• Halaman Awal
  • Diri Sendiri
facebook instagram Email

Anam Sy

22

 

Aku memutuskan untuk tidak bekerja hari ini dan menikmati hari pertama di usiaku ke-22 dengan santai. Kupikir aku akan memulai banyak produktifitas hari ini, namun tetap saja ada kebingungan yang muncul dan berakhir pada: “ini sebenarnya aku melakukan apa, sih”.

Namun tak mengapa, aku harus menikmati momentum ini sebagai awalan. Ke depan, aku akan melewati masa-masa panjang yang akan terasa berat. Jika bukan dengan keberanian, dengan apa lagi aku harus menjalaninya.

Melangkahnya aku diusia ke-22 ini adalah sebuah pencapaian. Betapa aku masih bisa bertahan sejauh ini. Bertahan dari hal apapun yang pernah kulewati. Bahkan aku menganggap, inilah momen terbaikku.

Kusebut ‘momen terbaik’ karena banyak hal yang tidak kusadari membawaku sampai juga di titik sekarang. Perubahan demi perubahan. Keberuntungan demi keberuntungan. Dan segala hal baik yang memihak padaku.

Aku paham aku belum menjadi diriku seperti yang kuharapkan. Tapi proses beberapa tahun belakang membuatku cukup bangga. Rasanya aku tidak percaya bahwa aku sekarang adalah aku yang semacam ini.

Dulu, aku khawatir akan menjadi dewasa dengan sifat pemalu, terisolasi dari dunia luar, dan merasa sendiri dan sepi setiap waktu. Terlebih 2016 ketika aku sakit, itulah masa terberat dalam hidup yang membuatku terpuruk nyaris tanpa menyisakan harapan.

Aku digiring untuk melewati takdir demi takdir. Lamat-lamat aku tumbuh juga. Seperti bunga matahari ketika pagi, ada naluri dalam diriku untuk bergerak menemukan cahaya.

Meski begitu, aku merasa belum pernah benar-benar melakukan hal terbaik bagi diriku sendiri. Semacam belum totalitas untuk menggapai mimpi demi mimpi. Aku sadar setiap waktuku berharga, tapi aku juga sadar, banyak waktuku selama ini terbuang sia-sia. Kemalasan sering menjadi faktor utama. Dan dorongan untuk malas, adalah terlalu lama mengakses sosial media.

Poin itu yang kupegang. Lalu kuurai di mana titik menyebalkannya. Setelah kuusut, media sosial memang dirancang agar penggunanya betah berlama-lama. Setiap kali scrool, semakin ke bawah kontennya semakin menarik perhatian. Semula hanya lima menit, hingga tak terasa sudah satu jam saja mengaksesnya.

Karenanya aku mulai membatasi mengakses media sosial. Aku sudah membuang aplikasi Instagram dan Facebook dari gawai. Tanpa sadar, ternyata aku sudah meng-uninstall itu sejak lima bulan yang lalu. Bayangkan kalau aplikasi itu masih ada. Barangkali aku juga akan tidak sadar kalau ternyata aku juga akan mengakses itu setiap hari selama lima bulan. Mencengangkan. Belajar dari itu aku kemudian juga melakukan hal sama dengan Twitter.

Kini, ketika usiaku tepat menginjak 22 tahun, aku sudah tidak ada beban itu. Aku jadi punya waktu banyak untuk melakukan hal produktif sehari penuh. Selanjutnya, keputusan sepenuhnya ada dalam kendaliku.

Bismillah tanjcap gas….


Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

 


Akhirnya setelah lama bekerja, aku punya waktu jeda. Semalam, bos ngabari kalau hari ini libur dulu. Perasaanku? Lega….

Pagi hari setelah bangun jam 8, tubuh mengajakku untuk menjalani hari ini dengan maksimal. Didorong oleh itu, semangatku bergairah. Usai memasukkan kasur ke kamar, entah kenapa hal pertama yang kulakukan adalah makan dan dilanjut dengan membaca buku. Dua bab saya tandaskan dengan mindfull.

Awal yang bagus ini membawa mood-ku ke jalur yang benar. Usai baca buku aku iseng buka handphone. Barangkali ada hal yang penting, pikirku. Aku coba buka wasap dan tuiter. Hari ini, ungkin memang aku ditakdirkan untuk tidak malas, tubuh saya menolak berlama-lama menatap layar ponsel. Aku langsung mengambil tugas yang lama mangkir dan menggarapnya. Jam sebelas, tugas merekap selesai.

Sialnya aku terlena untuk membuka wasap sebentar dan berujung pada scrool tuiter sampai jam 12. Karena kupikir aku mulai berpotensi keterlaluan, aku hentikan paksa. Aku ambil pakaian kotor, memasukkannya ke kamar mandi, merendam, dan menyucinya. Saat melakukan itu, aku hadir betul. Untungnya pakaianku sedikit sehingga sedikit pula waktu yang kubutuhkan untuk mencuci.

Jam satu selesainya mencuci aku beranjak makan siang. Tentu juga sholat. Karena mood-ku masih bagus, tetiba aku reflek mengambil laptop berencana mencoba nginput tugas. Sedikit kendala kujumpai di sana, untungnya bukan kendala yang berarti setelah aku konsultasi dengan kawan yang sudah lama selesai. Dari perbincangan itu pula aku menemukan pola menyelesaikan tugas yang taktis.

Sebenarnya hari ini ada rencana ke Welo Asri olah janji seorang kawan yang kegegerannya masih diperbincangkan sampai saat ini. Geger, karena rencana itu sudah dilayangkan empat kali dan selalu gagal. Aku tak jadi menginput, sebenarnya juga oleh alasan itu. Tapi karena sudah terlanjur tidak menunaikan tugas menginput, juga rencana Welo sepertinya bakal kembali gagal, aku ingin melakukan hal lain yang sepadan. Pilihannya jatuh untuk menulis.

Sudah ya, kuselesaikan saja tulisannya bersamaan dengan selesainya cerita tentang ini.


Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Omong kosong segala harapan yang terucap beberapa waktu lalu. Sdgs, menulis, workout, membaca buku, dan hal lain, hanya bumbu manis lisan yang menggiurkan. Nihil, tak ada hasil. Waktu yang kukira bakal menjadi produktif, justru malah terkesan njlimed, ora nggenah fokuse.

Agustus sebentar lagi memasuki tanggal 13 Agustus, sebuah warning keras karena banyak deadline yang harus selesai di akhir bulan. Fokus menjadi hal yang penting. Fokus mengalahkan ego, utamanya. Beberapa plan gagal karena ego dimanjakan betul untuk tetap santai, tetap nyaman di kasur, dan mengaggap semua bisa dilakukan nanti.

Ini terakhir kalinya aku menulis tulisan semacam ini. Ke depan, tidak boleh ada lagi penyesalan konyol atas kesalahan yang dilakukan berulang-ulang. Malu sama diri sendiri. Malu sama seorang Anam Sy di masa depan. Mau jadi apa kalau berubah untuk hal-hal yang bisa dikendalikan saja susahnya minta ampun.

Tidak ada yang lebih penting sekarang selain bagaimana caranya aku melakukan banyak perubahan dalam hidupku. Sampai saat ini, hidupku masih terkesan biasa-biasa saja. Tidak ada pencapaian membanggakan yang kurasakan. Seperti tidak ada tantangan.

Aku ingin hidupku berubah. Bosan saja menjadi orang yang normal, lurus, dan mengikuti arus. Aku ingin menjadi diriku yang kubutuhkan. Seorang anak muda yang produktif, bugar, dan berwawasan luas.

Bayangkan betapa membosankannya bangun tidur dan pikiranmu sudah langsung ditujukan untuk kerja. Itu imbas karena kau bangun ketika matahari sudah lebih tinggi dari tongkat bendera. Kau tak menjumpai pagi yang tenang di mana embun masih segarnya menetes dari ujung daun jambu depan rumah.

Kau makan seperlunya karena tidak ada nutrisi yang perlu kau penuhi sebab pagimu hanya habis untuk tidur. Kau juga tak merasakan bagaimana keringat pagi hari sehabis olahraga dapat meningkatkan mood-mu seharian. Juga mandi dan gosok gigi yang membuatmu bakal terasa lebih bugar. Pagi yang tidur membuatmu menghilangkan sepaket kebahagiaan yang ditawarkan alam.

Saat dipekerjaan, kau perlu waktu adaptif dulu, tubuhmu masih tercium aroma kasur. Semangatmu telat panas. Belum lagi ada sekitar belasan menit mencari musik terbaik untuk menemani mengawali pagi.

Siang hari saat waktunya istirahat, kau pulang merebahkan badan. Bukannya menjiwai seutuhnya makna istirahat, kau justru membuka sosial media. Tak terasa setengah jam lamanya. Kadangkala kau coba tidur sebentar, dan tidak sadar pula kau kemudian terperanjat karena waktu istirahatmu tinggal seperempat menit. Makan siang dan solat, terpaksa dilakukan dengan cepat dan buru-buru. Itu belum lagi kalau ternyata perutmu mendadak mules. Butuh waktu tambahan dan berakibat telat untuk menemukan momen saat kembali menghadap kerjaan.

Jam empat waktunya pulang. Kau memang begitu cintanya ya dengan twitter, sekalipun kau mengerti tidak akan banyak hal yang kau dapat, kau terus memantaunya. Seperampat terbuang lagi. Pulang lalu merebah dan kau meneruskan aktifitas itu lagi sembari menunggu kamar mandi kosong.

Kau mengajar usai mandi. Setengah jam lamanya. Beranjaknya dari sana, lagi dan lagi kau sepertinya lupa untuk membaca buku atau mencicil rekap sdgs, hape menjadi tujuanmu lagi hingga maghrib.

Maghrib datang dan kau solat sebentar lalu tadarus. Kau kemudian makan yang terkadang ditemani tayangan tivi. Sehabisnya kau menandaskan nasi, balik lagi menghadap hape. Kau sepertinya memang kecanduan akut hingga setiap beberapa menit sekali kau harus mengeceknya. Itulah yang kau lakukan berulang sambil menunggu isya datang.

Sehabis isya kau lakukan rutinitas yang sama lagi: bekerja. Lembur. Pulang jam 10 dan nyaris selalu lebih karena di sana kau manfaatkan dulu akses Wifi-nya. Sialnya, itu seperti pembuka, di rumah kau melanjutkannya lagi, hingga malam, hingga tidur. Memang sesekali disela itu kau membuka laptop dan menulis.

Paginya sehabis tidur, kau mengulangi hal yang sama setiap hari. Apa tidak membosankan sekali?

Bersama ini, yok: bongkar kebiasaan lama.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Kemarin malam, aku bertemu dengan perempuan yang kucintai dalam sebuah forum diskusi organisasi. Kalau tidak berlebihan menyimpulkan, ia agak genit malam itu. Kegenitan yang sengaja dimunculkan untuk memberi sinyal bahwa ia sedang bahagia.

Dan benar saja, dalam kesempatan yang nisbi singkat, ia bercerita kalau beberapa hari belakangan ia memang sering kencan dengan mas pacar. Pacar yang menurut pengakuannya, akan dijadikan pendamping hidup.

Lupakan soal itu. Yang menjadi sorot pertanyaanku adalah: aku yakin sekali ia tahu kalau aku mencintainya, namun kenapa justru kabar hubungannya tanpa ragu ia ceritakan padaku begitu saja. Sungguh, aku pikir, ia telah keterlaluan untuk meyakini kalau aku bisa bahagia melihat ia bahagia dengan pilihannya. Kenyataanya? Entahlah.

Yang patah, tumbuh. Yang tumbuh, sudah dipatahkan lagi. Untungnya, ada sahabat yang datang di waktu tepat menyirami prosesku untuk bersama bertumbuh.

Setidaknya, jika memang aku tidak bisa lagi jatuh cinta, aku bisa menumbuhkan cinta.


Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

 

Di penghujung tahun hijriah yang mendung, kaki-kaki pendosa satu persatu menuju muhsola untuk berdoa bersama. Dimulai dengan untaian istighfar, rangkaian doa akhir tahun dipanjatkan. Pada akhirnya, selesailah masa 1442 H. dan sepantasnya kita bahagia, Tuhan masih mengijinkan kita menghirup waktu untuk mengingat-Nya.


Adzan berkumandang, tahun baru memulai tugasnya. Seribu empat ratus empat puluh tiga hijriah memasuki hari pertama. Kebaikan di-setting ulang, keburukan ditekan. Lagi-lagi kita patut bersyukur, dengan kemurahan Tuhan, Ia lagi-lagi menakdirkan kita melakukan kebaikan. Sholat maghrib, wirid, dan doa awal tahun, menghiasi catatan lembar pertama di tahun 1443.

 


Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

 

Anam Sy

Lama sekali aku tidak menulis di blog ya. Kali ini akan kuceritakan padamu apa yang terjadi padaku akhir-akhir ini.

Aku akan memulai cerita ini dengan kabar baik. Dua bulan lalu, tepatnya awal Juni, aku membeli laptop baru. Kusebut baru karena aku tidak memiliki laptop sebelumnya. Laptop yang kuanggap baru ini tidak benar-benar baru, melainkan laptop bekas yang kubeli di Tokopedia setelah berpikir lama. Laptop yang kubeli adalah Lenovo Thinkpad X240. Aku membelinya seharga 4 juta. Ini adalah pembelian terbesar sepanjang hidupku. Pembelian yang membuatku tak punya uang lagi setelahnya. Nekat sekali bukan.

Sejak pertama kali laptop ini datang, hal pertama yang kulakukan adalah menulis. Menulis, karena itulah tujuan besarku. Aku membeli laptop agar aku semangat menulis. Aku menulis hampir setiap hari. Menulis apa saja. Bisa dibilang, aku belajar menulis lagi sejak awal. Ini penting bagiku agar naluri menulis kembali terbentuk usai sekian lama tidak lagi menulis.

Malam ini, dalam upayaku rutin menulis setiap malam, aku teringat blog ini. Akhirnya aku memutuskan, sepertinya sudah saatnya aku menulis dan mempostingnya di blog ini. Memang nyaris mustahil ada yang membaca karena blogku kecil, tapi sebagai bagian dari proses, aku perlu rutin memposting tulisan setiap beberapa waktu sekali.

Itu satu kabar. Kabar lain dariku ialah, sekarang, aku hampir sudah bisa menuju kehidupan yang produktif. Hampir, ya. Jika kamu membaca tulisanku sebelumnya tentang media sosial, kamu akan tahu kalau sejak 7 Maret 2021, aku menghapus berbagai media sosial dan aplikasi lain yang sering menyita waktuku secara nyata. Itu artinya sudah 5 bulan aku tidak memiliki aplikasi Instagram, Facebook, Massanger, dan aplikasi lain. Itu adalah keputusan terbesarku. Semula aku berpikir akan ada yang aneh karena aku sudah sedemikian tidak bisa dipisahkan dari medsos. Eh, tau-tau, hari ini sudah lima bulan saja aku tidak mengakses aplikasi-aplikasi itu.

Banyak sekali manfaatnya ternyata dari apa yang aku lakukan. Aku lebih punya banyak waktu untuk hal-hal yang berguna. Hasilnya aku tidak terikat lagi dengannya. Aku merasa lebih plong dan paling penting, aku merasa jauh lebih bahagia. Hal ini berbeda ketika dulu di mana rasanya seperti tidak ada menit tanpa mengakses sosial media. Aku dipaksa melihat kehidupan orang lain dan ujung-ujungnya membuatku selalu membandingkan diri dengan meraka. Sangat melelahkan.

Sebetulnya aku tidak sepakem itu juga dalam mengakses sosial media, aku masih punya aplikasi Twitter Lite untuk bisa tetap memantau ada apa dengan dunia. Instagram dan Facebook juga kadang aku buka, tetapi melalui browser. Ini tricky memang, aku menyusahkan diri untuk mengakses media sosial lewat browser, dan karena pasti ribet, aku selalu berhasil malas untuk melakukannya.

Itulah yang terjadi padaku akhir-akhir ini. Aku merasa, ini adalah momen terbaik sepanjang hidupku. Yang menyenangkan dari itu semua adalah aku merasa tidak sendiri. Aku punya kawan yang baik sekali dan membersamaiku dalam menempuh jalan perubahan ini.

Namanya Naili Wirdatul Muna. Ia adalah kawan terbaik yang pernah kumiliki. Aku tidak sering bertemu dengannya. Pertemuanku dengannya nyaris selalu karena kebutuhan. Tidak pernah sama sekali aku bertemu dengannya dengan alasan gabut. Aku tahu, ia seorang yang terjebak dan selalu menjebakkan diri dalam siklus produktif. Selalu ada hal yang digarapnya.

Aku merasa beruntung sekali bisa bertukar pikir dengannya dalam banyak hal. Ia menjadi penguat atas beberapa hal yang ingin aku lakukan. Misalnya soal uninstall medsos, aku sudah berpikir lama untuk melakukannya, dan ketika Wirda juga berbincang soal itu dan kami kemudian berdiskusi, akhirnya aku terdorong untuk melakukannya. Dan terbukti, aku berhasil melakukannya.

Yang terbaru adalah soal konsep minimalism. Aku juga sudah beberapa kali baca artikel tentang itu sebelumnya. Dan kembali, setelah mengobrol soal itu dengannya, aku akhirnya memutuskan untuk mempraktikannya. Aku memilah baju yang sering kupakai saja, aku juga kemudian membeli barang yang kubutuhkan saja. Aku sekarang hanya memiliki sedikit barang dan membuatku menjadi orang yang simple.

Boleh kubilang, pertemuanku dengan Wirda kali ini seperti keajaiban. Ia datang sebagai seorang teman di waktu yang tepat. Sangat tepat. Ia datang ketika aku sedang proses berubah menjadi lebih baik. Dan ini yang tidak pernah kusangka. Sebelumnya, transaksi pertemananku dengannya hanya urusan nasib sialnya soal asmara dan aku hanya menjadi pendengarnya. Sekarang pertemanan kami lebih fair, aku menjadi pendegarnya dan ia menjadi pendengarku. Dan ajaibnya, dari pertemanan sesungguhnya ini, aku merasa ia menjadi suport system bagiku secara tidak langsung.

Karena itu, aku merasa butuh teman semacam ini untuk terus mendorong dan menguatkanku dalam berproses lebih baik.

#

Kukira, sudah cukup sepertinya cerita ini diselesaikan sebagai pembuka ya. Jika terlalu random ceritanya, maklum, aku menulisnya langsung sekali jadi. Dan kupikir, aku mungkin akan sering menulis spontan semacam ini. Lebih plong saja. Mengalir.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Newer Posts
Older Posts

Info

Tayang seminggu dua kali

Mutualan, Yuk

  • facebook
  • instagram
  • youtube

Kategori

IPNU

Postingan Viral

Catatan

Sementara kosong dulu, seperti hatiku

Facebook

Isi Blog

  • ►  2024 (15)
    • ►  Apr 2024 (1)
    • ►  Mar 2024 (4)
    • ►  Feb 2024 (1)
    • ►  Jan 2024 (9)
  • ►  2023 (11)
    • ►  Des 2023 (3)
    • ►  Nov 2023 (1)
    • ►  Sep 2023 (3)
    • ►  Jul 2023 (4)
  • ►  2022 (46)
    • ►  Nov 2022 (7)
    • ►  Okt 2022 (7)
    • ►  Sep 2022 (6)
    • ►  Agu 2022 (4)
    • ►  Jul 2022 (9)
    • ►  Mei 2022 (4)
    • ►  Jan 2022 (9)
  • ▼  2021 (22)
    • ►  Des 2021 (5)
    • ►  Sep 2021 (3)
    • ▼  Agu 2021 (6)
      • Dua Puluh Dua
      • Sejenak Jeda dari kerja
      • Omong Kosong
      • Perempuan yang (Pernah) Kucintai
      • Seribu Empat Ratus Empat Puluh Tiga Hijriah
      • Laptop, Wirda, Medsos, dan Apa yang Terjadi Saat Ini
    • ►  Jun 2021 (1)
    • ►  Mar 2021 (7)
  • ►  2020 (14)
    • ►  Des 2020 (1)
    • ►  Nov 2020 (2)
    • ►  Jul 2020 (2)
    • ►  Jun 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  Apr 2020 (1)
    • ►  Mar 2020 (2)
    • ►  Feb 2020 (4)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Mar 2019 (1)
    • ►  Feb 2019 (1)
    • ►  Jan 2019 (1)
  • ►  2018 (57)
    • ►  Okt 2018 (7)
    • ►  Sep 2018 (5)
    • ►  Jul 2018 (11)
    • ►  Jun 2018 (3)
    • ►  Mei 2018 (4)
    • ►  Apr 2018 (2)
    • ►  Mar 2018 (5)
    • ►  Feb 2018 (12)
    • ►  Jan 2018 (8)
  • ►  2017 (71)
    • ►  Des 2017 (7)
    • ►  Nov 2017 (20)
    • ►  Okt 2017 (10)
    • ►  Sep 2017 (8)
    • ►  Agu 2017 (8)
    • ►  Jul 2017 (9)
    • ►  Jun 2017 (5)
    • ►  Mei 2017 (4)

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates