Omong Kosong
Omong kosong segala harapan yang terucap beberapa waktu lalu.
Sdgs, menulis, workout, membaca buku, dan hal lain, hanya bumbu manis lisan
yang menggiurkan. Nihil, tak ada hasil. Waktu yang kukira bakal menjadi
produktif, justru malah terkesan njlimed, ora nggenah fokuse.
Agustus sebentar lagi memasuki tanggal 13 Agustus, sebuah
warning keras karena banyak deadline yang harus selesai di akhir bulan. Fokus
menjadi hal yang penting. Fokus mengalahkan ego, utamanya. Beberapa plan gagal
karena ego dimanjakan betul untuk tetap santai, tetap nyaman di kasur, dan
mengaggap semua bisa dilakukan nanti.
Ini terakhir kalinya aku menulis tulisan semacam ini. Ke
depan, tidak boleh ada lagi penyesalan konyol atas kesalahan yang dilakukan
berulang-ulang. Malu sama diri sendiri. Malu sama seorang Anam Sy di masa
depan. Mau jadi apa kalau berubah untuk hal-hal yang bisa dikendalikan saja
susahnya minta ampun.
Tidak ada yang lebih penting sekarang selain bagaimana
caranya aku melakukan banyak perubahan dalam hidupku. Sampai saat ini, hidupku
masih terkesan biasa-biasa saja. Tidak ada pencapaian membanggakan yang
kurasakan. Seperti tidak ada tantangan.
Aku ingin hidupku berubah. Bosan saja menjadi orang yang
normal, lurus, dan mengikuti arus. Aku ingin menjadi diriku yang kubutuhkan.
Seorang anak muda yang produktif, bugar, dan berwawasan luas.
Bayangkan betapa membosankannya bangun tidur dan pikiranmu
sudah langsung ditujukan untuk kerja. Itu imbas karena kau bangun ketika
matahari sudah lebih tinggi dari tongkat bendera. Kau tak menjumpai pagi yang
tenang di mana embun masih segarnya menetes dari ujung daun jambu depan rumah.
Kau makan seperlunya karena tidak ada nutrisi yang perlu kau
penuhi sebab pagimu hanya habis untuk tidur. Kau juga tak merasakan bagaimana
keringat pagi hari sehabis olahraga dapat meningkatkan mood-mu seharian. Juga
mandi dan gosok gigi yang membuatmu bakal terasa lebih bugar. Pagi yang tidur
membuatmu menghilangkan sepaket kebahagiaan yang ditawarkan alam.
Saat dipekerjaan, kau perlu waktu adaptif dulu, tubuhmu masih
tercium aroma kasur. Semangatmu telat panas. Belum lagi ada sekitar belasan
menit mencari musik terbaik untuk menemani mengawali pagi.
Siang hari saat waktunya istirahat, kau pulang merebahkan
badan. Bukannya menjiwai seutuhnya makna istirahat, kau justru membuka sosial
media. Tak terasa setengah jam lamanya. Kadangkala kau coba tidur sebentar, dan
tidak sadar pula kau kemudian terperanjat karena waktu istirahatmu tinggal
seperempat menit. Makan siang dan solat, terpaksa dilakukan dengan cepat dan
buru-buru. Itu belum lagi kalau ternyata perutmu mendadak mules. Butuh waktu
tambahan dan berakibat telat untuk menemukan momen saat kembali menghadap
kerjaan.
Jam empat waktunya pulang. Kau memang begitu cintanya ya
dengan twitter, sekalipun kau mengerti tidak akan banyak hal yang kau dapat,
kau terus memantaunya. Seperampat terbuang lagi. Pulang lalu merebah dan kau
meneruskan aktifitas itu lagi sembari menunggu kamar mandi kosong.
Kau mengajar usai mandi. Setengah jam lamanya. Beranjaknya
dari sana, lagi dan lagi kau sepertinya lupa untuk membaca buku atau mencicil rekap
sdgs, hape menjadi tujuanmu lagi hingga maghrib.
Maghrib datang dan kau solat sebentar lalu tadarus. Kau kemudian
makan yang terkadang ditemani tayangan tivi. Sehabisnya kau menandaskan nasi,
balik lagi menghadap hape. Kau sepertinya memang kecanduan akut hingga setiap
beberapa menit sekali kau harus mengeceknya. Itulah yang kau lakukan berulang
sambil menunggu isya datang.
Sehabis isya kau lakukan rutinitas yang sama lagi: bekerja. Lembur.
Pulang jam 10 dan nyaris selalu lebih karena di sana kau manfaatkan dulu akses
Wifi-nya. Sialnya, itu seperti pembuka, di rumah kau melanjutkannya lagi, hingga
malam, hingga tidur. Memang sesekali disela itu kau membuka laptop dan menulis.
Paginya sehabis tidur, kau mengulangi hal yang sama setiap
hari. Apa tidak membosankan sekali?
Bersama ini, yok: bongkar kebiasaan lama.
0 Respon