Tangisan Kekasih dan Peran Untuk Menenangkan

by - September 07, 2023


Hari ini pacarku sedang sibuk dengan aktivitas bikin buket yang harus selesai sore ini. Selain itu, di kepalanya, terngiang banyak tugas di depan mata. Mulai tugas kuliah, ulangan ngaji, dan ada pemeriksaan buku ngaji.

Sebagai pacar, saya hanya menawarkan diri untuk jadi pelampias kalau-kalau dia kesal. Saya ikhlas, tulis pesan saya. Saya kira ini sudah cukup aman untuk membuatnya tenang dan diperhatikan. Namun belum selesai di situ, tiba-tiba dia mengirim pesan balasan yang cukup menohok.

"Memangnya nggak ada keinginan untuk bantu apa?"

Pertanyaan yang sangat menjebak. Saya berkunjung ke rumahnya bisa dihitung dengan jari. Itu saja setengahnya terjadi ketika bapak ibunya keluar, biasanya di malam hari. Sementara, latar waktu sekarang adalah pagi hari. Yang notabene bapaknya sudah di rumah.

Hari ini adalah hari Kamis. Waktu biasanya orang-orang ngebut bekerja sebelum sore dapat upah. Apa yang bisa dilakukan oleh saya di hari Kamis yang nganggur. Tentu saja saya ingin datang ke rumah pacar saban hari kalau bisa, tetapi hal itu tentu saja tidak etis. Ada norma yang berlaku.

Termasuk hari ini, kalau mau, saya bisa saja datang ke rumahnya sejak pagi tadi. Membantunya membuat buket untuk deadline sore hari. Namun, apa yang bisa muncul dari kehadiran saya di sana. Termasuk tetangga-tetangganya yang secara tidak langsung bertindak sebagai kontrol sosial. Pasti akan ada omongan yang tidak-tidak. Sejak awal saya sudah mengatakan pada pacar, saya belum siap untuk itu.

Hubungan yang saya jalani sekarang adalah hubungan yang privasi dan rahasia. Sebisa mungkin begitulah yang kami usahakan. Saya memang belum siap jika banyak orang yang secara gamblang tahu hubungan kami. Meski kemudian orang bakal tahu, itu pasti. Tapi setidaknya hubungan ini tidak membuat geger lingkungan sana secara tiba-tiba. Seperti bunga, saya menginginkan di mata orang hubungan ini mekar perlahan. Lalu tercium oleh mereka satu-persatu. Semoga pacarku tahu hal ini. 

"Mas bisa bantu apa, Sayang?"

Itu adalah balasan saya. Secara narasi, memang agak blunder. Saya tahu itu. Mestinya saya tidak perlu tanya bisa bantu apa. Saya tahu, yang dibutuhkannya adalah kehadiran saya untuk menenangkannya dari hari-hari yang padat seperti sekarang.

Tapi kami baru saja vc. Dia memperlihatkan aktivitasnya merangkai buket. Setengahan jam lebih saya melihat tangannya bergerak ke kanan kiri menyobek solasi dan selebihnya suara kresek-kresek. Beberapa saat kemudian selesai juga buketnya.

Dia lantas berbaring. Matanya agak sendu. Dia harus berangkat kuliah setelah ini. Tiba-tiba, dia menangis. Saya menenangkannya. Memang berat menjadi dirinya. Selain harus fokus kuliah juga harus fokus ngaji. Menangislah dulu sampai tenang, kata saya. Sepuluh menit berlalu, dia menghapus air matanya. Mau siap-siap berangkat, ujarnya. Saya ucapkan kalimat penenang sekali lagi, juga untuk hati-hati di jalan. Vc kemudian mati.

Menjadi pacar perempuan yang memiliki kesibukan belajar memang harus ekstra bisa menguatkan. Sebab itulah salah satu tujuan mengapa dia mau berpacaran. Saya memahami hal itu. Pasti akan ada lagi hal-hal yang mengganggu pikiran dan mentalnya. Peran itulah yang mesti saya ambil. Peran untuk menguatkan, menenangkan, dan mendampingi masa sulitnya.



You May Also Like

0 Respon