• Halaman Awal
  • Diri Sendiri
facebook instagram Email

Anam Sy

Sudah sejak lama notif hape memperingatkan ruang penyimpananku yang sudah payah. Aku sering kesal, sejauh yang aku tahu, aku jarang sekali memotret maupun merekam video. Lalu dari mana memori tersita ini berasal?

Setiap kali notif itu datang, aku sering mengunjungi isi-isi memoriku, melacak foto dan video yang tak perlu, dan menghapusnya. Kebanyakan, foto dan video berasal dari kiriman wasap.

Selama scroling foto-foto untuk menyortir yang tak perlu, aku selalu menemukan foto-foto lama. Termasuk fotoku dengan seorang wanita yang pernah aku sukai. Sebut saja namanya Mawar.

Ketika menjumpai foto itu, ada dua pilihan besar yang aku hadapi: hapus sama sekali, atau biarkan untuk menjadi kenangan. Sialnya, sampai sekarang aku masih memilih opsi kedua.

Sejauh ini, sekalipun tidak pernah menjalin hubungan secara personal, kenangan dengan Mawar adalah satu pengalaman asmara yang dahsyat. Itulah alasan aku enggan menghapusnya.

Aku kepincut dengan Mawar sejak kali pertama berjumpa. Sialnya, umurnya tidak lebih muda. Yang paling membuatku rispek dengannya adalah kepintarannya untuk secara tidak langsung menolakku. Mengapa aku sebut pintar, sebab sekalipun dulu aku tergila-gila, sekarang, bahkan setelah ia punya pasangan, aku masih tetap berkawan dengannya tanpa perasaan tidak enak.

Lain kali aku akan menceritakan detail soal Mawar ini. Sekarang kita fokus ke foto dulu.

Mungkin, ketika sudah berubah pikiran, aku bisa saja menghapus semua foto-fotonya. Ia sudah bahagia bersama orang lain. Dan aku tentu akan menjalin hubungan dengan yang lain pula. Tak elok jika dalam menjalin hubungan dengan seseorang, ada masa lalu yang masih tersimpan.



Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Barusan, sebenarnya aku sudah menyalakan laptop, membuka Microsoft Word, dan menulis. Tapi setelah beberapa menit, encokku kumat. Aku menyerah, lantas mematikan laptop, dan mengganti menulis di hape sambil merebah.

Tidak semua tekad harus dituruti dengan pakem. Fleksibelitas juga diperlukan agar ketika melakukan sesuatu tidak ada rasa berat hati. Seperti yang aku lakukan kini.

Aku berkata begitu karena aku lah korban dari satu kepakeman. Selama beberapa waktu terakhir, aku tidak menulis. Aku tidak menulis sebab aku pikir, menulis itu harus benar-benar totalitas, menghadap laptop, lama, menyendiri, dan harus ndakik-ndakik.

Tak kukira, dengan pikiran semacam itu, sejatinya aku sudah membikin sulit sendiri sebuah pekerjaan. Seharusnya, ketika ingin melakukan sesuatu, sebisa mungkin hal itu terasa begitu ringan, setidaknya sejak dalam pikiran. Ya agar merdeka saja ketika melakukannya.

Namun apabila sejak awal sudah dibikin repot sendiri, untuk melakukan sesuatu harus begini begini begini, itu jelas bakal menimbulkan kemalasan.

Aku kira, ini bukan berlaku dalam satu hal ini saja, melainkan semua hal. Itulah alasan kenapa target kecil yang spesifik itu lebih baik daripada target besar yang masih abstrak.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Baru kali pertama rasanya aku mengalami keluhan encok. Sebelumnya, prestasi paling pol soal tulang-belulang hanya pegal-pegal. Tak ayal, ini menjadi perhatian besarku saat ini.

Aku mengalami encok sebab kesibukan dalam waktu yang rapat. Ada kegiatan besar yang kala itu harus dipersiapkan matang, sementara di lain hal, tuntutan pekerjaan mengiringi.

Encok ini yang membuat aku lebih sering memilih untuk merebah daripada duduk. Atau kalau mengharuskan duduk, aku duduk persis seperti posisi tahiyat akhir. Kalau bukan dengan gaya itu, aku resah bukan main.

Sejauh ini, belum ada tindakan resmi untuk menyikapi hal ini. Namun begitu bukan berarti tidak ada usaha pemulihan sama sekali. Kemarin malam, oleh Aji aku disuruh untuk menempelkan salonplas di beberapa titik punggung. Cara itu menjadi andalannya ketika menghadapi masalah yang sama. Sayangnya, barangkali karena pertama kali aku menggunakannya, tidak ada efek sama sekali terhadap encokku. Sama saja.

Cara paling jitu sebetulnya ada pada jalan pijat. Tak jauh dari tempatku, ada Mbah Midi si tukang pijat. Namun aku urung ke sana. Aku tidak percaya diri untuk dipijat. Semalam, aku coba dipijat Nanang yang konon mengaku kalau sebenarnya dirinya pintar pijat. Dipijat kawanku yang sungguh amatir ini semakin meyakinkanku kalau ke tukang pijat adalah hal yang bakal sia-sia. Bagaimana tidak, dipegang sedikit saja aku sudah meronta-ronta kegelian. Apa guna lima puluh ribu kalau aku hanya bakal dapat tertawa.

Dari pengamatan asal-asalan yang aku lakukan, cara terbaik untuk menyembuhkan encokku adalah dengan istirahat. Aku butuh jeda dan mengambil waktu untuk menyadari nafas, sambil memijati diri sendiri, dan aku tertawa kegelian. 



Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Rasanya, dua bulan lalu kasur yang aku tiduri sekarang suci dari binatang yang namanya bertolak belakang dari wujudnya: tinggi. Sekarang, hewan ini sudah berkoloni di sudut-sudut kasur dan bantal, bersembunyi di tengah-tengah celah sempit, dan bergerilya di malam hari layaknya perompak.

Aku tidak tahu apa nama resmi dari hewan yang body-nya semacam kutu ini. Atau barangkali ia masih sejenis kutu. Tapi jika kutu, apakah namanya kutu kasur. Tapi apapun namanya, ia tentu menyebalkan.

Ketika aku menulis catatan ini jam dua belas malam di kamar, lewat temaram cahaya yang menyorot dari gawai, aku memergoki dua tinggi mendekati lenganku. Tahu dirinya kepergok, dua tinggi itu tergopoh-gopoh melarikan diri di bawah bantal yang diatasnya kepalaku bersandar. Ketika aku buka, aku seperti menemukan kaum-kaum munafiqun. Bukan cuma dua, ada sekitar 7 ekor yang sudah seperti jihad memperjuangkan darahku. Aku yakin, komplotan ini sudah dikomandoni dan menempati pos-pos tertentu.

Dengan kekuatan yang lebih digdaya, aku sebenarnya bisa dengan mudah melacak pos-pos persembunyian itu dan menghancurkannya satu persatu. Meski tidak semua, aku pasti sudah bisa menurunkan populasi tinggi dengan signifikan. Hanya saja, ini sudah terlalu malam untuk melakukan pembantaian. Masih ada hari esok, pikirku.

Aku tidak tahu dari mana asal mula ada hewan bermigrasi ke sini. Dua bulan lalu, kasur ini adalah pulau kosong yang hanya dihuni oleh keluargaku. Lantas dari mana asal mulanya?

Aku berspekulasi, nan jauh di sana, di sebuah kasur yang sudah sesak penghuninya, dua ekor pasutri memutuskan untuk migrasi secara ilegal. Ia memutuskan untuk menetap di sebuah baju, dan ketika pemiliknya keluar dan bersinggungan dengan manusia lain, dua ekor pasutri itu merembet menuju baju lain. Ndilalah, orang tersebut adalah aku.

Ketika aku pulang, bersama itu pula dua ekor tinggi ini akhirnya resmi menjadi imigran gelap di pulauku. Mereka bercumbu saban hari dan beranak pinak. Dalam waktu singkat, mereka akhirnya membentuk komunitas dan kemudian menjadi sebuah kesatuan besar.

Spekulasi ini sangat mungkin benarnya. Dua bulan lalu dan dua bulan kemudian adalah dua musim yang berbeda. Masa produktif hewan ini, sepengatahuanku memang terjadi di musim hujan semacam ini. Kalau saat kemarau, eksistensi mereka hilang sebab sering kena jemur matahari.

Malam ini, aku memutuskan untuk tetap tidur di kasur ini. Aku ingin biarkan malam ini jadi kemenangan untuk mereka. Aku sudah siap gatal-gatal melewati malam yang mencekam ini. Tapi ketika itu sudah terjadi, ada alasan untukku melakukan balas dendam dan mengibarkan bendera perang.

Tunggu saja.


Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Aku sudah lama tidak lagi menulis. Mungkin nyaris sebulan lamanya. Apalagi hari-hari kemarin aku disibukkan dengan kegiatan organisasi. Benar-benar tidak ada waktu jeda untuk mengoreksi apa yang selama ini terjadi.

Ada yang salah dalam diriku. Aku tahu itu. Aku tahu itu sejak waktu-waktu ketika aku tidak produktif lagi untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan baik.

Aku baru bisa dengan jernih menyadarinya sekarang. Aku sengaja mengambil malam ini untuk tidak melakukan apapun. Aku di kamar, aku menulis, sementara itu aku pasrahkan perasaanku bereaksi apa saja tanpa dibuat-buat.

Yang aku sadari pertama adalah hilangnya fokus untuk menjadi apa yang aku inginkan. Aku ingin tubuhku sehat, pikiranku cerdas, perasaanku jeli. Kehilangan fokus menjadikanku malas membaca, malas merangkai kata, dan melas belajar apa saja.

Kedua, aku merasa tidak punya ruang untuk merdeka berekspresi. Dulu, ketika aku dilanda perasaan tersembunyi maupun terdalam, aku selalu lari ke Twitter dan mencurahkan semua di sana. Berharap tidak ada yang tahu. Namun kini, mutualanku adalah teman-temanku. Ada magnet yang selalu menarik jariku ketika ingin sambat di sana lagi. Seolah magnet itu berkata: jangan... jangan... temanmu lihat.

Aku menduga itu pula yang membuatku sudah jarang lagi menulis. Memang ini bertolak belakang dengan tujuanku menulis yang dulu. Dulu aku menulis karena ingin dibaca. Aku memostingnya di fesbuk, sw, ige, dan blog.

Tapi setelah dipikir-pikir, tujuanku menulis belakangan ini lebih untuk mencurahkan isi hati. Tulisan yang lebih murni. Itulah alasan sehingga aku tidak sering menulis karena takut orang lain tahu apa yang aku rasakan. Aneh ya, padahal tidak semua tulisanku aib juga.

Karena itu, aku jadi punya solusi sekarang. Jika Twitter, Ig, sw, FB, sudah tidak lagi privasi, satu-satunya caraku bisa berekspresi dengan bebas adalah menulis di blog ini. Aku sangat yakin tidak akan ada yang membaca tulisan-tulisanku di sini ke depan.

Oke fix. Blog ini akan sepenuhnya jadi tempat curhatku sekarang. Aku tidak lagi ingin berpikir apakah tulisanku bagus atau tidak, yang terpenting apa yang ada di kepala, peristiwa yang terjadi dan terlewati, sanggup aku abadikan dengan baik. Plong. Lega.

Untuk malam ini, mungkin itu saja. Awal mulai yang baik. Good night.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Newer Posts
Older Posts

Info

Tayang seminggu dua kali

Mutualan, Yuk

  • facebook
  • instagram
  • youtube

Kategori

IPNU

Postingan Viral

Catatan

Sementara kosong dulu, seperti hatiku

Facebook

Isi Blog

  • ►  2024 (15)
    • ►  Apr 2024 (1)
    • ►  Mar 2024 (4)
    • ►  Feb 2024 (1)
    • ►  Jan 2024 (9)
  • ►  2023 (11)
    • ►  Des 2023 (3)
    • ►  Nov 2023 (1)
    • ►  Sep 2023 (3)
    • ►  Jul 2023 (4)
  • ►  2022 (46)
    • ►  Nov 2022 (7)
    • ►  Okt 2022 (7)
    • ►  Sep 2022 (6)
    • ►  Agu 2022 (4)
    • ►  Jul 2022 (9)
    • ►  Mei 2022 (4)
    • ►  Jan 2022 (9)
  • ▼  2021 (22)
    • ▼  Des 2021 (5)
      • Foto-foto Seseorang yang Masih Dalam Ruang Penyimp...
      • Repot Sejak Dalam Pikiran
      • Yang Muda yang Encok
      • Tinggi-Tinggi yang Bersembunyi
      • Cuap-cuap Bebas Aja
    • ►  Sep 2021 (3)
    • ►  Agu 2021 (6)
    • ►  Jun 2021 (1)
    • ►  Mar 2021 (7)
  • ►  2020 (14)
    • ►  Des 2020 (1)
    • ►  Nov 2020 (2)
    • ►  Jul 2020 (2)
    • ►  Jun 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  Apr 2020 (1)
    • ►  Mar 2020 (2)
    • ►  Feb 2020 (4)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Mar 2019 (1)
    • ►  Feb 2019 (1)
    • ►  Jan 2019 (1)
  • ►  2018 (57)
    • ►  Okt 2018 (7)
    • ►  Sep 2018 (5)
    • ►  Jul 2018 (11)
    • ►  Jun 2018 (3)
    • ►  Mei 2018 (4)
    • ►  Apr 2018 (2)
    • ►  Mar 2018 (5)
    • ►  Feb 2018 (12)
    • ►  Jan 2018 (8)
  • ►  2017 (71)
    • ►  Des 2017 (7)
    • ►  Nov 2017 (20)
    • ►  Okt 2017 (10)
    • ►  Sep 2017 (8)
    • ►  Agu 2017 (8)
    • ►  Jul 2017 (9)
    • ►  Jun 2017 (5)
    • ►  Mei 2017 (4)

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates