Seharian ini saya hanya berada di atas kasur saja. Berselancar di atas papan ketik. Scrolling medsos dan menulis random. Tidak ada gairah untuk melakukan hal lain entah pergi atau melakukan apa. Malas yang sungguh sistematis. Sebetulnya saya benci kemalasan semacam ini. Tapi pekerjaan sekarang lah yang membentuknya. Apa boleh buat.
Terik cahaya matahari menembus jendela kamar dan menyorot ke sisi kasur. Menjelma panas dan pengap. Mengundang keringat. Di kamar ini, tak ada kipas. Tak ada udara. Juga tidak ada ruang lain untuk saya beranjak. Saya masih tetap di sini. Mendekap bosan dalam pengap yang menggerahkan.
Dalam kondisi semacam ini, saya cenderung merasa tidak berguna sebagai manusia. Orang-orang punya jadwal padat dalam pekerjaan mereka. Punya rutinitas dan pemasukan yang stabil. Sedangkan saya seperti seorang yang terlantar. Tak punya pandangan untuk di dan ke mana.
Saya jadi kembali meragukan pekerjaan saya lagi. Sering sekali pekerjaan ini membuat saya berdiam diri di rumah untuk jangka waktu yang lama. Lima tahun saya bekerja di sana. Selama lima tahun itu, jumlah liburnya saya kira menyamai jumlah berangkatnya. Saking seringnya pekerjaan ini sepi.
Loyalitas yang saya berikan, toh nyatanya tidak sebanding dengan apa yang saya dapatkan. Pekerjaan ini memang sudah mengibarkan bendera kuning sejak lama. Tetapi karena loyalitas tadi, entah bendera kuning atau merah yang berkibar, saya masih memilih bertahan.
Lama kelamaan, semakin seringnya saya nganggur, saya mulai bersiap angkat kaki dari pekerjaan ini. Saya sadar, saya sudah dewasa. Saya memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi sekarang. Dan mohon maaf, pekerjaan ini sudah tidak bisa membekingi itu.
Kalau mau hitung-hitungan, dan saya memang punya catatannya, rata-rata penghasilan saya dari pekerjaan ini adalah 1,3 juta per bulan. Atau kalau mau di hitung per minggu berkisar 300 ribu per minggu. Kecil? Jangan kaget, angka itu terjadi karena saya lebih banyak nganggurnya. Misalnya saja bulan Juni dan Juli tahun ini, percaya atau tidak, saya tidak kerja sama sekali. Dan hal semacam ini juga terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Roman-romannya, melihat perjalanan pekerjaan ini dari awal hingga sekarang, saya memang harus mulai memutuskan untuk hengkang. Kalau tidak, saya akan terjebak dalam kelindan yang sama. Progres pekerjaan ini tidak signifikan. Ditambah, owner malah mencoba keberuntungan lain dengan berjualan online. Kalau dia saja sampai pegang yang lain, itu artinya ada yang tidak baik-baik saja dari pekerjaan ini.
Saya tidak mau lagi terus-menerus terjebak dalam situasi ketidakjelasan. Karenanya, saya perlu berhenti dari pekerjaan ini secepatnya dan mencari kerja pengganti. Saya tahu, ini akan jadi PR besar mengingat saya tidak punya skill keahlian apapun. Tapi kalau saya tidak memutuskan hal ini, persoalannya akan mbulet terus dan semakin kompleks. Pertanyaannya sekarang adalah, lebih baik pengangguran atau bekerja di suatu pekerjaan tetapi libur terus?