• Halaman Awal
  • Diri Sendiri
facebook instagram Email

Anam Sy


Pada sebuah dinding fesbuk yang sepi di siang itu, lalulintas status agak monoton. Semua masih seperti sebelum-sebelumnya. Namun Arga masih memasang matanya untuk menatap hape itu sambil secara menerus diseret-seretkan jarinya pada layar ponsel.

Disekitar, siang itu juga sepi. Sesekali angin menghempas menerjang dedaunan pohon mangga dan memunculkan bunyi 'whaz whuz whaz whuz'. Sendiri, terik, dan sesekali sepoi.

Kenapa siang ini begitu sepi?

Arga merasa kesepian. Sampai pada satu titik, jarinya berhenti pada sebuah foto profil perempuan cantik.

Seperti pernah melihat. Tapi siapa?

Arga mencoba mengingat. Namun gagal. Ia tak jadi mengingatnya.

Tetapi cantik. Tidak ada salahnya untuk kenalan.

Ia mulai membuka profilnya. Menggali postingan sampai sedalam-dalamnya. Sekali lagi diperhatikanlah foto perempuan itu. Seperti pernah melihat, tetapi tak dikenalnya.

Coba ah, mulai percakapan. Siapa tahu dia kenal wajah saya.

Arga memberanikan diri memulai inbok yang diharapkannya akan menggiring pada momen-momen perkenalan.

"Kamu teman dekatnya Sinta ya?" Arga memulai tanpa permisi meski padahal, ia juga tak tahu siapa Sinta. Sengaja ia ngawur. Mencari perhatian dan membuat penasaran.

"Kata siapa." Lia langsung membalas. Dipikiran Lia, mungkin anak ini temennya Sinta. Perempuan ini namanya Dewi Aprilia.

Arga tersenyum tipis. Asa untuk kenalan sangat mungkin. Setidaknya minimal, perempuan itu sudah mencari identitasnya dengan melihat profilnya. Arga memang punya 1001 trik membuat wanita merasa penasaran.

Arga lalu berlagak linglung seperti maling yang hampir ketahuan di kerumunan. "Waduh... Salah ya. Yasudah, tidak jadi."

Balasan Arga ternyata langsung dibaca dan dibalas. Arga makin pede perempuan itu akan penasaran pada dirinya.

"Hahaha. Kamu siapa?"

Benar kan dia penasaran. Tetapi... sial bagi Arga. Ia menjadi kepedean dan lupa diri. Dengan sombongnya ia membalas...

"Ngajak kenalan ini? Yakin... Hehehe. Aku Arga."

Saat mengirim balasan itu, ia teramat yakin, ia akan mengingat wajahnya. Tetapi....

"Arga siapa? Kok saya tidak tahu."

Maktatrap. Arga melakukan blunder fatal. Memangnya, Arga terkenal apa, sampai begitu yakin ia akan mengingat wajahnya setelah ia kasih tahu namanya."

Asa-asa untuk kenalan seketika hilang. Arga terlalu pede dengan mudahnya menyebut namanya. Namun, ia tak kehabisan akal untuk melanjutkan obrolan.

"Lha aku juga tidak kenal kamu. Terus bagaimana? Tidak jadi kenalan aja deh. Ini berat."

Jawaban yang secara pemikiran begitu taktis. Bentuknya penutup, tetapi memunculkan kesan unik sehingga pasti diingat. Wah, aneh ini bocah.

Ia pikir, balasan itu akan dapat balasan balik dari Lia. Mungkin "Berat kenapa," "kamu aneh," "ih... lucu," atau "gaje Lo." Dengan demikian, obrolan bisa berlanjut lagi. Tetapi... satu jam menunggu, balasan itu tak kunjung dibalas padahal, sudah dibaca.

Selesai itu, suasana kembali sepi. Harapan kenalan pupus. Ia sedikit menyesal telah melakukan blunder dengan membalas "ngajak kenalan ini? Yakin..." Kalimat itu, secara mudah saja, kesannya sedikit alay.

Diluar itu, Arga tersenyum. Perempuan itu pasti sudah melihat profil fesbuknya. Lumayan.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon



Ramadhan, sesuatu yang saya rindukan itu akhirnya datang juga. Tetapi pertanyaan sebenarnya adalah benarkah saya benar-benar merindukan Ramadhan.

Bulan Ramadhan tahun ini momennya hampir sama seperti tahun lalu, yaitu setelah UN dan perpisahan, juga waktunya UKK beserta libur panjang. Mungkin, kalau boleh saya menyebut, momen-momen itu berada pada masa yang pas dan kebetulan.

Tahun lalu, Ramadhan saya jalani dengan penuh kehati-hatian. Saya harus mengontrol betul jam main minum obat. Apalagi saya juga melakukan manuver dengan mengganti jadwal siang dengan malam.

Tetapi kehati-hatian itu juga berlanjut pada masa sekarang ini, puasa ini, saya masih tetap minum obat. Berat memang. Tetapi begitulah adanya.

Bertepatan Ramadhan, saya teringat Ramadhan sebelum-sebelumnya yang mana amatlah berkesan dan membekas.

Pertama, Ramadhan dua tahun lalu, ketika saya masih umur 16 dan sedang duduk di bangku MA NU, saat itulah awal-awal gejala sakit mulai terasa yang mana penyakitnya bertahan sampai sekarang ini.

Dulu, masa itu, saya berada pada titik awal mulai menulis, begitu bersemangat. Kegiatan Ramadhan saya jalani penuh kegembiraan dan menyenangkan. Saya rajin solat sunah, baca-baca cerita sufi, juga rajin dzikir. Dan syahdunya adalah setiap malam saya belajar menulis ditemani secangkir kopi.

Namun saat itu pula, keanehan pada tubuh ini mulai muncul dan saya belum nyadar waktu itu. Seperti saya seringkali bermasalah pada pendengaran, bahkan sampai saya budeg nggak dengar apa-apa, pernah juga mimisan, batuk-batuk tiap malam, sering kecapean, dan serasa tak kuat menjalani puasa.

Ramadhan itu begitu menyenangkan sekaligus melelahkan tanpa saya sadari. Imbasnya, saya gagal mengkhatamkan Al-Qur'an, memang sebab ketahanan membaca kala itu amatlah lemah. Kondisiku memburuk dari hari ke hari. Bahkan saat idul Fitri, saya terlihat kurus sekali dengan bawaan wajah yang amat pucat.

Akan tetapi, diluar semua itu, satu hal yang patut saya syukuri yang berawal dari Ramadhan itu, yaitu menulis. 2 tahun yang lalu itulah awal proses saya meniti kepenulisan hingga sampai bisa nulis seperti sekarang ini. Dulu, saya terhipnotis oleh puisi-puisi serta novel yang saya pinjam dari perpus. Sajak itulah saya punya keinginan untuk menulis.

Awal-awal saya memulai menulis, beratnya minta ampun. Saya tak tahu apa yang harus saya tulis, sampai-sampai yang saya tulis adalah 'mau nulis apa ya...' Bahkan karena sulitnya, saya malah lebih sering mencoret-coret buku. 

Namun mengingat saat-saat itu, saya sering tersenyum sendiri. Bahwa ternyata apa yang saya lakukan dulu itu membuahkan hasil sekarang. Saya jadi percaya, dalam bidang apapun, kalau saya geluti betul, saya pasti bisa. Saya tak akan lupa pada awal membangun keahlian itu.

Mengenai kepenulisan itu, saya sempat berhenti cukup lama, yaitu ketika sakit itu benar-benar merasuk tubuh saya. Saya tak menulis dari setelah lebaran sampai kondisi mulai membaik sehabis menginap di rumah sakit. Mungkin hampir 7 bulanan. Waktu sepulang dari RS itu,  saya juga langsung terjun mengikuti ujian-ujian yang berjejeran. Barulah setelah membaik, dalam masa penyembuhan, saya melanjutkan belajar menulis tipis-tipis.

Sementara Ramadhan kemarin, 2017 kemarin, posisi saya masih pengobatan dan baru saja lulusan dengan hasil yang mengejutkan, rangking 4 UN se-sekolahan. Puasa kemarin tentu saja saya fokus istirahat di rumah. Kelonggaran itulah menyebabkan saya mau tak mau harus melanjutkan menulis lagi sebab tak ada pilihan lain.

Puasa kemarin saya mulai mencoba menggunakan blog. Saya bahkan mengimpikan menjadi blogger sebelum akhirnya impian itu harus ditunda dulu karena tak ada komputer untuk ngotak-ngatik. Dan setahun lalu itu, saya bahagia sekali, saya mampu membuat tulisan untuk blog pribadi. Tulisan yang panjang-panjang. Itu kebanggan tersendiri bagi saya.

Dan untuk Ramadhan kali ini, soal kepenulisan tidak lagi terasa berat. Saya hanya perlu menambah jam terbang lebih banyak lagi supaya senantiasa terasah. Tetapi tantangan Ramadhan kali ini, tentulah beda dari sebelum-sebalumnya. Ini lebih kompleks lagi. Lebih meluas lagi. Lebih serius lagi.

Sebelumnya, maafkanlah saya yang membahas Ramadhan bukan dalam aspek ibadah. Urusan saya masih remeh temeh sekali. Urusan duniawi.

Puasa ini, saya berada pada titik-titik krusial. Saya hampir sembuh, saya makin muda, dan tentunya saya butuh uang. Persoalan yang umum sekali.

Kegamangan saya kali ini ada pada pekerjaan. Sebagai anak muda, saya perlu mandiri dong... Dan saya baru akan bisa mandiri kalau saya punya uang. Dan saya baru punya uang kalau saya kerja. Iya dong. Ini logika yang paling mudah.

Tetapi siapa sangka, disinilah sulitnya, saya belum dapat pekerjaan yang saya benget. Sebenarnya saya dapat tawaran berbisnis, tetapi saya tunda karena perlu modal. Sekarang, dengan terpaksa, saya bekerja nglempiti. Pekerjaan yang mudah namun amat beresiko bagi saya yang sedang dalam jalur finis dari sakit. Adalah debu-debu jin yang berkeliaran sembarangan. Ini tentunya bahaya sekali bagi pernafasan. Sementara sakit saya, ya bagian itu.

Tetapi bagaimana lagi, mau tak mau, saya harus menjalaninya. Posisiku terjepit. Kalau tidak kerja, saya tak punya duit, sekaligus mungkin dimarahi. Sementara kerja, resikonya bisa dibilang berbahaya. Saya tahu, semua harus susah-susah dulu, harus berproses dulu. Tetapi berproses dalam sesuatu yang bukan tujuannya, bukankah justru namanya sia-sia. 

Sudah-sudah, jalan hidupku memang terjal. Saya memahami keterjalan ini. Dan mestinya karena cuma saya sendiri yang paham saya harusnya diberi keleluasaan dan dukungan terhadap apa yang saya inginkan. Hidup saya, pikiran saya, hati saya, tentulah berbeda dengan yang lain. Ini yang mesti dipahami.

Saya agak kecut memandang beberapa hari kedepan dimana saya harus kerja malam hari sampai menjelang sahur. Lantas saya kecapean, lalu tak punya waktu leluasa untuk tadarus, dan malas-malasan. Saya tak bisa membayangkan hal itu. Semoga tidak terjadi. Tetapi, inilah kehidupan. Bukan berarti saya mendoakan demikian.

Sebetulnya, saya tak mau memikirkan terlalu dalam hal ini. Tetapi selalu muncul dan harus dimuntahkan. Dan saya memuntahkannya dalam tulisan ini.

Ah, sepertinya saya terlalu alay menghitung kemungkinan-kemungkinan itu. Ini masih Ramadhan tanggal pertama. Mestinya selow saja ya...

Diluar pembahasan itu, saya juga perlu kasih tahu, ini agak menyedihkan, yaitu pohon jambu yang biasanya bulan puasa panen raya, sekarang hanya masih pentil-pentil, sedikit lagi. Jadi, harapan untuk buka puasa menyantap jambu air yang segar tahun ini harus saya hilangkan.

Tetapi soal makan-memakan secara umumnya, tidak perlu saya risaukan. Ramadhan ini adalah waktunya dimana takjil-takjil bertebaran seperti tak berguna lagi saking banyaknya. Apalagi, khusus musholla dukuh saya, Lek Nuhdi masih Istiqomah menyalurkan hidangan terbaiknya untuk disantap para petadarus. Barokalloh.

Ramadhan masih ada 29 lagi, marilah kita lalui dengan selow meskipun sebetulnya banyak persoalan yang sedang dihadapi. InsyaAllah, jika kita terus berpuasa, kita akan senantiasa merasakan rasanya buka puasa.

Sekian penutup yang berfaedah dari saya. Selamat menjalankan ibadah puasa, solat, syahadat, zakat, dan haji bagi yang mampu.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
LANGKA. Langka adalah sebutan untuk kondisi dimana ketersediaan barang jauh lebih sedikit daripada jumlah yang membutuhkan. Agak njlimet menjelaskannya, tetapi saya yakin, anda sudah paham.

Tetapi bagi saya, pengertian langka Lebih sederhana dari itu: langka pakaian bagus. Serius...

Saya tak tahu kenapa saya ingin sekali menulis membahas hal satu ini, barangkali inilah beban hidup saya. Makanya saya perlu mencurhatkannya sekarang meskipun, tidak membuat beban itu hilang sama sekali. Aneh ya, beban hidup kok gak gaul banget.

Ini persoalan yang remeh temeh sekali memang. Tetapi apa salahnya untuk dicurhatkan. Toh mungkin juga tulisan ini gak dibaca, iya kan. Tetapi kan, mbok menowo ada yang kesasar baca ini dan terbuka hatinya, lumayan tho. Menowo otok lho ya. Ya semoga memang begitu sih, hehehe...

Seberapa miris sih kok sampai kesannya begitu menyayat hati?

Secara kuantitas, di lemari ada bertumpuk-tumpuk pakaian, banyak sekali. Tetapi yang mau saya curhatkan bukan itu, melainkan kualitasnya.

Bicara pakaian, hampir hanya pada saat menjelang lebaran saja saya membelinya. Cuma waktu itu saja. Beli pun tentu hanya sewajarnya, paling satu paket yang pastinya jika sehari semalam dipakai juga sudah akan bau bacin: celana dan kaos, sarung dan baju Koko, peci dan sandal.

Melihat statistik itu, simpulan pertama yang bisa kita lihat adalah, bahwa pakaian saya berkualitas saat baru. Setelah itu ya kualitasnya hilang: dipakai, kotor, dicuci, luntur, dijemur, dipakai lagi, ya lecet lagi, kian hari kian lusuh .

Stok pakaian saya, selain dari saat lebaran, selebihnya dari itu saya dapat dari gratisan, atau ya pas mengikuti organisasi dan kegiatan. Model-model pakaian yang sangat pasaran sekali. Kau sendiri taulah bagaimana kualitas kaos-kaos itu.

Secara terperinci, inilah daftar kepunyaan pakaian saya. Semuanya membuat anda akan bilang dalam hati: bocah iki melaske temen je.


  1. Dapat Gratisan

Siapa sih yang Ndak suka gratisan, saya pun suka gratisan. Tetapi namanya gratisan, jangan sekali-kali membahas segi kualitas kalau tidak mau sakit hati.

Dari gratisan, banyak sekali yang saya dapat kalau mau dihitung-hitung.

  • Sarung
musholla, kakak saya juga guru ngaji iqro, dan pada posisi-posisi ini, tiap menjelang lebaran pasti banyak dapat jatah THR, termasuk ya sarung. Saking banyaknya saya bisa memilih mana yang cocok untuk saya miliki. Jadi, bisa dikatakan semua sarung di keluarga saya ini adalah sarung-sarung gratisan.

  • Batik pelandong
Secara pribadi, saya belum pernah sekali pun menjadi pelandong. Itu lho yang bantu-bantu saat mantenan itu. Sementara batik-batik yang saya dapatkan itu ya berasal dari kakak-kakak saya. Mereka sudah amat berpengalaman untuk hal ini.

  • Hadiah 17-an
Pakaian gratisan berikutnya, didapat dengan perjuangan yang dibuat-buat, yaitu ketika saya dan beberapa kawan saya ikut panjat debog, bukan panjat pinang ya, tapi debok, gedebok pisang.

Malam itu, dalam panjat pinang itu, meskipun akhirannya tidak klimaks karena tak sampai mampu meraih puncak tertinggi, saya dan kawan-kawan tetap dapat bagian dari hadiah yang berantakan di puncak debok tadi.

Yang saya dapat waktu itu adalah kaos hitam dan celana training. Tetapi sekali lagi, karena gratisan, jangan bicarakan kualitasnya. Kaos hitam yang saya dapatkan itu adalah kaos sisa, bisa dibilang kaos bs, bisa dilihat dari hitamnya yang berbeda antara depan dan belakang, memang sebab bahannya beda. Meski begitu, saya masih memakainya sekarang. Lain halnya dengan celana trainingnya, sekarang sudah robek-robek, bahannya tipis sekali.

2. Pakaian yang didapat saat berkelompok

Didalam sebuah perkumpulan, identitas itu selalu ditonjolkan. Dan bentuk penonjolan paling umum ya pakaian. Pakaian yang seragam.

Dan bagi saya, sebab saya belum ikut organisasi selain di sekolah, pakaian seragam itu cuma dari situ. Kalau ini tidak gratis. Tetapi apa yang saya punyai berarti dipunyai juga oleh orang lain.

Inilah pakaian yang saya dapat dari sebuah perkumpulan yang, saya pakai juga sampai sekarang.

- kaos olahraga beserta trainingnya
- kaos PMR
- kaos Pramuka
- kaos latihan paskibra
- batik nariyahan

Selain dari itu, juga saya dapat dari saat ber-IPNU. Yaitu : batik IPNU dan batik padus untuk acara IPNU.

Oh iya ada dua lagi yang saya dapat dari kumpulan balbalan, yaitu kaos bal bertulis borot FC dan ibsada FC.

Melihat pakaian kepunyaanku ini, saya tidak akan marah kalau ada yang bilang bahwa saya sama dengan lelaki lain. Apalah daya, saya memang bukan pembeda.

Tetapi apapun itu, artinya saya telah mencurhatkannya di sini. Meskipun, saya tahu tidak akan ada yang baca. Meskipun, kesannya alay. Meskipun, kau sendiri tahu kalau kamu gak bakal membelikan baju baru untukku.

Btw, sebentar lagi puasa dan hari raya. Siap-siap dapat jatah THR berupa bahan sandang ini. Bagaimana pakaianmu lur?

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

Sebentar lagi Ramadhan, setengah bulan lagi. Dan saya, tak ada persiapan khusus untuk menuju ke sana. Biasa saja. Tetapi saya paham, ini namanya tak tau adab dan sopan santun, sama sekali tak patut ditiru.

Saya mau bicara Ramadhan, tetapi bukan persoalan ibadah. Melainkan apa yang saya targetkan dari ramadhan ini di segi lain. Dari dua segi yang masih sangat menjadi PR bagi saya. Namun bukan berarti soal ibadah sudah beres. Dua segi itu adalah tentang kepenulisan dan pekerjaan saya.

Bulan puasa adalah patokan kepenulisan saya. Dua bulan sebelum sekarang ini, saya ingat kalau saya pernah menulis sebuah catatan yang isinya bahwa di bulan puasa ini saya hanya akan fokus pada satu hal, yaitu menulis. Namun melihat kondisi sekarang dimana saya hampir kehilangan semangat menulis, tekad besar itu sedikit sulit tercapai.

Bayangan saya, ketika saya menulis saat dua bulan yang lalu itu, waktu yang berjalan bisa efektif saya isi dengan latihan menulis. Dua bulan hitungannya lama kan. Maka saya pikir, dua bulan latihan mestinya akan membawa saya ke dalam zona-zona nyaman untuk menulis. Setidaknya, setiap kali saya mikir sesuatu, tanpa hitungan lama sesuatu itu menjadi tulisan.

Tetapi hidup ini bukan hanya tentang apa yang kita bayangkan. Selalu ada saja situasi-situasi yang muncul sebagai penyempil diantara tekad-tekad kita itu. Dalam perjalanan waktu, saya terdesak oleh hal itu. Saya diharuskan melewati lorong itu. Saya tak suka. Tetapi ini bukan soal suka atau tidak suka. Tetapi ini takdir yang musti cepat diselesaikan. Meski akhirnya saya agak menyesal, tanpa terasa, waktu itu tiba-tiba hampir selesai sementara, saya belum beranjak menajamkan tulisan-tulisan.

Begitulah ceritanya sehingga Ramadhan ini, yang seharusnya saya sudah, barangkali mahir menulis, saya justru tetap dan harus pada proses latihan itu. Ini bukan sebuah bentuk pesimisme, percayalah, tulisan ini juga adalah sebuah latihan menulis menyambut dengan optimis datangnya Ramadhan. Sebab saya yakin, dalam suasana bulan yang berbeda dari bulan lainnya itu, dalam keistimewaannya itu, menyimpan waktu-waktu yang pasti sangat syahdu sekali untuk menulis.

Selain nasib kepenulisan yang agak pasif itu, saya juga dihadapkan pada urusan pekerjaan yang belum saya temukan titik yang pas, yang saya sukai. Pekerjaan masih menjadi tanda tanya sampai sekarang.

Untuk saat ini, sementara waktu saya bekerja nglempiti di tempat finishing jin tetangga saya. Akan tetapi, meskipun sementara, saya belum punya kepastian akan sampai kapan disana. Faktor utamanya karena saya tak punya pilihan lain.

Dalam ceruk pekerjaan itu, sebetulnya mudah, ringan, dan simpel. Tetapi tetap saja saya tidak suka, sejak awal saya memang tidak menginginkan berada dalam ceruk ini. Namun apa daya, inilah kehidupan.

Sebetulnya juga, ada resiko terhadap kesehatan. Tentu saja ini berbahaya bagi saya yang-dalam tanda kutip-masih tahap penyembuhan dari penyakit TBC paru dan kelenjar. Dalam pekerjaan ini, yang senantiasa diwaspadai adalah debu-debu yang berhamburan dari jin yang bertumpuk-tumpuk. Menyerang pernafasan bukan? Mestinya saya bisa saja mengantisipasi hal itu dengan memakai masker. Namun entah kenapa, saya malas. Masak harus pakai masker.

Ancaman inilah yang menyebabkan saya berkali-kali merencanakan untuk berhenti kerja, selain karena saya memang tak suka. Namun selalu saja rencana itu gugur. Dan sekarang pun saya masih belum berhasil.

Rencana itu sudah pernah saya konsultasikan kepada keluarga namun selalu mental. Alih-alih mendapat persetujuan, saya malah kena ceramah. Katanya, memangnya mau kerja kemana, kedepannya mau dimana, kalau kerja itu ya memang begitu, harus susah dulu, dirumah mau apa.

Ah, saya sudah paham jawabannya. Bahwa saya harus kerja di ceruk itu lagi. Untuk sementara waktu, sampai waktu yang belum dapat dipastikan.

Saya tumbuh tidak sesuai apa yang saya harapkan. Saya kira, Ramadhan nanti akan saya alokasikan penuh pada kepenulisan. Dan harapannya, pekerjaan saya adalah kepenulisan itu sendiri.

Yasudah, kita lihat saja Ramadhan nanti. Apakah saya sudah ganti kerja. Apakah saya akan mencipta banyak tulisan. Apakah tidak kedua-duanya. Tunggu saja.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Newer Posts
Older Posts

Info

Tayang seminggu dua kali

Mutualan, Yuk

  • facebook
  • instagram
  • youtube

Kategori

IPNU

Postingan Viral

Catatan

Sementara kosong dulu, seperti hatiku

Facebook

Isi Blog

  • ►  2024 (15)
    • ►  Apr 2024 (1)
    • ►  Mar 2024 (4)
    • ►  Feb 2024 (1)
    • ►  Jan 2024 (9)
  • ►  2023 (11)
    • ►  Des 2023 (3)
    • ►  Nov 2023 (1)
    • ►  Sep 2023 (3)
    • ►  Jul 2023 (4)
  • ►  2022 (46)
    • ►  Nov 2022 (7)
    • ►  Okt 2022 (7)
    • ►  Sep 2022 (6)
    • ►  Agu 2022 (4)
    • ►  Jul 2022 (9)
    • ►  Mei 2022 (4)
    • ►  Jan 2022 (9)
  • ►  2021 (22)
    • ►  Des 2021 (5)
    • ►  Sep 2021 (3)
    • ►  Agu 2021 (6)
    • ►  Jun 2021 (1)
    • ►  Mar 2021 (7)
  • ►  2020 (14)
    • ►  Des 2020 (1)
    • ►  Nov 2020 (2)
    • ►  Jul 2020 (2)
    • ►  Jun 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  Apr 2020 (1)
    • ►  Mar 2020 (2)
    • ►  Feb 2020 (4)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Mar 2019 (1)
    • ►  Feb 2019 (1)
    • ►  Jan 2019 (1)
  • ▼  2018 (57)
    • ►  Okt 2018 (7)
    • ►  Sep 2018 (5)
    • ►  Jul 2018 (11)
    • ►  Jun 2018 (3)
    • ▼  Mei 2018 (4)
      • Argalia - usaha berkenalan
      • Cerita Saya Tentang Ramadhan Dulu, Kemarin, dan Se...
      • Yang langka itu adalah pakaian bagus saya
      • Catatan menjelang Ramadhan
    • ►  Apr 2018 (2)
    • ►  Mar 2018 (5)
    • ►  Feb 2018 (12)
    • ►  Jan 2018 (8)
  • ►  2017 (71)
    • ►  Des 2017 (7)
    • ►  Nov 2017 (20)
    • ►  Okt 2017 (10)
    • ►  Sep 2017 (8)
    • ►  Agu 2017 (8)
    • ►  Jul 2017 (9)
    • ►  Jun 2017 (5)
    • ►  Mei 2017 (4)

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates