• Halaman Awal
  • Diri Sendiri
facebook instagram Email

Anam Sy



Siang edisi 8 September 2023 ini panas sekali. Kamis yang biasanya menjadi yaumul hisab hari perhitungan untuk pocoan, kali ini saya harus absen dulu karena sedang menganggur. Jadilah cuacanya semakin gerah.

Seharian ini saya hanya berada di atas kasur saja. Berselancar di atas papan ketik. Scrolling medsos dan menulis random. Tidak ada gairah untuk melakukan hal lain entah pergi atau melakukan apa. Malas yang sungguh sistematis. Sebetulnya saya benci kemalasan semacam ini. Tapi pekerjaan sekarang lah yang membentuknya. Apa boleh buat.

Terik cahaya matahari menembus jendela kamar dan menyorot ke sisi kasur. Menjelma panas dan pengap. Mengundang keringat. Di kamar ini, tak ada kipas. Tak ada udara. Juga tidak ada ruang lain untuk saya beranjak. Saya masih tetap di sini. Mendekap bosan dalam pengap yang menggerahkan.

Dalam kondisi semacam ini, saya cenderung merasa tidak berguna sebagai manusia. Orang-orang punya jadwal padat dalam pekerjaan mereka. Punya rutinitas dan pemasukan yang stabil. Sedangkan saya seperti seorang yang terlantar. Tak punya pandangan untuk di dan ke mana.

Saya jadi kembali meragukan pekerjaan saya lagi. Sering sekali pekerjaan ini membuat saya berdiam diri di rumah untuk jangka waktu yang lama. Lima tahun saya bekerja di sana. Selama lima tahun itu, jumlah liburnya saya kira menyamai jumlah berangkatnya. Saking seringnya pekerjaan ini sepi.

Loyalitas yang saya berikan, toh nyatanya tidak sebanding dengan apa yang saya dapatkan. Pekerjaan ini memang sudah mengibarkan bendera kuning sejak lama. Tetapi karena loyalitas tadi, entah bendera kuning atau merah yang berkibar, saya masih memilih bertahan.

Lama kelamaan, semakin seringnya saya nganggur, saya mulai bersiap angkat kaki dari pekerjaan ini. Saya sadar, saya sudah dewasa. Saya memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi sekarang. Dan mohon maaf, pekerjaan ini sudah tidak bisa membekingi itu.

Kalau mau hitung-hitungan, dan saya memang punya catatannya, rata-rata penghasilan saya dari pekerjaan ini adalah 1,3 juta per bulan. Atau kalau mau di hitung per minggu berkisar 300 ribu per minggu. Kecil? Jangan kaget, angka itu terjadi karena saya lebih banyak nganggurnya. Misalnya saja bulan Juni dan Juli tahun ini, percaya atau tidak, saya tidak kerja sama sekali. Dan hal semacam ini juga terjadi di tahun-tahun sebelumnya.

Roman-romannya, melihat perjalanan pekerjaan ini dari awal hingga sekarang, saya memang harus mulai memutuskan untuk hengkang. Kalau tidak, saya akan terjebak dalam kelindan yang sama. Progres pekerjaan ini tidak signifikan. Ditambah, owner malah mencoba keberuntungan lain dengan berjualan online. Kalau dia saja sampai pegang yang lain, itu artinya ada yang tidak baik-baik saja dari pekerjaan ini.

Saya tidak mau lagi terus-menerus terjebak dalam situasi ketidakjelasan. Karenanya, saya perlu berhenti dari pekerjaan ini secepatnya dan mencari kerja pengganti. Saya tahu, ini akan jadi PR besar mengingat saya tidak punya skill keahlian apapun. Tapi kalau saya tidak memutuskan hal ini, persoalannya akan mbulet terus dan semakin kompleks. Pertanyaannya sekarang adalah, lebih baik pengangguran atau bekerja di suatu pekerjaan tetapi libur terus?



Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Hari ini pacarku sedang sibuk dengan aktivitas bikin buket yang harus selesai sore ini. Selain itu, di kepalanya, terngiang banyak tugas di depan mata. Mulai tugas kuliah, ulangan ngaji, dan ada pemeriksaan buku ngaji.

Sebagai pacar, saya hanya menawarkan diri untuk jadi pelampias kalau-kalau dia kesal. Saya ikhlas, tulis pesan saya. Saya kira ini sudah cukup aman untuk membuatnya tenang dan diperhatikan. Namun belum selesai di situ, tiba-tiba dia mengirim pesan balasan yang cukup menohok.

"Memangnya nggak ada keinginan untuk bantu apa?"

Pertanyaan yang sangat menjebak. Saya berkunjung ke rumahnya bisa dihitung dengan jari. Itu saja setengahnya terjadi ketika bapak ibunya keluar, biasanya di malam hari. Sementara, latar waktu sekarang adalah pagi hari. Yang notabene bapaknya sudah di rumah.

Hari ini adalah hari Kamis. Waktu biasanya orang-orang ngebut bekerja sebelum sore dapat upah. Apa yang bisa dilakukan oleh saya di hari Kamis yang nganggur. Tentu saja saya ingin datang ke rumah pacar saban hari kalau bisa, tetapi hal itu tentu saja tidak etis. Ada norma yang berlaku.

Termasuk hari ini, kalau mau, saya bisa saja datang ke rumahnya sejak pagi tadi. Membantunya membuat buket untuk deadline sore hari. Namun, apa yang bisa muncul dari kehadiran saya di sana. Termasuk tetangga-tetangganya yang secara tidak langsung bertindak sebagai kontrol sosial. Pasti akan ada omongan yang tidak-tidak. Sejak awal saya sudah mengatakan pada pacar, saya belum siap untuk itu.

Hubungan yang saya jalani sekarang adalah hubungan yang privasi dan rahasia. Sebisa mungkin begitulah yang kami usahakan. Saya memang belum siap jika banyak orang yang secara gamblang tahu hubungan kami. Meski kemudian orang bakal tahu, itu pasti. Tapi setidaknya hubungan ini tidak membuat geger lingkungan sana secara tiba-tiba. Seperti bunga, saya menginginkan di mata orang hubungan ini mekar perlahan. Lalu tercium oleh mereka satu-persatu. Semoga pacarku tahu hal ini. 

"Mas bisa bantu apa, Sayang?"

Itu adalah balasan saya. Secara narasi, memang agak blunder. Saya tahu itu. Mestinya saya tidak perlu tanya bisa bantu apa. Saya tahu, yang dibutuhkannya adalah kehadiran saya untuk menenangkannya dari hari-hari yang padat seperti sekarang.

Tapi kami baru saja vc. Dia memperlihatkan aktivitasnya merangkai buket. Setengahan jam lebih saya melihat tangannya bergerak ke kanan kiri menyobek solasi dan selebihnya suara kresek-kresek. Beberapa saat kemudian selesai juga buketnya.

Dia lantas berbaring. Matanya agak sendu. Dia harus berangkat kuliah setelah ini. Tiba-tiba, dia menangis. Saya menenangkannya. Memang berat menjadi dirinya. Selain harus fokus kuliah juga harus fokus ngaji. Menangislah dulu sampai tenang, kata saya. Sepuluh menit berlalu, dia menghapus air matanya. Mau siap-siap berangkat, ujarnya. Saya ucapkan kalimat penenang sekali lagi, juga untuk hati-hati di jalan. Vc kemudian mati.

Menjadi pacar perempuan yang memiliki kesibukan belajar memang harus ekstra bisa menguatkan. Sebab itulah salah satu tujuan mengapa dia mau berpacaran. Saya memahami hal itu. Pasti akan ada lagi hal-hal yang mengganggu pikiran dan mentalnya. Peran itulah yang mesti saya ambil. Peran untuk menguatkan, menenangkan, dan mendampingi masa sulitnya.



Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

Kendati sudah pernah ngeblog sejak 2018 bukan berarti saya bisa dengan mudah untuk melakukannya lagi. Saya sudah seringkali bilang, konsistensi itu sulitnya minta ampun.

Sebetulnya sudah berkali-kali saya mengatakan akan fokus menulis di blog ini. Beberapa tulisan tentang tekad itu bahkan sudah tayang di sini. Tapi apa yang terjadi, tidak ada yang benar-benar mulus. Saya menulis di blog ini hanya beberapa kali saja dalam setahun. Bahkan lebih banyak tidak menulisnya daripada menulisnya.

Bagaimana dengan sekarang?

Lagi-lagi saya tidak menjanjikan akan sering menulis di blog ini. Menulis hanya jika ingin menulis saja. Yang jelas, pertanyaan saya di atas setidaknya sudah menepuk bahu saya bahwa ada blog yang bisa diisi.

Ada perbedaan pandangan soal blog ini dulu dan sekarang. Dulu saya berambisi sekali blog ini muncul iklannya dan saya bisa dapat uang dari adsense. Tapi berjalannya waktu, apa yang saya kerahkan belum bisa memantaskan diri berharap sebesar itu.

Sekarang mari lihat saja, blog saya saja masih berdomain gratisan. Maka saya katakan memang belum layak untuk bisa berharap banyak dari sini.

Lalu apa yang saya lihat dari blog saya sekarang?

Sama sekali saya sudah membuang jauh keinginan bisa dapat uang dari adsene. Terlalu muluk menurut saya. Saya melihat blog ini sekarang lebih sederhana. Bahwa blog ini adalah media yang bisa saya gunakan untuk menaruh tulisan-tulisan saya. 

Melihat perkembangan blog dari awal yang memang sepi pengunjung, maka di sini saya seharusnya bisa menuliskan apa saja yang saya suka. Toh tidak ada yang melihat. Bahasa sederhananya adalah blog ini tempat saya belajar menulis.

Dengan pandangan yang lebih sederhana soal blog ini, maka saya tidak menuntut apapun. Ibarat lahan kosong di belakang rumah, saya bisa bermain apa saja tanpa perlu rasa malu. Jika pun ada yang melihat, paling sekadar lewat dan tidak sengaja. Itupun tetangga.

Kalau berpikirnya sudah sederhana seperti ini, mungkin saya akan banyak menulis di blog ini. Saya akan lebih banyak bereksperimen menulis.

Dan agaknya saya perlu menceritakan hal ikhwal kenapa saya bisa menulis begini. Beberapa hari ini, saya menganggur. Memiliki kecenderungan menghabiskan waktu seharian hanya untuk scrooling medsos membuat saya merasa menyesal dan tidak memanfaatkan waktu dengan baik.

Akhirnya, saya bertekad untuk fokus menulis kembali. Tapi kali ini dengan trik yang berbeda. Biasanya saya menulis dengan salah satu dari tiga cara ini. Pertama, menulis di laptop. Kedua, menulis di buku. Atau ketiga, menulis di hape.

Cara pertama adalah cara yang dulu pernah lakukan. Namun berhubung laptop sedang error dan belum punya uang untuk memperbaiki, menulis di laptop belum bisa dilakukan. 

Cara yang kedua juga tidak lagi saya gunakan. Menulis di buku ternyata merepotkan. Saja lebih sering coret-coret tidak jelas alih-alih menulis itu sendiri. Jikapun ada tulisan di buku yang bagus dan ingin saya posting di Instagram ataupun blog, saya perlu menulis ulang lagi di hape. Sehingga pilihan yang tepat agar tidak menulis dua kali, tentu saja menulis langsung di hape.

Ini adalah cara ketiga. Menulis di hape. Tapi seperti yang saya katakan di atas, ada perbedaan. Sebelum-sebelumnya, ketika saya menulis di hape saya selalu menggunakan kedua jempol untuk mengetik.

Tapi sekarang, saya menemukan cara baru yang agak tricky. Cara tersebut adalah saya menggunakan jari telunjuk dan jari tengah kedua tangan untuk mengetik. Sensasi yang saya rasakan mirip-mirip seperti mengetik tombol keyboard laptop. Percayalah, hal ini menstimulasi saya untuk menulis dengan cepat dan fokus.  

Ada perbedaan memang. Menggunakan jari tengah dan jari telunjuk memberi sinyal pikiran bahwa aktivitas yang akan saya lakukan adalah menulis. Karena saya punya pengalaman menulis di laptop lumayan sering. Ingatan itu membantu pikiran bahwa 'oh sekarang waktunya menulis'. 

Berbeda dengan jika menggunakan jempol. Jika menulis dengan jempol, pikiran bawah sadar akan mengingatkan saya pada aktivitas scrolling media sosial. Semula ingin menulis malah jadi melipir melihat Instagram atau YouTube short dan tenggelam di sana. Sampai lupa menulis.

Dengan cara baru yang bisa membuat saya fokus ini, saya sekarang lebih percaya diri dalam menulis. Mari kita lihat akan seberapa banyak tulisan yang saya bikin setelah ini. Kalau ternyata masih jarang juga, berarti fix, saya memanglah pemalas.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Newer Posts
Older Posts

Info

Tayang seminggu dua kali

Mutualan, Yuk

  • facebook
  • instagram
  • youtube

Kategori

IPNU

Postingan Viral

Catatan

Sementara kosong dulu, seperti hatiku

Facebook

Isi Blog

  • ►  2024 (15)
    • ►  Apr 2024 (1)
    • ►  Mar 2024 (4)
    • ►  Feb 2024 (1)
    • ►  Jan 2024 (9)
  • ▼  2023 (11)
    • ►  Des 2023 (3)
    • ►  Nov 2023 (1)
    • ▼  Sep 2023 (3)
      • Terik Matahari Dan Kibar Bendera Kuning Pekerjaan
      • Tangisan Kekasih dan Peran Untuk Menenangkan
      • Ngeblog Lagi? Memangnya Berani?
    • ►  Jul 2023 (4)
  • ►  2022 (46)
    • ►  Nov 2022 (7)
    • ►  Okt 2022 (7)
    • ►  Sep 2022 (6)
    • ►  Agu 2022 (4)
    • ►  Jul 2022 (9)
    • ►  Mei 2022 (4)
    • ►  Jan 2022 (9)
  • ►  2021 (22)
    • ►  Des 2021 (5)
    • ►  Sep 2021 (3)
    • ►  Agu 2021 (6)
    • ►  Jun 2021 (1)
    • ►  Mar 2021 (7)
  • ►  2020 (14)
    • ►  Des 2020 (1)
    • ►  Nov 2020 (2)
    • ►  Jul 2020 (2)
    • ►  Jun 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  Apr 2020 (1)
    • ►  Mar 2020 (2)
    • ►  Feb 2020 (4)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Mar 2019 (1)
    • ►  Feb 2019 (1)
    • ►  Jan 2019 (1)
  • ►  2018 (57)
    • ►  Okt 2018 (7)
    • ►  Sep 2018 (5)
    • ►  Jul 2018 (11)
    • ►  Jun 2018 (3)
    • ►  Mei 2018 (4)
    • ►  Apr 2018 (2)
    • ►  Mar 2018 (5)
    • ►  Feb 2018 (12)
    • ►  Jan 2018 (8)
  • ►  2017 (71)
    • ►  Des 2017 (7)
    • ►  Nov 2017 (20)
    • ►  Okt 2017 (10)
    • ►  Sep 2017 (8)
    • ►  Agu 2017 (8)
    • ►  Jul 2017 (9)
    • ►  Jun 2017 (5)
    • ►  Mei 2017 (4)

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates