Seceret Teh Hangat dan Sepiring Gorengan Lek Nuhdi
Tahun ini entah sudah menjadi tahun keberapanya Lek Nuhdi menghidangi kami, pembaca tadarus di Musolla Sabilul Huda. Amalan ini seakan sudah menjadi amalan wajib Nuhdi setiap malam dibulan Ramadhan. Saban hari tak pernah sekalipun luput untuk memberi hidangan kemusolla ini. Yang dibawanya amat sederhana, namun disukai karena makanan ini sudah merakyat. Sepiring gorengan dan seceret teh hangat. Tentu bukan hal sulit bagi Nuhdi untuk rutin menyajikan ini. Secara, beliau adalah pemilik warung malam. Maksudnya, warung yang beroperasi pada malam hari.
Seperti umumnya warung, warung lek nuhdi ini menyajikan tahu goreng, tempe goreng, pisang goreng, kopi, jajanan pasar, mie rebus, ciki-ciki dan sebagainya. Menurut pengamatan saya, warung ini selalu ramai dan dikunjungi dan menjadi tempat nongkrong bapak-bapak, untuk main catur, main karambol, dan main remi. Saya menganggap ketidakpernah sepinya warung ini buah dari sedekah sepiring gorengan dan seceret teh hangat yang selalu kami makan seusai baca Quran.
Sebagai orang yang selalu menikmati sajian ini, saya seperti merasakan rasa-rasa berbeda dari gorengan ini daripada gorengan lain. Begitu lezat dimakan, lengkap dengan lombong yang pas pada level kepedasannya. Rasa ini adalah rasa yang dilahirkan dari ketulusan Lek Nuhdi dan keberkahan dari bacaan Quran yang dibaca tadi. Memang ketulusan selalu memunculkan rasa yang begitu dahsyat untuk dirasakan.
Kemudian mengenai teh hangatnya, komposisi teh, air, dan gulanya begitu tepat. Menciptakan sensasi hangat, pahit, sepat dan diakhiri manis yang menyisa dilidah. Racikan seorang Nuhdi yang sudah berpengalaman bertahun-tahun ini tak diragukan lagi.
Hanya saja akhir-akhir ini teh hidangannya sering tersisa. Bukan rasanya yang berkurang atau bagaimana. Karena yang petadarus sekarang sedikit, rata-rata lima orang tiap malamnya. Berbeda dengan tahun lalu yang sampai harus mengantri untuk membacanya dan harus rebutan jika menginginkan teh hangat dan gorengan. Faktor inilah kenapa isi air dalam teko sekarang merosot tajam, bahkan sampai tidak ada setengahnya. Saya menilai, insting penjual memang ada dalam diri Nuhdi. Nyatanya meskipun takarannya sedikit, cukup untuk petadarus semalaman suntuk.
Nuhdi memang dermawan. Mungkin kalau boleh menebak pahala, bisa saja pahalanya lebih banyak dari yang baca itu sendiri. Saya berani mengatakan ini, karena jujur, saya sendiri terdorong untuk tadarus dimusolla ini selain karena sudah terbiasa, juga karena ada pacetannya. Bagiku pacetan sedikit banyaknya juga mempengaruhi semangatku. (Tentu hal ini tidak boleh ditiru) Bayangkan kalau tidak ada hidangan ini, mana mungkin saya menulis sebanyak ini sebagai terimakasihku pada Nuhdi.
Nuhdi dalam hal ini dengan seceret teh hangat dan sepiring gorengan lengkap dengan lomboknya, berhasil mendorong seseorang untuk beribadah: membaca Quran dan menghidupkan Musolla. Semoga beliau sehat selalu dan dipanjangkan umurnya, supaya tahun depan bisa memberi lagi hidangan yang lebih enak dan lebih banyak. Sekali lagi, terimakasih lek Nuhdi.
Selamat membaca dan menikmati gorengan Nuhdi.
Rowobulus Tengah, 16 Ramadhan 1438 H
0 Respon