Indomie, Teh Hangat, dan Lamunan Sederhana
Saya baru saja menyantap kenikmatan sepiring Indomie dengan kesadaran penuh lengkap dengan segelas teh hangat agak manis dan kental yang saya seruput sebagai satu paket komplit yang pas di malam ketika saya sedang stak. Saya menyantapnya dengan tenang, khusyuk, dan tanpa gangguan suara apapun.
Aktifitas itu saya lakukan disela-sela kebingungan saat menulis. Memang sebelum itu, saya ingin menulis tetapi selalu saja gagal dan berakhir melamun. Dan setelah saya makan dan minum dengan kehadiran penuh, saya jadi menemukan segenggam ketenangan batin yang saya bawa dalam menulis kali ini.
Dalam lamunan saya setelah menyantap Indomie goreng, saya menemukan kerangka berfikir yang sederhana semacam ini. Tentu masih soal menulis.
Selama ini, saya jarang menulis karena merasa belum menemukan topik yang enak atau topik yang belum saya dalami betul. Sementara, saya cukup jarang pula melakukan riset. Maka, sampai kapanpun, potensi saya untuk menulis sesuatu tidak akan ada.
Ini tentu tidak baik untuk keberlangsungan kepenulisan saya. Saya harus tetap menulis. Dan kenapa pula menulis yang semula menjadi hobi justru saya bikin ribet sendiri dengan patokan-patokan yang saya buat. Saya sadari ini sesuatu yang bertolak belakang. Bagaimana pun, saya harus menulis dengan perasaan merdeka. Kalau saya mau menulis, ya menulis saja. Kenapa saya harus takut jelek. Bukankah memang selama ini tulisan-tulisan saya begitu saja dan cenderung jelek.
Jika begitu, kenapa aktifitas menulis dijadikannya gampang saja. Menulis ya menulis saja. Saya kira dalam konteks ini, tidak jauh dengan stand up comedy kalau menulis juga perlu mengambil materi dari keresahan dan hal-hal yang begitu dekat dengan diri kita. Dan malam ini, saya mempraktekannya dengan menceritakannya bagaimana saya akhirnya menulis catatan ini.
0 Respon