    • ►  Jan 2019 (1)
  • ►  2018 (57)
    • ►  Okt 2018 (7)
    • ►  Sep 2018 (5)
    • ►  Jul 2018 (11)
    • ►  Jun 2018 (3)
    • ►  Mei 2018 (4)
    • ►  Apr 2018 (2)
    • ►  Mar 2018 (5)
    • ►  Feb 2018 (12)
    • ►  Jan 2018 (8)
  • ►  2017 (71)
    • ►  Des 2017 (7)
    • ►  Nov 2017 (20)
    • ►  Okt 2017 (10)
    • ►  Sep 2017 (8)
    • ►  Agu 2017 (8)
    • ►  Jul 2017 (9)
    • ►  Jun 2017 (5)
    • ►  Mei 2017 (4)

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates