Laptop, Wirda, Medsos, dan Apa yang Terjadi Saat Ini
Lama sekali aku tidak menulis di blog ya. Kali ini akan kuceritakan
padamu apa yang terjadi padaku akhir-akhir ini.
Aku akan memulai cerita ini dengan kabar baik. Dua bulan lalu, tepatnya awal Juni, aku membeli laptop baru. Kusebut baru karena aku tidak memiliki laptop sebelumnya. Laptop yang kuanggap baru ini tidak benar-benar baru, melainkan laptop bekas yang kubeli di Tokopedia setelah berpikir lama. Laptop yang kubeli adalah Lenovo Thinkpad X240. Aku membelinya seharga 4 juta. Ini adalah pembelian terbesar sepanjang hidupku. Pembelian yang membuatku tak punya uang lagi setelahnya. Nekat sekali bukan.
Sejak pertama kali laptop ini datang, hal pertama yang
kulakukan adalah menulis. Menulis, karena itulah tujuan besarku. Aku membeli
laptop agar aku semangat menulis. Aku menulis hampir setiap hari. Menulis apa
saja. Bisa dibilang, aku belajar menulis lagi sejak awal. Ini penting bagiku
agar naluri menulis kembali terbentuk usai sekian lama tidak lagi menulis.
Malam ini, dalam upayaku rutin menulis setiap malam, aku
teringat blog ini. Akhirnya aku memutuskan, sepertinya sudah saatnya aku
menulis dan mempostingnya di blog ini. Memang nyaris mustahil ada yang membaca
karena blogku kecil, tapi sebagai bagian dari proses, aku perlu rutin
memposting tulisan setiap beberapa waktu sekali.
Itu satu kabar. Kabar lain dariku ialah, sekarang, aku hampir
sudah bisa menuju kehidupan yang produktif. Hampir, ya. Jika kamu membaca tulisanku
sebelumnya tentang media sosial, kamu akan tahu kalau sejak 7 Maret 2021, aku
menghapus berbagai media sosial dan aplikasi lain yang sering menyita waktuku
secara nyata. Itu artinya sudah 5 bulan aku tidak memiliki aplikasi Instagram,
Facebook, Massanger, dan aplikasi lain. Itu adalah keputusan terbesarku. Semula
aku berpikir akan ada yang aneh karena aku sudah sedemikian tidak bisa
dipisahkan dari medsos. Eh, tau-tau, hari ini sudah lima bulan saja aku tidak mengakses
aplikasi-aplikasi itu.
Banyak sekali manfaatnya ternyata dari apa yang aku lakukan. Aku
lebih punya banyak waktu untuk hal-hal yang berguna. Hasilnya aku tidak terikat
lagi dengannya. Aku merasa lebih plong dan paling penting, aku merasa jauh
lebih bahagia. Hal ini berbeda ketika dulu di mana rasanya seperti tidak ada menit
tanpa mengakses sosial media. Aku dipaksa melihat kehidupan orang lain dan
ujung-ujungnya membuatku selalu membandingkan diri dengan meraka. Sangat melelahkan.
Sebetulnya aku tidak sepakem itu juga dalam mengakses sosial
media, aku masih punya aplikasi Twitter Lite untuk bisa tetap memantau ada apa
dengan dunia. Instagram dan Facebook juga kadang aku buka, tetapi melalui
browser. Ini tricky memang, aku menyusahkan diri untuk mengakses media sosial
lewat browser, dan karena pasti ribet, aku selalu berhasil malas untuk
melakukannya.
Itulah yang terjadi padaku akhir-akhir ini. Aku merasa, ini
adalah momen terbaik sepanjang hidupku. Yang menyenangkan dari itu semua adalah
aku merasa tidak sendiri. Aku punya kawan yang baik sekali dan membersamaiku
dalam menempuh jalan perubahan ini.
Namanya Naili Wirdatul Muna. Ia adalah kawan terbaik yang
pernah kumiliki. Aku tidak sering bertemu dengannya. Pertemuanku dengannya
nyaris selalu karena kebutuhan. Tidak pernah sama sekali aku bertemu dengannya
dengan alasan gabut. Aku tahu, ia seorang yang terjebak dan selalu menjebakkan
diri dalam siklus produktif. Selalu ada hal yang digarapnya.
Aku merasa beruntung sekali bisa bertukar pikir dengannya
dalam banyak hal. Ia menjadi penguat atas beberapa hal yang ingin aku lakukan. Misalnya
soal uninstall medsos, aku sudah berpikir lama untuk melakukannya, dan ketika
Wirda juga berbincang soal itu dan kami kemudian berdiskusi, akhirnya aku
terdorong untuk melakukannya. Dan terbukti, aku berhasil melakukannya.
Yang terbaru adalah soal konsep minimalism. Aku juga sudah
beberapa kali baca artikel tentang itu sebelumnya. Dan kembali, setelah
mengobrol soal itu dengannya, aku akhirnya memutuskan untuk mempraktikannya. Aku
memilah baju yang sering kupakai saja, aku juga kemudian membeli barang yang
kubutuhkan saja. Aku sekarang hanya memiliki sedikit barang dan membuatku
menjadi orang yang simple.
Boleh kubilang, pertemuanku dengan Wirda kali ini seperti keajaiban.
Ia datang sebagai seorang teman di waktu yang tepat. Sangat tepat. Ia datang
ketika aku sedang proses berubah menjadi lebih baik. Dan ini yang tidak pernah
kusangka. Sebelumnya, transaksi pertemananku dengannya hanya urusan nasib sialnya
soal asmara dan aku hanya menjadi pendengarnya. Sekarang pertemanan kami lebih
fair, aku menjadi pendegarnya dan ia menjadi pendengarku. Dan ajaibnya, dari
pertemanan sesungguhnya ini, aku merasa ia menjadi suport system bagiku secara
tidak langsung.
Karena itu, aku merasa butuh teman semacam ini untuk terus
mendorong dan menguatkanku dalam berproses lebih baik.
#
Kukira, sudah cukup sepertinya cerita ini diselesaikan
sebagai pembuka ya. Jika terlalu random ceritanya, maklum, aku menulisnya langsung
sekali jadi. Dan kupikir, aku mungkin akan sering menulis spontan semacam ini. Lebih
plong saja. Mengalir.
0 Respon