Salah satu hal tersulit yang dilakukan cah enom sekarang adalah bangun subuh dan tidak melanjutkan tidur lagi. Sepengamatanku, hanya 2 dari 10 temanku yang bisa melakukannya. Aku, sudah barang pasti tidak masuk barang langka itu.
Ada banyak faktor. Tapi tidur malam adalah pemicu utamanya. Orang-orang jaman dulu masih banyak yang bisa tidur jam 10 karena tidak ada distraksi. Sehingga bisa bangun pagi dengan keadaan bugar. Beda halnya jaman sekarang dengan banyaknya distraksi mulai dari handphone sampai tv yang menjadikan jam tidur menjadi sangat malam.
Aku sendiri bangun kurang lebih jam 8. Habis subuhan pasti tidur. Bagaimana tidak begitu jika jam tidurku saja selalu diatas jam 12 malam. Kadang jam 1 kadang jam 2, dan tak sekali dua sampai jam 3. Dulu ketika masih covid malah sering begadang dan baru tidur menjelang subuh.
Tapi ada sebuah masa, di mana habis subuhan, aku tidak tidur dan punya produktivitas pagi. Itu terjadi bertahun-tahun yang lalu. Aku lupa persis kapannya. Yang jelas, produktivitas itu menjadi masa lalu yang bisa ditarik lagi menjadi masa kini.
Saat masih sekolah, terlebih ketika SMP dan MA, aku nyaris tidak pernah tidur habis subuhan. Apa yang aku lakukan? Aku ngliwet nasi. Percaya atau tidak, aku bisa ngliwet nasi. Dulu. Tidak tahu kalau sekarang.
Aku selalu bangun subuh dan berjamaah di mushola. Tapi sebelum ke mushola, aku menjarang air lalu kutinggal ke mushola—kalau dipikir-pikir, berani juga ya aku meninggalkan kompor dalam keadaan nyala.
Balik dari mushola pasti air sudah mendidih. Sebagian air aku gunakan untuk buat teh satu ceret. Air sisanya untuk ngliwet. Menaruh sarangan ke triyum, lalu memasukkan beras yang sudah kucuci. Setelahnya aku meninggalkankan liwetan dan darusan sebentar membaca surat alwaqiah atau arrohman. Omong-omong, aku bercerita kok seperti Jejak Si Gundul, ya?
Begitu rutinitasku pada subuh pagi hari masa sekolah. Aku lebih punya waktu untuk melakukan banyak hal. Memastikan tidak ada buku pelajaran yang tertinggal. Dan bisa berangkat sekolah dengan tenang tanpa gugup.
Namun semenjak terkena sakit yang cukup lama, terlebih ketika sedang parah-parahnya, tak ada lagi rutinitas semacam itu. Baru setelah beberapa bulan perawatan, ada aktifitas lagi sehabis subuh. Yakni jalan kaki di lapangan bola dan berjemur sebagai terapi. Aku melakukannya berminggu-minggu.
Setelah melewati dua tahun dalam perawatan dan sembuh, sehabis subuhan aktifitasku lebih sering tidur lagi. Tapi ada masa-masa di mana aku mendobrak kemalasan dan memaksa bangun pagi. Seperti jalan kaki, olahraga, dan baca buku pagi. Tapi hanya bertahan beberapa minggu saja dan kembali ke setelan awal.
Kebiasaan itu masih bertahan hingga kini. Aku selalu tidur lagi sehabis subuhan. Tentu saja, ada keinginan dalam diriku untuk kembali melakoni rutinitas pagi yang memaksaku untuk tidak tidur lagi habis subuhan.
17 Juli 2023