• Halaman Awal
  • Diri Sendiri
facebook instagram Email

Anam Sy

Jumat malam, 28 Februari 2020, Pimpinan Ranting IPNU IPPNU Kebonrowopucang adakan pembacaan sholawat nariyah.

Beberapa hari sebelum pelaksanaan, hujan sore hari yang biasa mengguyur Pekalongan akhir-akhir ini membuat pengurus ranting akhirnya harus segera memutuskan apakah acara akan diadakan siang hari bakda Jumatan atau malam bakda Isya. Sejak kepengurusan Rekan Marzuqon - Rekanita Dian Rismawati, pertemuan anggota, yang memang masih gabung, selalu diadakan malam hari. Tentu saja ini langkah baru di mana  periode-periode sebelumnya, pertemuan selalu diadakan siang hari. Beberapa alasan kenapa diubah, salah satunya karena beberapa anggota sekolah di negeri yang mana, Jumat masih berangkat.

Semula rekanita Eka Santi, selaku tuan rumah, mengusulkan diadakan siang saja, mengingat hampir belakangan sore sampai malam selalu diguyur hujan. Namun karena mengacu salah satu alasan di atas, juga sebab memang hawanya asiknya malam hari, akhirnya diputuskanlah acara diadakan malam Sabtu, bakda Isya.

Ada sedikit waswas ketika Jumat siang, mendung melintasi langit Karangdadap. Bukan saja mendung, hujan pun mengguyur sorenya. Untungnya tidak seperti kemarin, hujan kali ini intensitasnya rada ringan, sesekali deras sesekali berhenti. Sementara di grub wa, rekanita Eka Santi memamerkan hidangan yang baru dibelinya.

Dalam beberapa menit hujan kembali mengguyur sehabis Maghrib. Sempat mengira hujan akan awet, hujan toh akhirnya berhenti sewaktu Isya. 

Mushola Sabilul Munji, dukuh Tegalsari desa Kebonrowopucang, menjadi tempat berlangsungnya pertemuan anggota yang kali ini akan diisi sholawat nariyah. Biasanya, pertemuan anggota selalu menghadirkan pembicara, terbaru, yaitu bulan lalu di mana KKN yang kebetulan sedang di sini mengisi materi yang mereka kuasai. Kali ini, sebab berada di tengah-tengah hari lahir IPNU IPPNU, maka, sekalian saja diadakan pembacaan nariyah. Sebagai pengingat, IPNU lahir pada 24 Februari 1954 dan saat tulisan ini dibuat, IPNU berumur 66. Sementara IPPNU, yang lahir pada 2 Maret 1955 memperingati hari jadinya ke-65.

Dalam keadaan desa yang sejuk sebab sehabis diguyur hujan, satu per satu rekan rekanita datang. Pukul 20.30, Saya selaku MC, membuka acara. Lagu Indonesia Raya, Mars Syubbanul Wathon, Mars IPNU, dan Mars IPPNU bergantian dilantunkan setelahnya, menggelorakan semangat di malam yang agak dingin.

Rekan Amar, mewakili Sohibul bait, dalam sambutannya mengungkapkan terimakasih atas kehadiran rekan rekanita sekaligus mengungkapkan permohonan maaf bilamana sarana prasarana tidak memuaskan.

Berganti selanjutnya sambutan dari rekan Eko Imaduddin, selaku wakil ketua. Sebetulnya ada ketuanya yang lebih berhak berbicara, namun karena rekan ketua yang akan memimpin pembacaan nariyah, rekan Eko menyanggupi untuk memberi sambutan dengan antusias. 

Dalam sambutannya, rekan Eko Imaduddin menekankan pentingnya menjalin keakraban dalam berorganisasi. "Harlah IPNU ke-66 dan Harlah IPPNU ke-65 ini, harus menjadikan kita lebih bersemangat dalam berorganisasi, harus semakin mensolidkan kita dalam mengabdi di masyarakat secara tulus," ujarnya menggebu-gebu.

Pembacaan nariyah dimulai setelahnya, dipimpin oleh rekan Marzuqon, yang sekaligus ketua IPNU. Acar berjalan khidmat dan tenang.

Melalui daftar hadir, terlihat kehadiran malam ini mencapai 52 orang. 24 dari rekan IPNU, dan 28 dari rekanita IPPNU.


Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Saya menulis ini pada 4 Februari 2020, malam hari, dan dalam perasaan yang sedang kosong. Ini adalah sebuah tulisan spontan saya, tentu, saya tak memikirkan bagus atau tidak sebab yang penting, saya, plong. 

Saya menulis ini berangkat dari keresahan. Saya pikir, sudah cukup lama saya tidak jujur pada diri sendiri, dan menulis, menurut saya, adalah sebuah bentuk kejujuran. Dan berangkat dari itu pula, saya kira, blog ini akan menjadi semacam diary saya. Sebuah perjalanan hidup dengan berbagai variasi perasaan.

Saya tak tahu, malam ini, saya hambar saja. Rasanya rutinitas yang saya lakukan membosankan dan amat monoton. Sehabis isya, saya mencoba melakukan banyak hal yang mungkin bisa membuat saya sedikit tenang. Berkebalikan dari itu, saya justru tambah resah. Saya mencoba membaca buku, mengambil buku paling atas yang saya punya, membacanya beberapa menit, dan bosan. Saya membuka WhatsApp, tak ada chat yang masuk. Saya ingin memulai bercakap lewatnya, tapi pada siapa. Saya beralih melihat story WhatsApp, muak, isinya kebohongan semua. Saya membuka yutub, mencari yang sekiranya bisa membuat saya tertawa, tapi tetap saja tidak bisa. Saya menyalakan tv, tayangannya biasa saja. Tiduran, ah, monoton juga. Ingin menulis cerpen, sudah sejak lama saya mencobanya dan belum bisa juga.

Semuanya membosankan. Dan baru menjelang 11 malam ketika keresahan mencapai puncaknya, saya coba membuka aplikasi radio online, memilih Prambors sebagai salurannya, dan mencoba menikmati siaran dan lagu-lagu yang diputar. Awalnya tak bisa, beberapa kali saya matikan saluran, tetapi keheningan malam membawaku memutarnya lagi. Kali ini saya memaksa diri menikmati.

Bersama lantunan musik malam yang syahdu, hati dan pikiran saya mulai tenang. Dibawanya saya untuk benar-benar tenang, jari saya dengan sendirinya bergairah mencari aplikasi blogger dan menulislah sekarang ini. Saatnya menumpahkan yang terpendam.

Sudah sejak lama saya berada dalam lingkar keresahan yang dalam. Dan keresahan-keresahan ini, saya pikir memiliki pola yang hampir sama. 

Begini, umur saya 20 tahun, dan saya merasa, diumur yang banyak orang bilang produktif ini, saya justru belum menemukan apa yang ingin saya lakukan. Belum banyak hal yang saya mulai, bahkan pada titik parah, mungkin bisa dikatakan saya belum juga mencari. Mencari apa yang saya suka, mencari pengalaman yang banyak, mencari teman yang berkualitas, menemukan lingkup sosial yang sehat, menemukan pekerjaan yang menyenangkan, dan menemukan banyak hal. Saya menyadari, saya terlambat, dan saya, tidak bisa menyalahkan siapa-siapa.

Sebagai seorang anak muda, tentu banyak hal yang ingin saya lakukan, sebagaimana orang lain. Ini mungkin yang membuat saya tidak adil pada diri sendiri, saya, selalu membandingkan diri dengan orang lain, dengan teman-teman saya, yang tentu, mereka memiliki beberapa variabel yang berbeda dalam menjalani hidup.

Saya tak tahu saya ingin membawa tulisan ini ke mana. Yang pasti, saya mengakui saya sedang berada dalam situasi yang dinamakan... krisis mental, mungkin. Posisi di mana saya bingung dengan diri sendiri. Tidak jelas. Saya belum tahu bagaimana formula bangkit dalam posisi ini, tapi yang jelas, satu kejujuran ini cukup membantu menenangkan saya.

Saya seorang yang pemalu, sebetulnya. Tapi semakin bersinggungan dengan orang, terlebih berkomunitas, membuat sifat itu perlahan pudar pudar dan pudar. Sayangnya, kepudaran itu hanya berlaku di lingkungan komunitas itu, tidak di rumah, juga tidak di lingkungan rumah. Jangan heran kalau saya justru tertutup dengan keluarga dan tetangga. Bahkan untuk story wa saja, saya mengecualikan kakak adik untuk melihat, saking pendiamnya. Sebetulnya saya risih juga dengan tindakan saya ini. Saya juga ingin terbuka dengan keluarga, juga dengan tetangga, tetapi kebiasaan yang sudah berlangsung lama ini, juga stereotip yang mungkin sudah melekat dalam diri saya sebagai orang pendiam, membuat saya sulit untuk berubah. Ketimpangan sikap ketika berada di luar dan di dalam inilah yang menjadi keresahan saya. Saya belum bisa membawa sosok aku seutuh dan sebenar-benarnya.

Suatu hal lain yang mengganjal di hati saya salah satunya mengenai sebetulnya apa sih yang ingin saya inginkan. Sejak kecil, dari MI sampai MA, sebetulnya kekhawatiran soal itu selalu muncul. Saya seperti tidak ingin menjadi apa-apa dan siapa-siapa. Saya orang Jawa, dan memiliki impian tinggi bukankah sebuah kebiasaan. 

Di lingkungan saya, mayoritas pekerjaannya ialah sebagai penjahit. Dan disinilah mungkin awal mula keresahan dalam persoalan ini muncul, saya tidak ingin menjadi penjahit. Alasannya cukup kemaki, saya tidak ingin hidup seperti kebanyakan orang. 

Barangkali, saya ialah orang yang tidak realistis dalam memandang kehidupan. Dipikiran saya, saya membayangkan, seusai lulus MA, saya kuliah. Saya terlalu percaya diri dengan kecerdasan yang saya miliki. Saya yakin saja saya bisa kuliah, bagaimanapun jalannya.

Tapi semua bayangan dan harapan itu menjadi omong kosong terlebih ketika sebuah kebodohan menghampiri saya dengan kejamnya. Dijatuhkannya saya serendah-rendahnya, dan inilah masa di mana saya hilang asa, seperti semuanya sudah selesai. Sebuah titik terpuruk paling menyesakkan dada, menjadi manusia yang tidak berguna sama sekali. Kejadian itu yang membuat saya luka pikir dan akhirnya jatuh sakit, sakit berat, hampir dua tahun. Dan itu, membuat saya dari yang terpuruk semakin menjadi terpuruk, dari yang semula menyusahkan bertambah menyusahkan. Saya benar-benar kehilangan kepercayaan diri. Hilang harga diri. Saya mengasihi diri. Memendam dendam pada nasib buruk. Membenci semuanya. Tak ada yang mengerti perasaanku.

Di saat yang lain memulai membangun kesuksesan mereka, dengan pekerjaannya, dengan relasi yang banyak, dengan pengalaman, dengan pendidikan, dan dengan lainnya, saya, justru sendirian memikirkan bagaimana keluar dari kebodohan dan semakin monotonnya kehidupan saya.

Memang saya bekerja, sepanjang ini saya bekerja di dua tempat. Saya sekarang bekerja di tempat pembuatan puring setelah sebelumnya bekerja finishing konveksi, ya, melipat celana dan membungkusnya. Sejujurnya, keduanya bukan keinginan saya. Tapi mau tak mau, saya, harus menerimanya. Kalau tidak itu, apa lagi yang bisa saya lakukan. Bukan saya tidak bersyukur, tetapi begitulah realitanya.

Di pekerjaan yang sekarang pun, tidak selalu ada. Kadang minggu ini ada, minggu berikutnya tidak ada. Tidak jelas. Itu juga yang membuat saya resah. Dalam sebulan, upah saya tidak sampai sejuta. Tapi syukurnya, pengeluaran saya tidak melebihi itu. Ya memang saya bisa saja keluar mencari pekerjaan yang lebih menyenangkan dan meyakinkan, mungkin. Tapi, rasanya, ah, pikiran saya kacau. Bukan saya membandingkan, diantara kawan saya mungkin hanya saya yang tidak jelas; kerja kadang-kadang, tidak punya banyak kawan, jarang melihat dunia luar, tarasing, dsb. Puncaknya, saya merasa saya belum menemukan diri saya. Belum menjadi diri saya seutuhnya. Dan itu yang membuat saya malu. Kepada keluarga utamanya. Masak saya begini terus, sih?

Untuk menutupi semua kekurangan itu, saya memilih untuk menulis. Dan menulis, inilah sesuatu yang saya sadari menyenangkan. Ini mungkin terlihat agak mustahil, tapi terkadang saya membayangkan kelak bisa punya pekerjaan yang berkaitan dengan penulis.

Tapi keresahan lain datang ketika menulis yang saya yakini bakal merubah hidup saya, justru berkembang tidak jelas. Inilah yang memunculkan keraguan baru, apakah saya bisa? Sementara rasanya kepenulisan saya ini begini-begini saja.

Di luar memang saya terlihat ceria, tapi ya beginilah yang sebenarnya terjadi. 

Mungkin itu saja yang bisa saya keluarkan dari kejujuran diri saya. Sudah lumayan agak plong meski masih saja resah.

Terakhir: bantu saya, dong! Ajak kerjasama kek, atau apa. Dan percayalah, saya tidak serapuh ini. Meski, ya, begini. 



# Selesai ditulis 6 Februari malam hari








Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

Kebonrowopucang kedatangan rombongan mahasiswa dari Universitas Diponegoro Semarang atau yang biasa disingkat Undip Semarang. Apa lagi tujuan mereka kalau bukan untuk menjalankan kewajiban mereka sebagai mahasiswa, yakni KKN. Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Eh, bukan ya. Maksudnya Kuliah Kerja Nyata.

Saya tidak tahu ya kenapa desa saya selalu menjadi langganan tempat KKN. Rasanya tiap tahun pasti ada saja yang menempati. Bulan Juli 2019 lalu, padahal, juga sudah ada KKN di sini, juga oleh mahasiswa Undip. Dan enam bulan kemudian, atau mulai tanggal 2 Januari 2020 ini, KKN dari Undip datang lagi, sampai sekarang. Kabarnya, selama 45 hari mereka akan menjalankan tugas KKN yang akan berakhir pertengahan Februari nanti.

Beda dengan KKN sebelumnya, KKN yang sekarang ini (2020) hanya diisi 5 mahasiswa. Pada KKN sebelumnya, ada 10 mahasiswa. Di desa-desa sebelah juga sama, terdiri 5-6 mahasiswa.

Tentunya ada perbedaan antara KKN yang dulu dengan KKN yang sekarang. Dulu, karena mahasiswanya banyak, mereka tiap hari mau tidak mau harus bersinggungan dengan masyarakat langsung. Bagaimana tidak, ha wong mereka selalu jalan kaki. Saya selalu menjumpai mbak-mbak KKN yang cantik-cantik itu tiap dzuhur dan sore dari dan ke balai desa. Kalau pagi hari, blas saya tidak pernah melihat, maklum, bangunannya over time.

Beda dengan sekarang di mana karena sedikit, mungkin karena ada motor juga, mereka kesana-kemari pakai sepeda motor. Ya mungkin mereka juga beberapa kali jalan kaki, tapi saya tidak lihat. Oiya, untuk KKN Undip Semarang di Kebonrowopucang tahun ini bisa dilihat di akun Instagram @Kebonrowopucang_2020. Sayang, akunnya tidak meriah seperti KKN sebelumnya, bisa di cek di akun @KKN_Kebonrowopucang2019. Tapi sih, tak masalah juga. Andai saya yang KKN, mungkin juga pasti malas untuk Instagraman, bukankah lebih asik main PUBG, ya kan? Bagi yang penasaran KKN 2019, nih fotonya. Diantara yang masih saya ingat namanya: mas Arjuna, mas Faisal, mas Doni, mbak Duhita, mbak Fransisca, sisanya, lupa dan memang sebetulnya tidak kenalan sih. Saya mantau Instagramnya.



Dan seperti biasa, tiap kali ada teman-teman KKN, pasti mereka diundang oleh IPNU IPPNU ranting Kebonrowopucang untuk mengisi materi dalam pertemuan anggota bulanan. Saya masih ingat ketika KKN Undip 2019 lalu, teman-teman mahasiswa mengisi dua materi, yakni tentang bahaya hoax dan tentang pernikahan dini.

Tak terkecuali KKN 2020 ini, mereka juga kami todong untuk mengisi materi. Saya, Zuqon, Bahul, dan Zilin mendatangi mereka pada suatu malam di rumahnya pak Lurah di mana mereka tinggal. Semula kami bertemu satu mahasiswa yang sedang di depan rumah, tubuhnya gemuk, berkacamata, dan kelihatan cukup religius dengan kopiahnya. Ia mengira, kami akan bertemu pak Lurah sehingga kami disuruhnya menunggu untuk dipanggilkan. "Ini kami mau bertemu teman-teman mahasiswa," serobot Zuqon merespon.

Mahasiswa itu lalu masuk ke dalam memanggil teman-temannya, sementara saya dari depan, tampak dari jendela dua orang perempuan sedang bercengkrama, bukan lain, mereka pasti bagiannya, semoga mereka ikut keluar agar saya bisa berkenalan. Namun, mereka masih saja mengobrol ketika tiga mahasiswa lain keluar.

Kami bersalaman dan berkenalan. Dari sanalah kemudian kami mengenal mereka, salah tiga dari lima teman mahasiswa. Seseorang yang pertama kami temui tadi namanya Hafa, berasal dari Kudus. Di samping kanannya, pria yang terlihat kalem, namanya Naufal, Semarang asalnya. Dan di sisi paling tepi, mahasiswa ganteng berkacamata, Hafidz namanya, ia dari Bekasi jurusan Mesin. Saya lupa, sebetulnya mana yang Hafidz dan mana yang Naufal ya?

Kami sempat berbasa-basi sebentar, bertanya dari mana, jurusan apa, dari kapan di sini, sampai kapan, dan hal-hal yang umum ditanyakan orang ketika bertemu pertama kali. 

Yang paling mencengangkan tentu umur mereka, secara postur, badan mereka tinggi besar, itulah yang membuat saya mengira umur mereka 25 tahunan. Saya salah, umur mereka satu dua tahun di atas saya, 21-22 tahun. Tapi kok besar-besar ya? Ya bayangkan saja, Zuqon saja sudah 24 tahun, Bahul yang 21 tahun saja posturnya kecil, Saya yang 20 tahun masih saja kurus kerempeng. Mungkin karena makannya megono terus, pikir saya. Jika fakta ini sudah saya kantongi, maka saya menantikan KKN tahun depan dan berikutnya lagi, saat itulah saya dan mahasiswa KKN seumuran. Tentu anda paham maksud saya.

Jumat malam Sabtu 24 Januari 2020 kalau tidak salah, mereka akhirnya menepati kesanggupan untuk menjadi pemateri. Digelar malam hari bakda Isya, Rombongan KKN hadir terlalu dini ketika di tempat acara hanya ada saya dan Bayu. Ya wajar, dalam undangan yang kita kasih ke mereka tertera pukul 19.00. Sementara saat itu, sudah jam 20.15 lebih. Padahal, sebelumnya saya sudah ngomong kalau datangnya ndak usah tepat banget, soalnya orang NU, terbiasa molor. Tapi mereka tidak masalah sekalipun ruangan masih kosong.


Di grub IPNU, saya langsung sigap mengabari rekan-rekanita lain agar segera merapat. Malu dong pemateri sudah datang dan pesertanya belum ada. Dan akhirnya, satu persatu rekan-rekanita hadir memenuhi ruangan. Cukup banyak, sekitar 50-an yang datang.



Acara baru dimulai 20.45, saya, sesuai perjanjian, memegang kendali acara dengan menjadi MC. Saya cukup enjoy membawakannya, terlebih saya merasa, pembawaan saya cukup menghibur. Terbukti beberapa kali jokes saya kena. Misalnya taqline yang saya buat, ketika saya bilang KKN, saya suruh semua menjawab: bukan dedek-N. Awalnya semua bingung, namun setelah saya jelaskan, teman-teman mahasiswa saya lihat tertawa juga. Maksudnya adalah KKN itu kakak-N, bukan dedek-N dong, juga bukan adik-N. Bagaimana, lucu, kan?

Teman-teman mahasiswa akan menyampaikan dua menteri. Namun sebelum itu, mereka memperkenalkan diri. 


Mas-mas yang sedang pegang mik itu, namanya mas Hafa, di samping kanannya itu mbak Astri dan mbak Widia, dan dua lelaki lain namanya mas Naufal dan mas Hafidz. Sementara yang di depan baju hijau, itu saya, nampak cukup berwibawa bukan?

Dua materi disampaikan oleh Mas Hafidz dan Mas Naufal. Mereka membawakan materi, saya lupa, kalau tidak salah pertama tentang media sosial, dan kedua tentang pelecehan seksual. Dua materi yang cocok tentu saja untuk rekan-rekanita yang notabene remaja.



Singkat cerita, acara bubar jam 22.00 dan dilanjutkan dengan foto-foto. Sayangnya, saat itu fotonya pakai kamera yang dibawa teman-teman mahasiswa, dan saya belum berkesempatan meminta. Namun, foto di bawah ini bisa juga untuk dijadikan kenangan. Lihatlah bagaimana nampaknya kecerdasan saya sama rata dengan teman-teman mahasiswa ini.

Terima kasih teman-teman KKN Undip Semarang yang sudah ngisi di acara pertemuan anggota IPNU IPPNU ranting Kebonrowopucang.













Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

Saya menyadari, sudah cukup lama saya tak lagi ngeblog. Meski begitu, bukan berarti saya berhenti menulis, saya terus menulis, hanya saja tidak saya post di sini ataupun di media sosial. Terakhir kali saya membuat postingan untuk blog ini ialah 4 Maret 2019. Artinya, hampir 10 bulan saya tak ngeblog. Lama sekali bukan.

Selama 10 bulan itu, tidak banyak hal besar yang terjadi dalam hidup saya. Tak bisa dimungkiri, sampai saat ini saya masih menjadi manusia yang lempeng-lempeng saja sehingga saya pikir, tidak terlalu menarik untuk saya menulis cerita yang biasa-biasa saja.

Lalu kenapa saya akhirnya menulis di blog ini lagi, alasannya sederhana: saya tidak tahu harus melakukan apa, maka, yasudah, saya ngeblog lagi, barangkali masih bisa.

Namun dipikir-pikir, saya merasa ada perbedaan tulisan saya sekarang dengan tulisan yang dulu-dulu. Coba perhatikan saja dengan membaca tulisan-tulisan saya yang dulu. Tapi anehnya, saya tak tahu, perbedaan yang terjadi sekarang ini apakah sebuah perkembangan atau penurunan. Mungkin anda bisa menilai.

Oiya, dalam aktivitas ngeblog saya setelah ini, saya tidak ingin terlalu ambisius dengan memberikan sajian tulisan yang ndakik-ndakik dan teoritis. Selain karena saya tidak bisa, tentunya hal itu bakal membebani saya saja. Dalam ngeblog kali ini, saya ingin losss, plong, menulis tanpa sebuah beban. Dan pastinya, postingan-postingan saya hal-hal sederhana saja. Blog ini ingin saya jadikan wadah jurnal saya. Catatan harian saya. Jadi ya, suka-suka saya. Tapi dengan catatan, suka-suka saya agar kamu juga suka tulisan saya.

Selamat membaca.
Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Newer Posts
Older Posts

Info

Tayang seminggu dua kali

Mutualan, Yuk

  • facebook
  • instagram
  • youtube

Kategori

IPNU

Postingan Viral

Catatan

Sementara kosong dulu, seperti hatiku

Facebook

Isi Blog

  • ►  2024 (15)
    • ►  Apr 2024 (1)
    • ►  Mar 2024 (4)
    • ►  Feb 2024 (1)
    • ►  Jan 2024 (9)
  • ►  2023 (11)
    • ►  Des 2023 (3)
    • ►  Nov 2023 (1)
    • ►  Sep 2023 (3)
    • ►  Jul 2023 (4)
  • ►  2022 (46)
    • ►  Nov 2022 (7)
    • ►  Okt 2022 (7)
    • ►  Sep 2022 (6)
    • ►  Agu 2022 (4)
    • ►  Jul 2022 (9)
    • ►  Mei 2022 (4)
    • ►  Jan 2022 (9)
  • ►  2021 (22)
    • ►  Des 2021 (5)
    • ►  Sep 2021 (3)
    • ►  Agu 2021 (6)
    • ►  Jun 2021 (1)
    • ►  Mar 2021 (7)
  • ▼  2020 (14)
    • ►  Des 2020 (1)
    • ►  Nov 2020 (2)
    • ►  Jul 2020 (2)
    • ►  Jun 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  Apr 2020 (1)
    • ►  Mar 2020 (2)
    • ▼  Feb 2020 (4)
      • Harlah IPNU ke-66 dan IPPNU ke-65 PR Kebonrowopuca...
      • Sebuah Keresahan Saya
      • KKN Undip Semarang ngisi acara di IPNU IPPNU Kebon...
      • Mencoba Ngeblog Lagi
  • ►  2019 (3)
    • ►  Mar 2019 (1)
    • ►  Feb 2019 (1)
    • ►  Jan 2019 (1)
  • ►  2018 (57)
    • ►  Okt 2018 (7)
    • ►  Sep 2018 (5)
    • ►  Jul 2018 (11)
    • ►  Jun 2018 (3)
    • ►  Mei 2018 (4)
    • ►  Apr 2018 (2)
    • ►  Mar 2018 (5)
    • ►  Feb 2018 (12)
    • ►  Jan 2018 (8)
  • ►  2017 (71)
    • ►  Des 2017 (7)
    • ►  Nov 2017 (20)
    • ►  Okt 2017 (10)
    • ►  Sep 2017 (8)
    • ►  Agu 2017 (8)
    • ►  Jul 2017 (9)
    • ►  Jun 2017 (5)
    • ►  Mei 2017 (4)

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates