Riky, Guru Paud Muda Potensial Dari Karangdadap Pekalongan

by - April 02, 2018



Saya menemuinya pagi itu, ia hendak mencuci, tapi tak jadi sebab melihat kedatangan kami. Ia tampak Soleh dengan balutan sarung yang masih  rapi serta atasan baju batik. Disambutlah kami dengan begitu hangat, seperti pertemuan kawan lama yang tak bertemu puluhan tahun.

Duduklah saya dan Irfan di kursi ruang tamu, yang sekaligus tempat ini di hari selain Jumat adalah sekolah bagi anak-anak paud. Rumah yang bersih, penuh tanaman, dan ada dua permainan anak di pelataran. Suasana yang cukup menyenangkan.

Dalam kesempatan ini Riky bercerita banyak hal, terutama pengalamannya menjadi guru Paud. Bukan hanya sebatas guru, ia adalah walikelasnya.

Riky bercerita bahwa sehari-harinya aktivitasnya adalah mengajar di KBMNU Karangdadap, kelompok bermain muslimat NU, semacam paud, namun tak bernama paud seperti di rumahnya. KBM ini tepatnya ada di Welahan.

Di sekohan, oleh Murid-muridnya Riky dipanggil Pak Iki. Ia mengajar dari jam 8 sampai 12 setiap hari, dari Sabtu sampai Kamis.

Saya dan Irfan kemudian penasaran dan menanyakan, bagaimana ceritanya kok bisa jadi guru paud dengan mudahnya. Padahal setahu saya, di bangku kuliah juga ada jurusan khusus menjadi guru paud.

Riky lalu menjelaskan, dengan gaya seperti berbicara pada muridnya tentunya. Gaya bicara yang sudah mumpuni dan lancar, yang bahkan menyelipkan kata-kata level tinggi yang tak kami ketahui.

Awalnya pada suatu waktu, Bu Fatihah, yang adalah guru paud, teman ibunya Riky, menawari ia untuk jadi guru. Saya tak tahu apa yang ada dipikiran Bu Fat kali itu, barangkali aura Riky memang tercium kuat dan melihat ada kemampuan dalam jiwanya.

Riky yang medapat tawaran itu, yang saat itu pekerjaannya juga belum begitu ditekankan, tanpa ragu mengiyakan. Masuklah ia menjadi guru paud.

Awal-awal tugasnya, ia lebih dulu mengamati cara guru lain mengajar. Sampai seminggu, dua Minggu, ia pun paham betul. Lama-kelamaan, Riky mulai cinta dengan pekerjaannya. Kok dirasakan enak juga, begitu katanya.

Entah kenapa bayangan saya langsung teringat sewaktu di MANU, Riky, setiap jam kosong selalu maju ke depan berlagak guru profesional. Mengajari kami persis seperti gaya-gaya guru paud, berkata pelan dan menjedakan kata di akhir kalimat agar diikuti bersama.

Dalam proses menjadi guru paud ini, ia banyak belajar dari Bu Fat. Dialah guru bagi Riky yang menurut pengakuannya juga, ia sudah seperti ibunya sendiri.

Riky dalam memberikan materi pada muridnya mengaku selalu menggali dan mencari ide dari internet. Menurutnya, guru paud harus punya kreativitas yang tinggi karena targetnya adalah untuk menyalurkan kekreativan itu sendiri pada muridnya. Kalau tak punya, akan sulit.

Barangkali karena hal itulah, Bu Fat kemudian menjadikan Riky menjadi wali kelas di sekolahan itu. Di KBMNU itu, ada 7 guru lain. Artinya, Riky memimpin guru lain yang secara umur lebih tinggi darinya. Acungan jempol bagi saya untuknya.

Di sekolah itu, Riky punya murid sebanyak 55 anak yang terbagi dalam 4 kelompok kelas. Masing-masing bernama kelompok Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali.

Saya yang kenal Riky sejak lama sangat paham karakter Riky, dan hal itulah yang dibawa juga saat menjadi guru. Riky yang bersuara besar dan tegas,  tidak pemalu, dan terkesan agak alay. Makanya pantas kalau saya bilang alumnus MANU ini cocok menjadi wali kelas sekolah itu.

Pencapaian ini sekaligus sebagai pembuktian kepada saya, Irfan, dan kawan sekelas dulu. Waktu itu, ada cekcok cukup tegang di kelas yang bermula dari Riky. Ia membanding-bandingkan antara yang pernah sekolah TK dan tidak. Menurutnya, TK itu penting. Saya dan beberapa teman yang bukan jebolan TK pun akhirnya tak terima. Terjadilah cekcok sengit. Sombong banget ini bocah, celetuk saya kala itu.

Dan pada titik ini, menjadinya ia sebagai guru paud, mengiyakan apa yang pernah ia katakan dulu.

Ketika saya mengingat kenangan itu, Riky tertawa terbahak-bahak. Katanya, apa yang saya katakan pasti tercapai. Ditambahkan juga kalau satu keinginannya dulu juga mulai berpeluang tercapai, ia dulu pingin sekali menjadi mayoret. Dan ndilalah, Banser Karangdadap dengar-dengar punya wacana itu. Terang Riky sambil tertawa kemenangan.

Kemudian saya menanyakan kasus-kasus yang sering terjadi di kelas. Riky kembali banyak bicara. Baginya, menjadi guru paud harus tenang. Semisal menghadapi murid yang bertengkar lalu nangis, Riky menggiring murid untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Lebih dulu ia memberi kesempatan muridnya untuk berbicara, 'anak-anak siapa yang mau cerita kenapa teman kalian nangis?' Kalau Riky tanya seperti itu, semua muridnya pasti mengacungkan tangan untuk cerita. Setelah ada yang bercerita, barulah Riky berbicara, 'anak-anak, kalau bertengkar kita harus saling minta ma....af'.

Terkait momen paling berkesan, satu hal ini yang tak akan terlupakan dan akan menjadi pemompa semangatnya dalam mengajar. Waktu itu, ada satu anak yang kebawaannya nangis terus, namanya Arba Minan. Namun setelah kedatangan Riky dengan membawa insting keibu-ibuannya, anak ini jadi anteng, Riky pun bak bagai ibunya yang sering menggendongnya. Bahkan, Arba Minan selalu berangkat lebih awal dari lainnya hanya untuk berjumpa dengan Pak Iki.

Riky pun berpesan, menjadi guru paud harus selalu pasang wajah ceria. Sebab menurutnya, kalau membawa kemurungan, anak-anak itu akan merasakan dampaknya.

Melihat kesibukannya mengajar, muncul pertanyaan dibenak saya, berapa sih gajinya. Ketika saya tanyakan hal itu, Riky cuma tersenyum lebar. Dia tak mau menjawab, hanya memberi kisi-kisi, diatasi 100 perbulannya. Saya tak tahu, yang dimaksud 100 itu 100ribu atau sejuta, kalau 100 juta tidak mungkin.

Menurutnya, itu nominal yang kecil. Itu baru wali kelas. Bawahannya lebih kecil lagi, dibawah 100. Karena hal itu, sebagai anak muda, pegangan itu penting, maka sepulang mengajar ia ikut bantu-bantu di tempat pembuatan batik milik saudaranya.

Selain sibuk mengajar, Riky juga mengisi les di SDN Kalilembu tiap hari Selasa, Rabu, dan Kamis. Mengajar mapel yang dikuasainya: MTK, fasolatan, dan nahwu.

Terkait kedepannya, Riky mengaku pingin sekolah lagi. Namun sekarang, sesuai arahan ibunya dan Bu Fat, ia memilih fokus memperdalam tugasnya sebagai guru paud dulu.

Sedang asyik-asyiknya mengobrol, tiba-tiba Irfan terkaget-kaget, ia melihat jam di hapenya sudah menunjukkan jam 11. Akhirnya kami pamit sebab hari itu hari Jumat. Sesaat sebelum pulang itu, seperti biasa, kami foto bersama.

Terimakasih Riky, sang guru paud termuda dan terbaik. Teruslah mengajar. Kami mendukungmu. Saya senang punya teman yang peduli pada pendidikan. Pesan dari saya, tetaplah menjadi guru yang unyuk-unyuk.

You May Also Like

0 Respon