Omong Kosong

by - Agustus 13, 2021


Omong kosong segala harapan yang terucap beberapa waktu lalu. Sdgs, menulis, workout, membaca buku, dan hal lain, hanya bumbu manis lisan yang menggiurkan. Nihil, tak ada hasil. Waktu yang kukira bakal menjadi produktif, justru malah terkesan njlimed, ora nggenah fokuse.

Agustus sebentar lagi memasuki tanggal 13 Agustus, sebuah warning keras karena banyak deadline yang harus selesai di akhir bulan. Fokus menjadi hal yang penting. Fokus mengalahkan ego, utamanya. Beberapa plan gagal karena ego dimanjakan betul untuk tetap santai, tetap nyaman di kasur, dan mengaggap semua bisa dilakukan nanti.

Ini terakhir kalinya aku menulis tulisan semacam ini. Ke depan, tidak boleh ada lagi penyesalan konyol atas kesalahan yang dilakukan berulang-ulang. Malu sama diri sendiri. Malu sama seorang Anam Sy di masa depan. Mau jadi apa kalau berubah untuk hal-hal yang bisa dikendalikan saja susahnya minta ampun.

Tidak ada yang lebih penting sekarang selain bagaimana caranya aku melakukan banyak perubahan dalam hidupku. Sampai saat ini, hidupku masih terkesan biasa-biasa saja. Tidak ada pencapaian membanggakan yang kurasakan. Seperti tidak ada tantangan.

Aku ingin hidupku berubah. Bosan saja menjadi orang yang normal, lurus, dan mengikuti arus. Aku ingin menjadi diriku yang kubutuhkan. Seorang anak muda yang produktif, bugar, dan berwawasan luas.

Bayangkan betapa membosankannya bangun tidur dan pikiranmu sudah langsung ditujukan untuk kerja. Itu imbas karena kau bangun ketika matahari sudah lebih tinggi dari tongkat bendera. Kau tak menjumpai pagi yang tenang di mana embun masih segarnya menetes dari ujung daun jambu depan rumah.

Kau makan seperlunya karena tidak ada nutrisi yang perlu kau penuhi sebab pagimu hanya habis untuk tidur. Kau juga tak merasakan bagaimana keringat pagi hari sehabis olahraga dapat meningkatkan mood-mu seharian. Juga mandi dan gosok gigi yang membuatmu bakal terasa lebih bugar. Pagi yang tidur membuatmu menghilangkan sepaket kebahagiaan yang ditawarkan alam.

Saat dipekerjaan, kau perlu waktu adaptif dulu, tubuhmu masih tercium aroma kasur. Semangatmu telat panas. Belum lagi ada sekitar belasan menit mencari musik terbaik untuk menemani mengawali pagi.

Siang hari saat waktunya istirahat, kau pulang merebahkan badan. Bukannya menjiwai seutuhnya makna istirahat, kau justru membuka sosial media. Tak terasa setengah jam lamanya. Kadangkala kau coba tidur sebentar, dan tidak sadar pula kau kemudian terperanjat karena waktu istirahatmu tinggal seperempat menit. Makan siang dan solat, terpaksa dilakukan dengan cepat dan buru-buru. Itu belum lagi kalau ternyata perutmu mendadak mules. Butuh waktu tambahan dan berakibat telat untuk menemukan momen saat kembali menghadap kerjaan.

Jam empat waktunya pulang. Kau memang begitu cintanya ya dengan twitter, sekalipun kau mengerti tidak akan banyak hal yang kau dapat, kau terus memantaunya. Seperampat terbuang lagi. Pulang lalu merebah dan kau meneruskan aktifitas itu lagi sembari menunggu kamar mandi kosong.

Kau mengajar usai mandi. Setengah jam lamanya. Beranjaknya dari sana, lagi dan lagi kau sepertinya lupa untuk membaca buku atau mencicil rekap sdgs, hape menjadi tujuanmu lagi hingga maghrib.

Maghrib datang dan kau solat sebentar lalu tadarus. Kau kemudian makan yang terkadang ditemani tayangan tivi. Sehabisnya kau menandaskan nasi, balik lagi menghadap hape. Kau sepertinya memang kecanduan akut hingga setiap beberapa menit sekali kau harus mengeceknya. Itulah yang kau lakukan berulang sambil menunggu isya datang.

Sehabis isya kau lakukan rutinitas yang sama lagi: bekerja. Lembur. Pulang jam 10 dan nyaris selalu lebih karena di sana kau manfaatkan dulu akses Wifi-nya. Sialnya, itu seperti pembuka, di rumah kau melanjutkannya lagi, hingga malam, hingga tidur. Memang sesekali disela itu kau membuka laptop dan menulis.

Paginya sehabis tidur, kau mengulangi hal yang sama setiap hari. Apa tidak membosankan sekali?

Bersama ini, yok: bongkar kebiasaan lama.

You May Also Like

0 Respon