KH Wasi'in bin Wasadi Tokoh Perubahan Kebonrowopucang Karangdadap Pekalongan yang Piawai Dalam Berdakwah
[DISCLAIMER: BIOGRAFI INI BELUM FINAL. UPDATE per 20 Maret 2025, penulis mendapat masukan adanya kemungkinan kekeliruan. Tulisan ini masih perlu banyak referensi untuk penyempurnaan. Penulis dan tim sedang mencoba untuk mencari referensi yang lebih mendalam untuk menyempurnakan penulisan biografi ini. Terimakasih]
1. Biografi KH Wasi'in bin Wasadi
KH. Wasi'in lahir pada tanggal 25 September 1954 di dukuh Talok, desa Sidorejo, kecamatan Warungasem, Kabupaten Batang. Beliau wafat pada 10 April 2010 diumur 55 tahun dan dimakamkan di pemakaman umum Dukuh Rowobulus Lor, Kebonrowopucang.
Lahir dari keluarga yang cukup agamis, KH. Wasi'in semasa kecil sudah mulai mendapat pelajaran dasar agama. Wasadi, ayahnya merupakan orang yang cukup aktif dalam masyarakat.
Secara formal, KH. Wasi'in memulai pendidikan dasarnya di MI Sidorejo, Warungasem. 6 tahun menempuh pendidikan dasar, beliau kemudian melanjutkan pendidikan jenjang berikutnya. Tak tanggung-tanggung, beliau langsung di kirim ke Demak untuk melanjutkan sekolah di MTs Futhuhiyyah Mranggen sekaligus untuk mendalami ilmu agama.
MTs Futhuhiyyah merupakan sekolah yang masih satu yayasan dengan Pondok Pesantren Futhuhiyyah Mranggen, tempat beliau mondok. Pesantren itu beralamat di dusun Suburan Barat, Desa Mranggen, kecamatan Mranggen, kabupaten Demak.
Sepulangnya dari mondok, pada sekitar tahun 1975 atau ketika beliau berusia 21 tahun, KH. Wasi'in muda sudah dijodohkan dengan gadis belia bernama Kholipah yang 6 tahun lebih muda darinya. Gadis asal Rowobulus Tengah desa Kebonrowopucang kecamatan Kedungwuni Timur Kab. Pekalongan (Sekarang kecamatan Karangdadap). Kelak, di desa inilah sang kyai mengabdikan dirinya dalam membangun perubahan dalam masyarakat.
Dari pernikahannya dengan Hj. Kholipah, beliau dikaruniai 8 anak yang terdiri dari 5 perempuan dan 3 laki-laki. Kedelapan anak tersebut adalah Furqon Hakim, Nok Zubaidah, Amat Muthohar, Nur Lazimah, Muhammad Hanif, Khotimatus Sholehah, Farikhatis Salamah, dan Risqia Fitriyani.
2. Kepiawaian KH. Wasi'in Berdakwah
Memiliki cukup pengetahuan dan ilmu menjadikan KH. Wasi'in merasa punya tanggung jawab untuk mengabdi dalam masyarakat. Dengan perlahan, KH. Wasi'in memulai kajian-kajian agama. Beberapa diantaranya kajian itu langgeng sampai saat ini.
Misalnya adalah ngaji Senin Kamis. Sesuai namanya, Ngaji Senin Kamis dilakukan di musholla setiap Sore di hari Senin dan Kamis. Ngaji yang diperuntukkan bagi ibu-ibu ini bersifat ngaji kuping, di mana beliau membaca kitab dan jama'ah tinggal mendengarkan. Contoh lainnya adalah kegiatan nariyahan yang dilakukan setiap malam Kamis.
Bukan hal mudah KH. Wasi'in memulai serangkaian kegiatan itu. Banyak omongan yang datang meskipun tak secara langsung diutarakan di depan beliau. Kebanyakan menganggap KH. Wasi'in belum pantas melakukan itu sebab dirinya hanyalah seorang pendatang. Bahkan, beberapa orang merasa iri dan dengki sebab eksistensinya kalah dari beliau.
Namun begitu, KH. Wasi'in tetap sabar dan santai menghadapi berbagai omongan. Hal itu dibuktikan dengan ketekunan dan keikhlasan beliau yang secara konsisten melanjutkan pengajaran keagamaan di masyarakat.
Perlahan demi perlahan perjuangan beliau diakui. Beliau kemudian begitu dicintai dan dihargai masyarakat. Masyarakat menaruh takdzim padanya. Tak heran jika kemudian beliau menjadi rujukan atas permasalahan umat yang dihadapi.
Selain tekun dan sabar dalam mengayomi umat, beliau juga terkenal piawai dalam menyelesaikan berbagai masalah.
3. Kepedulian KH Wasi'in pada Pendidikan
Salah satu pemikiran terbesar dalam hidup beliau adalah soal pendidikan. Pendidikan menjadi pilar penting dalam peradaban sebuah bangsa. Inilah yang menjadi perhatian besar beliau.
Pada tahun 6 Februari 1998, beliau mendirikan Majelis Taklim Sabilul Huda yang terletak hanya beberapa meter tak jauh dari rumahnya. Sesuai namanya, majlis taklim diperuntukkan sebagai tempat belajar agama Islam.
Terdapat dua pengajaran di majlis ta'lim tersebut, yaitu TPQ dan Madrasah Diniyah (Madin). TPQ sebagai pembelajaran membaca Qur'an dilakukan sehabis sholat Maghrib. Sedangkan Madin dilakukan sore hari dengan pembelajaran dari kitab-kitab dasar.
Pada awal pendiriannya, antusias anak-anak untuk mengaji begitu besar. Santri bukan saja mencakup dari warga Rowobulus Tengah saja, melainkan dukuh lain seperti Rowobulus Wetan, Bontotan Kaum, Rowobulus Lor, dan dukuh lain. Perlu diakui, majlis ta'lim ini berpengaruh besar terhadap peradaban warga sekitar.
Selain mendirikan Majelis Taklim, beliau juga memiliki andil dalam pembentukan Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) NU Karangdadap / SMP NU Karangdadap.
Tahun 2002 ketika terdapat program bantuan unit sekolah baru (USB) sekolah negeri atau swasta dari Bank Dunia dalam bentuk Block Grant melalui instansi Dinas Pendidikan Jawa Tengah, pengurus MWC dan aktivis NU akhirnya ingin mengajukan bantuan.
Setelah dipelajari, tenyata harus ada yang dipenuhi sebagai syarat. Syarat tersebut adalah harus memiliki tanah yang tidak terpisah seluas 5000 meter persegi. Dan menggunakan yayasan yang sudah beroperasi 5 tahun lebih.
Pada syarat pertama, setelah MWC NU Karangdadap, Banom NU, dan aktivis NU berhasil berkordinasi. Akhirnya kepala desa Karangdadap pada waktu itu (Bpk Saifullah S.Ag) bersedia menukar guling tanah bengkok seluas 7660 meter persegi dengan tanah yang harus disediakan oleh MWC NU Karangdadap.
Pada syarat kedua mengenai yayasan yang akan menanungi sekolah nantinya, para aktivas kemudian sowan ke KH. Wasi'in yang kala itu sebagai Syuriah NU. Akhirnya beliau menyarankan agar yayasan yang menanungi tersebut ialah LP Ma'arif NU Kabupaten. Beliau juga menyarankan nama sekolah antara SMP NU Karangdadap atau MTs NU Karangdadap.
Selanjutnya KH. Wasi'in bersama kyai dan tokoh lain berkunjung ke PCNU kala itu (KH. Saiful Bahri) serta ke LP Ma'arif NU Kabupaten Pekalongan (Bapak Khotim Muhammad). Diputuskanlah yayasan yang diajukan adalah LP Ma'arif NU Kabupaten Pekalongan.
Para kyai dan tokoh juga kemudian berkunjung ke salah seorang tokoh masyarakat Pekalongan yaitu Drs. H Bisri Romli, MM. Bisri Romli kemudian berkordinasi dengan Bupati, Ahmad Antono. Singkat cerita, terjalinlah sebuah MOU (perjanjian bersama) antara Pemkab dan LP Ma'arif NU. Isi MOU tersebut berisi bahwa Bantuan Block Grant dari Bank Dunia diberikan kepada MWC NU Karangdadap dengan nama SLTP NU Karangdadap.
Puncaknya, SLTP NU Karangdadap (SMP NU Karangdadap) diresmikan pada 31 Desember 2003 oleh Gubernur Jateng waktu itu, H Mardiyanto.
4. Kiprah beliau dalam memajukan NU
Semasa kedatangan KH. Wasi'in di Kebonrowopucang, kondisi sosial-budaya masyarakat Kebonrowopucang belum tertata secara rapih. Memang sudah ada NU, namun hanya bersifat kultural, belum struktural.
Kiprah beliau dalam NU dilakukan tahun 1980-an. Di desa tempat ia tinggal di Kebonrowopucang, beliau hadir sebagai tokoh kyai muda yang segar dan banyak pemikiran. Semasa itu, kemasan kegiatan keagamaannya masih dilakukan secara berkelompok di tiap dukuh. Belum ada sistem kegiatan yang terpusat.
Sebelum kehadiran KH Wasi'in, Kebonrowopucang memiliki Kyai Abdurrozaq (kyai Durojak) yang memiliki pengaruh di masyarakat. Kyai Durojak merupakan satu-satunya tokoh rujukan masyarakat waktu itu.
Beberapa tokoh kyai yang ada saat itu adalah Kyai Mukri, kyai Abdul Halim, Kyai Harun, Kyai Achmad Showy, dan kyai Abu Bakar. Seiring berjalan waktu tokoh-tokoh tersebut kemudian wafat.
Ringkas kata, beliau mampu mengorganisir NU di Kebonrowopucang. Melihat pemikirannya, masyarakat kemudian mempercayakan kepengurusan NU kepada beliau. Ia kemudian ditunjuk menjadi Syuriah Ranting.
Diantara yang menjadi kegiatan organisasi NU waktu itu ialah ngaji keliling dari satu dukuh ke dukuh lain. Beliau juga mengadakan batsul matsail setiap pertemuan NU. Dalam melakukan perjuangan itu, tentu ia tak sendiri. Salah satu yang selalu mendampingi perjalanan beliau adalah Bapak Rusdin Bakrie. Seorang murid sekaligus teman curhat yang selalu sedia memijati beliau ketika lelah.
Soal keuangan organisasi NU, Bapak Rusdin waktu itu banyak meminta bantuan kepada rekan-rekannya yang bekerja di Jakarta. Di sana, kelompok pekerja Kebonrowopucang di Jakarta memiliki perkumpulan sendiri bernama PWKJ (Paguyuban Warga Kebonrowopucang di Jakarta).
Tak hanya berkiprah di ranah Ranting saja, beliau juga berperan di kepengurusan MWC NU Karangdadap. Dalam kepengurusan di MWC, beliau menjadi kyai muda diantara kyai-kyai yang lebih senior, diantaranya Kyai Syansuri, KH Fasani, Kyai Sholyak, Kyai Sahal, Kyai Makmun Anwar, kyai Harun Ilyas, Kyai Mukri, Kyai Thohir, Kyai Kalyubi, Kyai Alwi, Kyai Achmad Showy, dan kyai Hasanuddin.
Sebab memilik pengalaman berorganisasi yang sangat luas, tak heran KH Wasi'in selalu terpilih menjadi pengurus dalam setiap Konferensi. Menurut Pak Khoirun Mukri, saat beliau aktif di IPNU PAC Karangdadap tahun 1993, Rois Syuriah MWC NU Karangdadap selalu diduduki beliau.
Dalam setiap kesempatan berbicara, KH Wasi'in selalu mengutarakan keinginannya untuk mendirikan Gedung sekretariat MWC NU agar seperti MWC lain. Ya, meski desa Karangdadap dan sekitarnya tempo itu masih menjadi bagian dari Kedungwuni Timur, namun melihat fakta yang ada, MWC Karangdadap dan organisasi lain di tahun itu sudah menamakan diri menjadi PAC, termasuk IPNU. Hingga pada tanggal 25 Agustus 2000, kecamatan Karangdadap resmi berdiri dan berpisah dari kecamatan Kedungwuni.
Peran besar perjuangan MWC NU kala itu adalah mendirikan sekolah SMP NU Karangdadap pada tahun 2003. Gedung MWC NU sendiri baru berdiri tahun 2011.
5. Keteladanan KH Wasi'in
KH Wasi'in merupakan kyai yang rendah hati dan punya visi yang jauh dalam berdakwah. Perjuangannya dalam memajukan pendidikan tak diragukan lagi.
Beliau juga selalu ikhlas dan sabar dalam mengayomi masyarakat. Suatu kali beliau sedang sakit dan waktu bersamaan ada kegiatan NU. Beliau bilang ke Pak Rusdin untuk tidak ikut, namun waktu itu Pak Rusdin membujuk agar beliau tetap hadir. KH Wasi'in pun menyanggupi asal dirinya dipijat selama kegiatan berlangsung.
Beliau juga dikenal sebagai orang yang tahu banyak permasalahan. Tak heran kemudian banyak orang meminta solusi kepadanya. Menurut Pak Rusdin, Pak Yai memiliki kepiawaian dalam menyelesaikan masalah. Beliau tegas jika melihat ada sebuah kesalahan, namun begitu beliau selalu memberi saran jalan keluar.
Pada 10 April 2010 menjadi hari duka bagi masyarakat Kebonrowopucang dan kecamatan Karangdadap. KH Wasi'in wafat pada usia 55 tahun. Masyarakat kehilangan tokoh pengayom yang begitu santun dan sabar.
Meski beliau wafat, beberapa peninggalannya masih langgeng sampai saat ini. Misalnya Majelis Taklim Sabilul Huda yang sekarang masih menjadi tempat anak-anak memperoleh pendidikan keagamaan.
Kegiatan yang pernah dilakukan beliau juga masih bertahan sampai sekarang. Ngaji Senin Kamis diteruskan oleh anaknya, Ustadz Furqon Hakim yang juga menjadi Syuriah di Ranting Kebonrowopucang. Ngaji pagi setiap Ahad dan Rabu di Musholla Sabilul Huda juga masih berjalan, jika dulu diisi Kyai Achmad Showy, sekarang diteruskan oleh Kyai Amin Abdurrozaq. Begitu pula Nariyahan setiap malam Kamis, rutinan sejak dulu itu juga masih berlanjut dan diteruskan oleh Ustadz Turmudhi. Kegiatan ngaji setiap malam Sabtu di Masjid dan Kegiatan Maulid Kangzus Sholawat yang pernah digagasnya masih tetap eksis. Termasuk pengajian keliling di dukuh Rowobulus Wetan, kegiatan itu juga terinspirasi dari apa yang dilakukan KH Wasi'in semasa hidup.
Beliau bukan saja Kyai yang mengayomi masyarakat, namun pemikiran-pemikiran beliau juga masih terus dipegang sampai saat ini.
*****
Sumber :
1. Bapak Rusdin Bakrie, santri sekaligus sahabat KH Wasi'in yang senantiasa mendampingi beliau semasa hidup dan kini menjadi Tanfidziah NU Ranting Kebonrowopucang
2. Bapak Ustad Furqon Hakim, Putra KH Wasi'in, penerus perjuangan ayahandanya dalam mengajar agama dan mengasuh majlis ta'lim Sabilul Huda. Kini, menjadi ketua Syuriah NU Ranting Kebonrowopucang.
3. Hj. Kholipah, istri KH Wasi'in bin Wasadi.
4. Tulisan-tulisan Bapak Khoirun Mukri, guru saya, di blog pribadi dan blog MWC NU Karangdadap. Beliau, sekretaris MWC NU Karangdadap.
Demikian tulisan biografi ini dibuat. Sebelumnya, tulisan ini pernah diikutkan dalam lomba menulis biografi tokoh yang diadakan PC IPNU IPPNU dalam Porseni di Tirto dan mendapat juara 2. Namun begitu, tulisan ini masih mungkin adanya perubahan dan penyempurnaan, terlebih data dan narasumber yang belum banyak dan lengkap. Dan jika pembaca menemukan ketidakpasan atau kesalahan sejarah, mohon untuk segera mengabari kami untuk perbaikan tulisan.
Penulis: Syariful Anam
1 Respon
Per tanggal 20 Maret, penulis mendapat masukan dari seseorang adanya kemungkinan kekeliruan. Tulisan ini masih perlu banyak refrensi untuk penyempurnaan. Penulis dan tim sedang mencoba untuk mencari refrensi yang lebih mendalam untuk menyempurnakan penulisan biografi ini. Terimakasih
BalasHapus