• Halaman Awal
  • Diri Sendiri
facebook instagram Email

Anam Sy



Pagi ini, saya bangun lebih cepat dari biasanya. Jam 06.45 saya terbangun dan merasakan pusing yang luar biasa. Saya mencoba meneruskan tidur, tapi upaya saya gagal sehingga memaksa saya bangun d jam 06.50.

Saya memasukkan kasur dan bantal ke kamar, karena saya tidur di ruang depan. Selepas itu ngecas hape yang sudah lowbet dan memutuskan untuk ke depan rumah mencari cahaya matahari. Barangkali berjemur lumayan meredakan pusing.

Saya melakukan peregangan ringan dari tangan, kaki, kepala, pinggul, sampai kaki. Sekitar 20 menit dan akhirnya saya masuk lagi. Saya tiduran dan malah tertidur kembali. Bangun lagi sebelum jam 08.00.

Hari ini, saya sudah berjanji dengan diri sendiri untuk main ke rumah pacar. Saya merasa perlu minta maaf sebab semalam tidak bisa menemaninya. Sementara, pusing semakin menjadi-jadi. Paling nanti sembuh, pikir saya. 

Saya lalu makan meski lidah masih sariawan, juga meski tenggorokan sulit menelan karena pusing. Selesai makan duduk-duduk dulu, memberi waktu untuk nasi bisa turun diproses.

Sebuah notif masuk, datang dari cuitan pacar saya, ia bilang ingin potong rambut lagi. Saya jadi ingat kumis dan janggut saya, yang memang sudah lebat. Saya lalu memotongnya untuk saya tunjukkan ke pacar saya. Ia pasti akan senang sebab ia akan menjadi orang pertama yang melihat itu.

Saya lalu mengabari akan ke rumahnya sehabis mandi. Tanpa menunggu balasannya, saya bergegas ke kamar mandi. Di kamar mandi, pusingnya makin kerasa. Saya punya firasat buruk. Begitu saya selesai gosok gigi, saya muntah. Sarapan saya keluar.

Selesainya mandi, saya segera mengecek balasan. Tidak seperti biasanya, ia bilang tidak bisa. Saya tanya kenapa, ia jawab akan ada temannya yang main. Saya masuk angin. Perut kembung dan kepala cekot-cekot.

Saya menduga pacarku sedang marah. Ia pasti perlu waktu dengan dirinya sendiri. Oke tidak masalah. Barangkali saya bisa vc. Ketika saya ijin untuk vc, ia menolak. Fix, ia sedang sangat kesal dengan saya.

Saya mencoba bertanya-tanya kenapa, tapi ia bilang tidak usah dipikir. Saya jadi semakin bingung dalam bersikap. Balasan terakhirnya sudah saya baca namun belum saya buka: 'cape ya', 'kadang mikir ga si ngapain pacaran?'

Saya sengaja untuk menunda menjawab. Ia sedang kesal. Dan kekesalannya, akan mempengaruhi jawaban-jawaban selanjutnya jika saya jawab seketika. Kekesalannya harus netral dahulu, agar saya bisa membicarakan baik-baik.

Saya tidak tahu ia sedang main bersama teman ke mana. Saya ingin tahu, tapi tidak ingin menambah kekesalannya. Saya sedang menunggu kapan ia selesai mainnya, saya ingin vc dan ingin bertemu. Saya kangen, dan pasti ia juga. Tapi paling penting, saya ingin mengatakan saya sangat mencintainya.

Saya mengetik tulisan ini masih dengan kepala yang pusing dan keringat yang gembrojos. Semoga kabar baik darinya membuat sakit saya juga mereda.


Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Mencoba Bikin Video

Seminggu terakhir, saya belajar sesuatu yang baru dalam hidup saya: merekam video dan mengunggahnya di media sosial. Kamu bisa melihatnya di Tiktok. Di sana, sudah ada dua postingan video saya.

Ada alasan kenapa saya akhirnya berani take video bahkan mengunggahnya. Sebab, saya tertarik untuk belajar storytelling. Karena itu, mau tak mau, saya harus berhadapan dengan kamera.


Tidak Punya Pengalaman Serupa

Saya berangkat justru dari sifat pemalu, apalagi di depan kamera. Foto selfi saja sudah tantangan bagi saya. Saya bahkan tidak punya foto-foto sendiri di galeri. Foto-foto saya yang dulu-dulu tidak pernah sendiri, selalu bersama teman atau rombongan.

Belum sampai di situ, setiap ada telepon masuk saja takutnya bukan main. Tentu saja untuk urusan telepon saja ciut, apalagi video call. Saya tak pernah melakukannya sama sekali.


Berubah

Namun semua berubah ketika saya punya pacar. Waktu awal-awal pacaran, saya sering dikirimi foto pap setiap hari selama beberapa waktu. Di tengah perjalanan, pacar saya merasa iri karena saya tidak kasih pap balasan.

Saya menjelaskan padanya kalau saya malu, juga tidak pernah foto-foto begituan. Pacar saya terus mendesak. Dia menawarkan akan mengajari beberapa pose dengan mengikuti gaya foto yang dikirimnya. Atas dasar kasih sayang dan rasa keadilan, saya bersedia melakukannya.

Foto pap saya awal-awal selalu dikomentarinya. Terlalu dekat, dan sebagainya. Saya tidak marah, saya justru senang karena merasa diperhatikan. Jadilah kami sering berbagi foto pap saban hari, sampai sekarang. Jika ditanya apakah bosan, sama sekali tidak.

Perubahan juga terjadi karena pacar saya dalam hal video call. Seperti yang saya jelaskan tadi, saya cenderung takut dan menghindar jika ada yang telpon apalagi sampai vc. Awal-awal, pacar memaklumi. Namun saya kasihan juga, hingga akhirnya keberanian saya untuk vc muncul. Saya masih ingat betul pertama kali saya melakukan vc, yakni malam lebaran. Lambat laun, saya jadi sering VC, nyaris saban hari juga.

Transformasi dari yang semula malu untuk foto dan takut menerima telepon menjadi rajin eksis di depan kamera dan video call setiap waktu, membuat saya tidak lagi punya masalah dalam urusan tersebut. Saya tidak takut lagi kalau disuruh selfi dan tidak lagi takut menerima telepon maupun vc masuk.


Hingga Kemudian Bikin Video

Kemudian muncul keinginan untuk berlatih berbicara di depan kamera, saya jadi merasa, pacar saya punya peran besar di sini. Keinginan ini akhirnya bisa saya wujudkan segera tanpa perlu berlatih sepenuhnya dari nol. Karena saya sudah setiap hari video call menceritakan apa saja di depan kamera ditonton olehnya. Jika ditarik kesimpulan, take video belajar story telling nuansanya tidak jauh beda dari apa yang saya lakukan sehari-hari bersama pacar.



Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Ini mungkin adalah hari ke-45 saya menganggur. Saya seperti sudah di ujung tanduk keputusasaan. Selama 45 hari itu saya hanya di rumah saja. Terkadang menulis, terkadang merenung, terkadang bengong, dan terkadang pula menangis sendiri.


Tapi berada di titik nadir, membuat saya banyak bercengkrama dengan pikiran sendiri. Yang pada akhirnya, sedikit membuat saya perlahan mengenal diri sendiri.


Dengan memiliki banyak waktu sendiri, membuat saya kemudian merenung tentang perjalanan yang saya lalui. Terkhusus soal kepenulisan. Saya jadi merubah pandangan saya soal kepenulisan.


Jika selama ini menulis adalah harga mati di mana saya harus menjadi penulis, ambisi itu kini perlahan saya revisi. Saya tidak lagi ingin menjadikan menulis sebagai tujuan utama. Saya melihatnya, kemampuan menulis yang saya miliki bertugas sebagai senjata untuk mengarungi pelayaran lainnya.


Saya ingin mengajak sedikit flashback soal hobi menulis yang saya geluti. Saya mulai belajar menulis sejak 2018 dan berlangsung sampai sekarang. Sudah lebih dari 5 tahun saya belajar menulis. Dan sejauh 5 tahun itu, saya belum kunjung membuat karya entah berupa buku maupun tulisan prestisius yang tembus media terkenal. Sepertinya akan terlalu menjadi beban jika kepenulisan yang saya jalani ditargetkan untuk hal semacam itu.


Saya ingin kemampuan saya dalam menulis tidak terbebani. Namun justru sebaliknya, saya ingin menjadikan hobi menulis sebagai sesuatu yang menyenangkan untuk dijalani. Maka saya membuat keputusan untuk menjadikan kemampuan menulis sebagai senjata dan bukan tujuan utama.


Pertanyaan berikutnya, senjata untuk apa? Jawaban ini akan saya paparkan dengan satu babak cerita tambahan.


Selain menulis, salah satu potensi kemampuan yang bisa saya kembangkan adalah berbicara di depan umum. Menjadi ketua IPNU di sebuah ranting, sedikit banyak membuat saya punya keberanian tampil di depan khalayak ramai. Pada kenyataannya, kemampuan semacam ini tidak mudah sehingga tidak banyak orang yang bisa melakukannya.


Akhirnya lahirlah satu ide baru: saya ingin menekuni belajar berbicara story telling. Jadi mulai hari ini, saya mulai ngonten latihan story telling di Tiktok. Ini adalah eksperimen yang saya lakukan untuk sarana belajar. Eksperimen ini akan menunjukkan bagaimana saya latihan berbicara setiap harinya. Saya ingin tahu bagaimana rasanya merekam video diri sendiri dan belajar mengeditnya.


Di sinilah kepenulisan hadir sebagai senjata yang bisa saya gunakan. Dalam setiap ngonten, saya akan bikin script-nya dahulu. Menyiapkan dan mematangkan materi sebelum take video. Kita lihat bagaimana hasilnya nanti. 


Karena ini namanya juga eksperimen, saya tidak ingin terbebani oleh ekspektasi. Saya siap dengan segala kegagalan yang bakal terjadi. Salah satunya adalah saya siap menghasilkan video story telling yang jelek di awal-awal.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Newer Posts
Older Posts

Info

Tayang seminggu dua kali

Mutualan, Yuk

  • facebook
  • instagram
  • youtube

Kategori

IPNU

Postingan Viral

Catatan

Sementara kosong dulu, seperti hatiku

Facebook

Isi Blog

  • ►  2024 (15)
    • ►  Apr 2024 (1)
    • ►  Mar 2024 (4)
    • ►  Feb 2024 (1)
    • ►  Jan 2024 (9)
  • ▼  2023 (11)
    • ▼  Des 2023 (3)
      • Hari yang .....
      • Mencoba Bikin Video dan Keberanian yang Menyertainya
      • Ganti Strategi: Dari Menulis Menuju ke Story Telling
    • ►  Nov 2023 (1)
    • ►  Sep 2023 (3)
    • ►  Jul 2023 (4)
  • ►  2022 (46)
    • ►  Nov 2022 (7)
    • ►  Okt 2022 (7)
    • ►  Sep 2022 (6)
    • ►  Agu 2022 (4)
    • ►  Jul 2022 (9)
    • ►  Mei 2022 (4)
    • ►  Jan 2022 (9)
  • ►  2021 (22)
    • ►  Des 2021 (5)
    • ►  Sep 2021 (3)
    • ►  Agu 2021 (6)
    • ►  Jun 2021 (1)
    • ►  Mar 2021 (7)
  • ►  2020 (14)
    • ►  Des 2020 (1)
    • ►  Nov 2020 (2)
    • ►  Jul 2020 (2)
    • ►  Jun 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  Apr 2020 (1)
    • ►  Mar 2020 (2)
    • ►  Feb 2020 (4)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Mar 2019 (1)
    • ►  Feb 2019 (1)
    • ►  Jan 2019 (1)
  • ►  2018 (57)
    • ►  Okt 2018 (7)
    • ►  Sep 2018 (5)
    • ►  Jul 2018 (11)
    • ►  Jun 2018 (3)
    • ►  Mei 2018 (4)
    • ►  Apr 2018 (2)
    • ►  Mar 2018 (5)
    • ►  Feb 2018 (12)
    • ►  Jan 2018 (8)
  • ►  2017 (71)
    • ►  Des 2017 (7)
    • ►  Nov 2017 (20)
    • ►  Okt 2017 (10)
    • ►  Sep 2017 (8)
    • ►  Agu 2017 (8)
    • ►  Jul 2017 (9)
    • ►  Jun 2017 (5)
    • ►  Mei 2017 (4)

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates