• Halaman Awal
  • Diri Sendiri
facebook instagram Email

Anam Sy


Salah satu hal tersulit yang dilakukan cah enom sekarang adalah bangun subuh dan tidak melanjutkan tidur lagi. Sepengamatanku, hanya 2 dari 10 temanku yang bisa melakukannya. Aku, sudah barang pasti tidak masuk barang langka itu.

Ada banyak faktor. Tapi tidur malam adalah pemicu utamanya. Orang-orang jaman dulu masih banyak yang bisa tidur jam 10 karena tidak ada distraksi. Sehingga bisa bangun pagi dengan keadaan bugar. Beda halnya jaman sekarang dengan banyaknya distraksi mulai dari handphone sampai tv yang menjadikan jam tidur menjadi sangat malam.

Aku sendiri bangun kurang lebih jam 8. Habis subuhan pasti tidur. Bagaimana tidak begitu jika jam tidurku saja selalu diatas jam 12 malam. Kadang jam 1 kadang jam 2, dan tak sekali dua sampai jam 3. Dulu ketika masih covid malah sering begadang dan baru tidur menjelang subuh.

Tapi ada sebuah masa, di mana habis subuhan, aku tidak tidur dan punya produktivitas pagi. Itu terjadi bertahun-tahun yang lalu. Aku lupa persis kapannya. Yang jelas, produktivitas itu menjadi masa lalu yang bisa ditarik lagi menjadi masa kini.

Saat masih sekolah, terlebih ketika SMP dan MA, aku nyaris tidak pernah tidur habis subuhan. Apa yang aku lakukan? Aku ngliwet nasi. Percaya atau tidak, aku bisa ngliwet nasi. Dulu. Tidak tahu kalau sekarang.

Aku selalu bangun subuh dan berjamaah di mushola. Tapi sebelum ke mushola, aku menjarang air lalu kutinggal ke mushola—kalau dipikir-pikir, berani juga ya aku meninggalkan kompor dalam keadaan nyala.

Balik dari mushola pasti air sudah mendidih. Sebagian air aku gunakan untuk buat teh satu ceret. Air sisanya untuk ngliwet. Menaruh sarangan ke triyum, lalu memasukkan beras yang sudah kucuci. Setelahnya aku meninggalkankan liwetan dan darusan sebentar membaca surat alwaqiah atau arrohman. Omong-omong, aku bercerita kok seperti Jejak Si Gundul, ya?

Begitu rutinitasku pada subuh pagi hari masa sekolah. Aku lebih punya waktu untuk melakukan banyak hal. Memastikan tidak ada buku pelajaran yang tertinggal. Dan bisa berangkat sekolah dengan tenang tanpa gugup.

Namun semenjak terkena sakit yang cukup lama, terlebih ketika sedang parah-parahnya, tak ada lagi rutinitas semacam itu. Baru setelah beberapa bulan perawatan, ada aktifitas lagi sehabis subuh. Yakni jalan kaki di lapangan bola dan berjemur sebagai terapi. Aku melakukannya berminggu-minggu.

Setelah melewati dua tahun dalam perawatan dan sembuh, sehabis subuhan aktifitasku lebih sering tidur lagi. Tapi ada masa-masa di mana aku mendobrak kemalasan dan memaksa bangun pagi. Seperti jalan kaki, olahraga, dan baca buku pagi. Tapi hanya bertahan beberapa minggu saja dan kembali ke setelan awal.

Kebiasaan itu masih bertahan hingga kini. Aku selalu tidur lagi sehabis subuhan. Tentu saja, ada keinginan dalam diriku untuk kembali melakoni rutinitas pagi yang memaksaku untuk tidak tidur lagi habis subuhan.


17 Juli 2023

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Masih tidak habis pikir dengan kemampuan yang tak banyak kumiliki, tapi selalu saja dapat mandat yang tidak mudah. Seperti tidak ditakdirkan untuk menjadi manusia biasa. Mulai dari jadi guru ngaji Madin, jadi ketua suatu organisasi, dan sekarang, jadi ketua pemuda dukuh.

Setiap sesuatu pasti ada sesuatu. Barangkali itu yang belum aku mengerti. Sikap yang aman yang bisa aku lakukan adalah menerima dan menjalaninya tanpa perlu banyak tanya. Sebab, kalau mau melihat diri sendiri, aku banyak kekurangan. Sangat banyak.

Yang paling terasa adalah kecenderunganku yang sering nganggur. Selama 5 tahun lebih, aku masih bertahan di pekerjaan yang sama. Selama itu, masa menganggur sering terjadi. Kalau mau dibilang, pekerjaan ini tidak ada progresivitas. Gitu-gitu aja dari dulu. Makanya berkali-kali pula aku ingin keluar. Meski sampai sekarang selalu tidak punya keberanian untuk mewujudkan itu.

Pertama, karena kekosongan waktu yang terjadi bisa kumanfaatkan untuk kepentingan di organisasi. Partnerku (ketua yang perempuan) bekerja di sebuah pabrik. Sementara jajaran pengurusku, terlebih wakil dan PH, sama-sama tak memiliki fleksibilitas soal waktu. Mungkin ini agak berlebihan. Tapi terus terang, kalau bukan aku bakal siapa lagi? Makanya aku tidak (menunda) untuk keluar dari pekerjaan sekarang.

Alasan kedua lebih ke area personal. Kalau mau keluar, pekerjaan apa yang bisa aku masuki. Sementara, aku masih belum memiliki skil tertentu. Kalau nekat memutuskan keluar lalu akhirnya menganggur, pasti akan lebih tidak jelas. Sekalipun, sekali lagi, bekerja ditempat sekarang saja sudah sering menganggur.

Aku masih takut akan masa depan. Tapi aku juga tahu, kalau aku tidak membuat keputusan krusial dalam hidup, aku akan begini-begini saja sampai tua. Aku mulai memikirkan jalan tengah. Maka beginilah skenarionya.

Dua bulan lagi, masa jabatanku sebagai ketua akan purna. Itu artinya, alasan pertama tetap bertahan di pekerjaan ini sudah gugur. Tersisa satu alasan yakni soal 'apa pekerjaanku setelahnya'.

Dalam lingkunganku, rata-rata pekerjaan yang dilakukan adalah penjahit. Ini bahkan sudah turun temurun. Keluargaku saja semuanya penjahit—kecuali bapak yang kini jadi kuli bangunan. Tapi tidak bagiku, aku tidak menginginkan menjadi penjahit. Sehingga aku tidak pernah belajar untuk bisa menjadi penjahit. Kalau mau cari aman sejak dulu, aku pastinya memilih itu. Kenyataannya, aku tidak memilih itu.

Lalu apa yang bisa aku perbuat? Pertanyaan menarik dan sulit. Aku tidak bisa dengan mudah menjawabnya.

Bayanganku sejak dulu adalah bekerja sebagai penulis. Tapi aku sadar diri, menjadikan menulis sebagai pekerjaan bukan sesuatu yang mudah. Aku bisa memulainya dengan menulis freelance. Aku pernah melakukannya setahun yang lalu. Meski baru satu projek yang pernah aku dapatkan yang nominal upahnya 150.000 dari menulis 5 artikel, tapi itu sudah cukup untuk melihat cara kerjanya seperti apa.

Kalau mau sedikit nekat untuk mencoba sesuatu yang baru, aku akan memanfaatkan sedikit kemampuan yang kumiliki. Misalnya sedikit kemampuanku dalam berbicara. Belakangan ini sedang gencar-gencarnya bisnis online memasarkan produknya dengan live baik di Tiktok maupun di Shopee. Sepertinya ada peluang untukku di sana. Aku merasa bisa untuk (setidaknya) mencobanya.

Pada akhirnya, pandanganku saat ini adalah bekerja freelance. Bisa freelance live produk, bisa freelance menulis, dan tidak menutup kemungkinan freelance bentuk lain.

Plan ini sudah seharusnya aku pikirkan sejak sekarang. Aku akan pikirkan matang-matang setelah kegiatan akbar organisasi 28 Juli nanti selesai. Sudah seharusnya aku berani untuk mengambil satu keputusan.


15 Juli 2023

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

Hari ini, kekasihku untuk kali pertama tak mengucapkan selamat pagi meski aku tahu ia sudah bangun lebih dulu. Juga untuk pertama kali tidak membalas pesanku hingga berjam-jam. 

Semalam, ia kesal denganku. Muak. Begitu katanya. Aku menanyakan beberapa kali kenapa alasannya. Tapi selalu dijawabnya tidak apa-apa. Menjelang tidur aku bertanya lagi, yang kemudian ia balas: pikir saja sendiri. Aku sempat menduga kekesalannya gara-gara komentar saya dengan seseorang di live Instagram seorang kawan, tapi ternyata bukan.

Ia baru mengutarakan alasan kekesalannya di penghujung malam ketika aku sudah tidur. Aku membacanya sehabis bangun tidur subuh-subuh.

Aku membalasnya langsung, berharap ia membacanya ketika bangun. Tapi hingga jam 10.30, ia belum kunjung online. Sesuatu yang pasti disengaja. Barangkali agar aku tahu rasanya pesan yang tak kunjung dibalas.

Sekarang, aku sudah tau apa yang ia rasakan. Maafkan aku sayang. I love tv one. I love Dewi Persik. I love Perindo. I love you.


Update:

Ternyata, kekasihku sedang jalan-jalan sama temennya. Kepastian itu aku dapat dari live Instagram miliknya. Have fun sayang.



15 Juli 2023



Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Akhir-akhir ini saya sedang kelimpungan untuk bikin naskah drama untuk pementasan Gebyar Muharram di desa saya Kebonrowopucang. Ternyata, tidak mudah untuk membuat satu rangkaian cerita untuk disuguhkan ke masyarakat. Yang paling sulit adalah menyajikan sesuatu yang bukan hanya menjadi tontonan namun juga tuntunan.

Sejauh ini, saya masih merangkai gimick-gimicknya saja. Belum sampai menemukan esensi ide cerita. Mengemas isi dibalur humor memerlukan kecerdasan intiliktuil. Intiliktuilitas inilah yang belum saya miliki.

Setiap kali menggarap naskah, saya selalu gagal menyelesaikannya dalam sekali duduk. Setiap berusaha menulis, selalu mandek berkali-kali kehabisan ide.

Bahkan sampai H-17 sekarang, masih dua babak yang sudah tergambar nyata di pikiran, itupun belum saya tulis semua. Artinya, masih belum sampai separuh. Idealnya, butuh lima babak cerita agar durasi tidak terlalu panjang dan tidak pula terlalu pendek.

Sepagi tadi, saya merancang untuk bisa memulai menuliskan semuanya secara spontan. Beberapa kali cara ini berhasil mendobrak kebuntuan ide. Tapi kali ini sepertinya belum waktunya. Saya masih mandek juga. Padahal saya sudah niatkan untuk menulis naskah 6 jam berturut-turut.

Saat saya sedang menulis ini, waktu sudah dhuhur. Yang berhasil saya tulis masih sebagian dari babak pertama. Saya putuskan untuk break siang dulu barang satu jam sebelum saya memutuskan untuk tancap gas menulis lagi sampai sore.


Naskah Drama Sebelum-sebelumnya

Sejak adanya Gebyar Muharram, drama menjadi satu hal yang tak bisa dipisahkan. Ketika menyebut Gebyar Muharram, ingatan yang paling dulu muncul adalah drama. Menjadi sangat ikonik kemudian ketika drama selalu menjadi pijakan pengingat waktu akan periode siapa waktu hal itu terjadi. Sejauh ini, drama paling ikonik adalah drama perjuangan melawan penjajah. Drama sewaktu periodenya mas Abdullah.

Selama pelaksanaan Gebyar Muharram, naskah drama selalu dibuat oleh Pak Misbah. Paling terakhir adalah drama 'anak polah wong tuo kepradah' Gebyar Muharram tahun 2019 silam.

Untuk edisi kali ini, sebetulnya saya dan rekan-rekan lain sudah sowan ke beliau untuk meminta dibuatkan drama. Beliau mengiyakan namun sekaligus tidak menjanjikan. Menurut pengakuannya, drama yang dulu-dulu selalu muncul saat-saat yang tidak terduga. Misal lagi duduk-duduk, tiba-tiba muncul ide. Saat saya berkunjung lagi di satu kesempatan, beliau mengaku sempat ada gambaran ide, namun sayangnya, tidak dicatatnya.

Di satu sisi, kami mencoba untuk bikin naskah sendiri. Sekali lagi, mencoba. Mencoba untuk membuat naskah sendiri. Pada percobaan pertama, umumnya hasilnya pasti gagal. Masih ada 16 hari lagi untuk tahu apakah percobaan ini akan berhasil atau gagal. Kita lihat saja.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Newer Posts
Older Posts

Info

Tayang seminggu dua kali

Mutualan, Yuk

  • facebook
  • instagram
  • youtube

Kategori

IPNU

Postingan Viral

Catatan

Sementara kosong dulu, seperti hatiku

Facebook

Isi Blog

  • ►  2024 (15)
    • ►  Apr 2024 (1)
    • ►  Mar 2024 (4)
    • ►  Feb 2024 (1)
    • ►  Jan 2024 (9)
  • ▼  2023 (11)
    • ►  Des 2023 (3)
    • ►  Nov 2023 (1)
    • ►  Sep 2023 (3)
    • ▼  Jul 2023 (4)
      • Duh, Habis Subuhan Kok Tidur!
      • Sebuah Plan Biar nGgak Nganggur Terus
      • Kekasihku Kesal
      • Bikin Naskah Drama Gebyar Muharram Kebonrowopucang
  • ►  2022 (46)
    • ►  Nov 2022 (7)
    • ►  Okt 2022 (7)
    • ►  Sep 2022 (6)
    • ►  Agu 2022 (4)
    • ►  Jul 2022 (9)
    • ►  Mei 2022 (4)
    • ►  Jan 2022 (9)
  • ►  2021 (22)
    • ►  Des 2021 (5)
    • ►  Sep 2021 (3)
    • ►  Agu 2021 (6)
    • ►  Jun 2021 (1)
    • ►  Mar 2021 (7)
  • ►  2020 (14)
    • ►  Des 2020 (1)
    • ►  Nov 2020 (2)
    • ►  Jul 2020 (2)
    • ►  Jun 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  Apr 2020 (1)
    • ►  Mar 2020 (2)
    • ►  Feb 2020 (4)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Mar 2019 (1)
    • ►  Feb 2019 (1)
    • ►  Jan 2019 (1)
  • ►  2018 (57)
    • ►  Okt 2018 (7)
    • ►  Sep 2018 (5)
    • ►  Jul 2018 (11)
    • ►  Jun 2018 (3)
    • ►  Mei 2018 (4)
    • ►  Apr 2018 (2)
    • ►  Mar 2018 (5)
    • ►  Feb 2018 (12)
    • ►  Jan 2018 (8)
  • ►  2017 (71)
    • ►  Des 2017 (7)
    • ►  Nov 2017 (20)
    • ►  Okt 2017 (10)
    • ►  Sep 2017 (8)
    • ►  Agu 2017 (8)
    • ►  Jul 2017 (9)
    • ►  Jun 2017 (5)
    • ►  Mei 2017 (4)

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates