Yang Muda yang Encok
Baru kali pertama rasanya aku mengalami keluhan encok. Sebelumnya, prestasi paling pol soal tulang-belulang hanya pegal-pegal. Tak ayal, ini menjadi perhatian besarku saat ini.
Aku mengalami encok sebab kesibukan dalam waktu yang rapat. Ada kegiatan besar yang kala itu harus dipersiapkan matang, sementara di lain hal, tuntutan pekerjaan mengiringi.
Encok ini yang membuat aku lebih sering memilih untuk merebah daripada duduk. Atau kalau mengharuskan duduk, aku duduk persis seperti posisi tahiyat akhir. Kalau bukan dengan gaya itu, aku resah bukan main.
Sejauh ini, belum ada tindakan resmi untuk menyikapi hal ini. Namun begitu bukan berarti tidak ada usaha pemulihan sama sekali. Kemarin malam, oleh Aji aku disuruh untuk menempelkan salonplas di beberapa titik punggung. Cara itu menjadi andalannya ketika menghadapi masalah yang sama. Sayangnya, barangkali karena pertama kali aku menggunakannya, tidak ada efek sama sekali terhadap encokku. Sama saja.
Cara paling jitu sebetulnya ada pada jalan pijat. Tak jauh dari tempatku, ada Mbah Midi si tukang pijat. Namun aku urung ke sana. Aku tidak percaya diri untuk dipijat. Semalam, aku coba dipijat Nanang yang konon mengaku kalau sebenarnya dirinya pintar pijat. Dipijat kawanku yang sungguh amatir ini semakin meyakinkanku kalau ke tukang pijat adalah hal yang bakal sia-sia. Bagaimana tidak, dipegang sedikit saja aku sudah meronta-ronta kegelian. Apa guna lima puluh ribu kalau aku hanya bakal dapat tertawa.
Dari pengamatan asal-asalan yang aku lakukan, cara terbaik untuk menyembuhkan encokku adalah dengan istirahat. Aku butuh jeda dan mengambil waktu untuk menyadari nafas, sambil memijati diri sendiri, dan aku tertawa kegelian.
0 Respon