Perkara Saff Sholat dan Sundul-menyundul

by - Oktober 13, 2018

Gambar : islamidia.com
Saya agak sebal dengan orang yang tak mengindahkan barisan saff. Hal ini karena banyak jamaah yang tak mengikuti patokan tanda saff yang sudah diberikan. Ha ndak sebal bagaimana, solat yang seharusnya dilakukan dalam keadaan tenang, justru menjadikan saya khawatir karena takut kesundul ataupun menyundul jamaah lain saat prosesi berdiri dari sujud sebab jarak terlalu sepit.

Tadi siang, seperti biasa sebagai muslim pada umumnya saya beranjak ke Masjid. Apalagi kalau bukan untuk solat jumat. Sudah menjadi kebiasaan juga bagi saya datang sebelum adzan jumat berkumandang. Jadi ketika datang, saya bisa memilih tempat yang sekiranya nyaman dan strategis –kadang supaya biar khusyuk berdzikir, kadang juga biarkhusyuk untuk tidur.

Sebab datang awal, saya tentu menyaksikan kehadiran jamaah satu persatu; mengambil posisi, lalu melakukan solat sunah. Nah disinilah kadang awal mula ketidakindahan barisan tercipta. Ya memang karena sebagian sedikit saja yang mengambil posisi dengan sebelumnya melihat tanda saff.

Sekadar informasi. Kalau di Masjid saya tanda saff terpatri di dinding. Kalau Masjid lain mungkin pakai lakban, atau sajadah yang ada garisnya.

#
Adzan berkumandang dan jamaah berdiri melakukan solat sunah qobliyah jumat.

Saat-saat orang berdiri mengambil posisi inilah barisan mulai lurus. Kalau bicara lurus pasti lurus. Namun yang biasanya terjadi adalah barisan lurus tetapi tidak sesuai tanda saff. Dan orang yang berpengaruh dalam hal ini adalah orang yang berada di bagian paling ujung. Mengapa? Ya karena sadar tidak sadar deret tengah dan selanjutnya otomatis mengikuti baris paling ujung.

Kalau di Masjid desa saya, jarak satu saff depan dengan belakangnya adalah tiga keramik, atau sekira satu meter. Ukuran segitu untuk sujud masih sisa. Berbeda dengan saat di musolla saya misalnya, jarak antar saff hanya sebatas sajadah pas. Tak heran kalau tragedinyundul bokong jamaah di depannya ketika mau berdiri dari sujud bisa terjadi.

Ketika di masjid, saya pribadi lebih suka berada di posisi paling kanan. Tidak tahu, enak saja. Sebagai orang yang peka pada tanda, tentu saya senantiasa mengikutinya. Saya selalu diposisi yang sesuai tanda saff.

Namun anehnya adalah, terkadang saya gagal menjadi rujukan. Ini biasanya sebab barisan di kiri saya sudah menjadi barisan yang menyatu. Jadi saya yang mau tak mau harus menyesuaikan.

Oke Oke. Kalau masih tetap berjarak tiga keramik saya oke saja. Tapi terkadang jaraknya kurang dari itu. Kadang Berjarak dua keramik, pernah juga hanya space dua keramik. Kan sebal. Ini sangat tidak menguntungkan bagi saya yang mempunyai postur 170 cm lebih.

Bukan hanya itu, saya seringkali bingung juga dengan barisan jamaah lain. Pernah waktu itu barisan saya dan depan saya sudah sesuai petunjuk saff. Kalau begitu tentu terlihat rapi. Namun ketika saya melihat kebelakang, saya menjadi bingung. Pasalnya, barisan belakang saya lebih maju setengah keramik dari tanda saff. Saya sebal kalau ini terjadi. Saya dihadapkan dengan dua pilihan: sedikit memajukan barisan, atau tetap dalam barisan semula.

Tetapi dua pilihan ini juga sama-sama berpeluang tidak enaknya. Seandainya saya majukan sedikit, bisa jadi nanti saya nyundul jamaah di depan. Kalau saya tetap, saya harus siap-siap disundul. Dalam persoalan ini, disundul dan menyundul bukanlah perkara yang menyenangkan.

Nah, jadi bagi sampeyan-sampeyan yang baca tulisan ini, pahamilah bahwa perkara saff perlu diperhatikan. Bukan hanya karena ini menyangkut kerapian dan ketertiban, tetapi juga menyangkut kenyamanan bersama. Perkara saff memang perkara yang kelihatan sepele, tetap jangan sekali-kali menyepelekannya. Kita tidak tahu, bisa jadi barangkali posisi saff kita ternyata membuat jamaah lain tidak nyaman.

Jadi, mari rapatkan dan luruskan saff. Biar tertib. Ha mosok solat kok sundul sundulan.

You May Also Like

0 Respon