Manten-mantenan di Pernikahan Mantan
Apa rasanya,
undangan pernikahan seseorang yang kau cintai pertama kali tiba-tiba hadir di
rumah mengejutkan waktu istirahatmu di siang hari. Saya baru merasakannya. Dan
kemarin, 12 Juni 2021, ia melangsungkan pernikahan.
Apa yang
saya rasakan? Kosong.
Ia adalah
orang yang pertama kali mencintai saya, dan karena itu, saya kemudian
mencintainya balik. Kisah ini tidak banyak berbeda dengan kebanyakan cinta
monyet lain karena kejadiannya berlangsung sewaktu Madrasah Ibtidaiyah kelas
enam. Namun bicara soal kenangan, ini cukup berkesan sebab menjadi babak awal
kisah asmara saya.
Cerita dimulai
ketika sepulang sekolah. Ketika itu, semua perempuan sekelas berada di rumah
seseorang. Entah apa yang terjadi, pagi seusai pertemuan itu, kelas menjadi
begitu ramai. Keramaian muncul tiap kali murid lelaki di kelas saya memasuki
kelas. Teman-teman perempuan seketika histeris.
Saya tidak
tahu apa yang terjadi, sialnya, saya ikut menjadi bagian dari kehisterisan itu.
Ketika saya memasuki kelas, semua perempuan heboh, mereka kemudian memanggil
saya dengan nama ‘Mitta’. Barulah saya tahu, ternyata, kemarin sepulang sekolah,
masing-masing murid perempuan jujur-jujuran tentang siapa lelaki yang
disukainya. Dan ternyata, saya, disukai oleh seorang perempuan bernama ‘Mitta
Haritsatul Laila’.
Kisah
selanjutnya adalah masa-masa munculnya kebodohan diri sendiri. Jika mencintai
seseorang itu bisa membuat orang menjadi goblok, saya sudah memulainya sejak
sekecil itu.
Baiklah, saya
perlu menuliskan ini biar saya merasa plong. Sekaligus saya ingin mencoba
mengingat kembali ke jauhnya masa lalu yang saya yakin, ketika saya
mengingatnya lagi, saya bakal tertawa karenanya.
Saya tidak
ingat betul kenapa saya kemudian mencintainya balik. Yang saya ingat, setiap
hari, saya sering lempar-lemparan secarik kertas di kelas, bahkan saat
pelajaran sekalipun. Semacam surat-suratan namun dengan versi lite. Beberapa
teman saya seringkali iseng menangkap buntelan kertas yang dilempar olehnya.
Dan beberapa kali pula, lemparan saya meleset mengenai teman sebangkunya.
Saya geli
sekali mengingat kejadian itu. Bukan apa-apa, yang saya bahas dalam
surat-suratan lite itu berisi percakapan yang sebetulnya bisa dilakukan dengan
komunikasi langsung. Sungguh, betapa saya mempersulit diri sendiri. Tapi
sepertinya perlu dimaklumi, dengan cara itulah saya punya kesempatan untuk
terus melihat senyumnya yang… ah, sialan.
Dan, oiya,
ada satu hal dalam surat-suratan itu yang isinya sangat membekas dalam ingatan
saya. Suatu kali, ia melempar surat, dan ketika saya baca, isinya berbunyi:
“Semoga cinta kita kekal abadi….” Saya tersenyum lebar dan seperti tidak bisa
selesai, termasuk ketika saya menuliskannya saat ini. Saya ingat betul balasan
saya kala itu: “Sesampainya akhir nanti… selamanya….” Hingga saat ini, ketika
mendengar lagu itu, entah di radio entah di mana, saya jadi mengingatnya. Ah,
bajingan betul.
Tidak sampai
itu saja, kisah cinta monyet saya juga berlangsung di luar sekolah. Pernah suatu
malam saya pernah apel ke rumahnya. Dan itu satu-satunya pengalaman saya apel
hingga saat ini. Karena masih kecil, saya tidak masuk rumahnya, saya hanya di
depan rumah. Saya jadi ingat sesuatu lagi. Duh, kenapa saya jadi ingat-ingat
hal mendetail tentangnya ya.
Sewaktu apel,
banyak semut yang berkeliaran dan cukup mengganggu. Dan kalian tahu apa yang
saya lakukan, saya menjadikan itu bahan menggombal. “Mit, kamu tahu kenapa
banyak semut di sini?” Ia menggeleng. “Karena kamu manis,” tandasku. Ia hanya
tersipu malu. Saya juga tersipu malu, tepatnya sekarang, ketika menulis ini.
Dengannya,
saya juga pernah mengalami fase tukar-tukaran kartu perdana yang membuat saya
cukup repot karena seringkali keluarganya menelpon nomornya. Lebih parah dari
itu, saya juga memiliki panggilan kesayangan yang cukup menggelikan: Papi dan
Mami. Tentu panggilan ini hanya terjadi saat sms-an saja. Dulu, belum ada WA
seperti sekarang. Saya ingat, hape saya saat itu merk Mito. Dan dari sinilah,
kisah saya dengannya bubar tanpa kejelasan.
Ini bermula
ketika suatu pagi, ia enggan melihat saya lagi. Sesuatu yang sangat janggal.
Saya akhirnya meminta bantuan kawan dekatnya untuk mengulik alasannya. Dari
sanalah saya tahu, ia, ketahuan sms-an oleh keluarganya. Ndilalah, sms itu ada
bagian mami papinya. Ia dimarahi habis-habisan. Dan sejak itu, ia dilarang
pegang hape lagi. Bersamaan dengan itu, hubungan saya dengannya bubar sekalipun
tidak ada kata perpisahan.
Selulusnya
dari MI, kehidupan berjalan seperti biasa. Kami melanjutkan ke SMP dan SMA
berbeda. Sekalipun begitu, kami masih berhubungan baik, apalagi jarak tumah
yang cukup dekat memungkinkan kami sering berpapasan. Ketika saya dan ia
bertemu, kami seakan-akan sepakat untuk tidak mengingat itu lagi. Kami juga
seakan-akan sepakat, kejadian itu hanya cinta monyet biasa dan tak perlu
dimasukkan dalam daftar mantan.
Namun
bagaimanapun, kawan-kawan saya tetap menganggap saya adalah mantannya dan
sebaliknya. Karena kebetulan saya kondangan bersama kawan-kawan dekat, saya
jadi bahan guyonan. Mereka mengatakan saya sedih lah, saya galau lah, dsb.
Mereka tidak percaya kalau saya baik-baik saja.
Sialnya,
saat kondangan, kawan-kawan saya punya ide gila. Memang repot kalau punya kawan
semplak. Bagaimana tidak bisa disebut somplak dan edan, mereka membuat formasi
manten-mantenan dan saya jadi mempelai prianya. Ya Tuhaaaannnnnn. Mana mereka
cosplay jadi orangtua dan manten cilik lagi.
Karena
dipaksa, saya akhrinya harus mengikuti permintaan konyol meraka. Dan kamu tahu
apa yang terjadi, dadaku berdesir. Keringat mengucur deras tak tertahan. Kaki
bergetar tak karuan. Ya Tuhaaaannnnn, perasaan macam apa ini.
0 Respon