• Halaman Awal
  • Diri Sendiri
facebook instagram Email

Anam Sy

 



Hari ini adalah hari pertama aku bekerja di tempat baru. Yang aku rasakan pertama kali tentu saja suasana yang baru. Suasana yang jauh berbeda dari tempat yang sebelumnya.

Aku berangkat jam sembilan mengendarai motor. Jarak dua kilo mustahil dilangkahi dengan jalan kaki. Sepeda sepertinya cukup menarik untuk dijadikan kendaraan, 20 menit mengayuh sangat pantas untuk disebut olahraga. Tapi di rumah, tidak ada sepeda kecuali sepeda kecil keponakan. Mau tak mau, paling ideal untuk menembus jalanan praneman adalah menggunakan motor.

Berhubung adikku belum berangkat, aku menggunakan Vario untuk menemani pengalaman bekerja pertama. Sampai di perempatan Jrebengkembang setelah melewati sawah praneman, jalanan menunjukkan keramaiannya. Mengambil kanan setelah merasa cukup ruang dari lalu lalang pejalan, aku lurus sebentar lalu belok kanan tepat di samping Alfamart. Inilah tempat kerjaku sekarang.

Dalam ruangan yang berukuran sekitar 5x5 itu, tampak bos sedang menancapkan kain asahi di paku-paku—atau yang sering disebut dengan proses nikel. Istrinya yang sedang hamil tua, tampak membersamainya sekadar melihat. Aku masuk mengucapkan salam. Tanpa basa-basi yang panjang, setelah mengganti musik dari saluran blootute hape, aku kembali bekerja, mengulang hal yang sudah tiga tahun aku lakukan.

Jika ditanya apa yang membedakan tempat sekarang dengan tempat dulu, maka jawabannya: banyak. Dari segi keramaian saja misalnya, terletak di samping jalan raya, lebih-lebih tepat di samping minimarket, banyak kendaraan berlalu lalang, bising pastinya. Banyak manusia yang aku jumpai. Berbeda di tempat lama yang cenderung sunyi dan cocok untuk berkontemplasi. Urusan suasana, tempat lama tentu aku rindukan, tapi potensi melihat cewek cantik, sangat besar kemungkinan aku temukan di tempat sekarang.

Kedua mungkin soal disiplin. Di tempat lama, dengan jarak yang begitu dekat, aku bisa men-delay berangkat kerja atau mempercepat waktu kepulangan, mengingat bos belum tentu ada. Di tempat baru, bos akan selalu ada, itu hal yang tidak bisa aku akali sehingga ke depan disiplin memang akan sangat terterapkan. Sebetulnya bukan disiplin yang bagaimana juga, hanya perasaan tidak enak kalau kebiasaan lama masih ngikut. Termasuk juga aku akan kehilangan kecenderungan untuk mengecek hape.

Ketiga, keempat, dan ke-seterusnya, mungkin akan aku tulis lain kali. Toh, masih satu hari bekerja di tempat baru. Masih belum peka merasakan perbedaannya. Untuk kesan pertama dalam perpindahan tempat kerja ini: yaaaa boleh lah.

 

10 Mei 2022

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

 


Tiga tahun bekerja di bos Tio, aku merasa seperti tidak bekerja. Bagaimana bisa disebut kerja, lha wong jarak dari rumah ke tempat pekerjaan hanya berselisih empat rumah. Pekerjaan apa yang akan terasa bekerja jika berangkatnya saja jalan kaki. Itu rasanya sama saja seperti beli kecap atau sebungkus Indomie di warung SRC Sandi.

Tapi semua akan berubah sejak setelah lebaran ini. Selasa depan, tempat kerjaku akan pindah. Jika sebelumnya pulang pergi kerja bisa aku jalani dengan jalan kaki, untuk kali ini aku bakal merasakan betul marwah dan esensi kerja. Esensi kerja di mana ada effort lebih dulu untuk melakukannya. Sebab sekarang, tempat pekerjaanku ada di desa seberang di mana setidaknya aku perlu naik motor.

Mungkin kamu bertanya kenapa ini bisa terjadi. Akan kujelaskan perlahan. Sejak pertama bosku merintis usaha puring kantong, bos memanfaatkan rumah yang ditinggal merantau. Pemiliknya sendiri masih bagian dari keluarganya bos (entahlah apa statusnya, aku tidak terlalu paham silsilah). Rumah itu berukuran mungil, hanya terdiri dari ruang kamar serta ruang tamu dan berada tepat di sisi rumahnya bos. Dua rumah yang masih bisa dikatakan nyambung.

Puasa kemarin, bos bilang kalau habis lebaran pindah tempat. Aku sendiri tidak banyak bertanya karena beberapa kali omongan bos meleset dari dugaan. Aku tidak menanggapi serius karena menurutku, pindah tempat kerja butuh waktu dan pemikiran matang. Palingan pindahnya setahun lagi, pikirku. Apalagi mengingat istrinya bos sedang hamil tua, apakah nyaman rumahnya bakal ditempati untuk mobilitas bekerja.

Namun agaknya keraguanku terjawab sudah ketika kerabat yang merantau itu pulang dan ada indikasi untuk tidak lagi merantau. Otomatis, rumah mungil itu akan tertempati. Pindah tempat kerja menjadi keputusan yang masuk akal. Memang masih bisa bekerja di tempat lama, ada depan rumah yang cukup lebar, tetapi sekali lagi, dengan bertambahnya anggota keluarga, bertambah pula mobilitas pergerakan, belum lagi persoalan parkir dan suasana santai, jika dipaksakan masih di sana pasti menghambat banyak hal. Alasan lainnya yang cukup masuk akal adalah: tikelan di sana tidak panjang dan bakal mempengaruhi hasil nantinya.

Selasa ini akan menjadi babak baru kehidupanku. Bagaimanapun ini menjadi babak baru memang. Aku akan merasakan rasanya bekerja seperti yang orang-orang lain rasakan: bangun pagi, sarapan, dan berkendara. Sesuatu yang selama ini tidak pernah aku lakukan. Terlepas dari persoalan kendaraan yang akan aku pakai, bekerja pindah tempat di desa seberang menjadi sesuatu yang kunantikan.

Tempat kerja baruku kali ini merupakan rumahnya istri bosku. Letaknya di Jrebengkembang tepat di sisi timur Alfamart. Kata bos, kelak ia ingin bangun gudang sendiri agar mobilitasnya bisa lebih leluasa. Sebagai karyawan, aku hanya bisa mengamini.

Untuk saat ini, yang pindah mungkin tempat bekerjanya. Tidak menutup kemungkinan, dalam jangka waktu lama, yang pindah adalah bidang pekerjaannya. Setiap orang punya impiannya masing-masing. Namun untuk berpikir sejauh itu, aku belum cukup waktu. Yang terpenting sekarang, aku hanya perlu menjalani saja apa yang terjadi sambil menikmati. Seperti air mengalir.

 

Kebonrowopucang, 7 Mei 2022

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

 


Tak ada yang lebih baik ketika lebaran tiba dan kita benar-benar memulai segalanya lagi dari awal. Aku telah kehilangan banyak kebiasaan belakangan ini. Kau bisa melihatnya dari postingan blog pribadiku yang sepi. Sebenarnya aku masih sering menulis semacam ini, hanya karena aku menganggap hasil tulisanku tak bagus, aku selalu enggan untuk mengunggahnya ke media.

Sejak hari pertama lebaran kemarin, aku merencanakan pola kebiasaan baru dalam menulis. Setiap kali aku menulis di hari itu, aku memberi tanda silang di kalender. Sudah lima hari berjalan dan hasilnya ada kecenderungan tidak menulis setelah sebelumnya menulis. Aku memakluminya karena masih awal.

Pengetahuanku soal pola semacam ini kalau tidak salah aku dapat dari membaca sebuah artikel. Kalau tidak salah lagi, pola ini dinamakan kebiasaan mengular. Dengan menyilang setiap tanggal di kalender setiap melakukan sesuatu, maka akan menciptakan sebuah deretan silang yang berjajar atau mengular. Bayangkan ketika deretan angka di kalender sudah tersilang semua, ini akan menciptakan efek candu untuk terus merawat satu kebiasaan, sekaligus rasa enggan untuk meninggalkan karena dengan begitu deretan mengular bisa terhenti.

Sebenarnya aku tahu pola ini sejak lama namun baru melakukannya setelah menemukan momentum yang pas. Bukan hanya dalam kebiasaanku menulis, aku juga mencoba menerapkannya dalam kebiasaan membaca. Jika dulu aku jarang membaca karena keterbatasan bahan bacaan, maka seandainya ke depan aku tidak membaca, maka itu murni kemalasan. Aku sudah punya akses kepada buku lewat seorang kawanku bernama Naili Wirdatul Muna yang kebetulan rumahnya dititipi buku-buku taman baca desa.

Tahun ini aku memang serius untuk berubah. Aku merasa jika selama hidupku, belum pernah aku bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu. Tidak enak menjalani hidup yang begitu-begitu saja tanpa memberi tantangan kepada diri sendiri. Memangnya apa artinya hidup kalau setiap datang waktu luang dalam kerjaku yang biasa saja, aku selalu mengisinya dengan main hape sampai lupa waktu; atau menghabiskan malam begitu saja dengan kerambol dan dongeng panjang tak berujung.

Setiap ingatanku disadarkan semacam ini, aku selalu mengingat usiaku yang sudah menginjak dua puluh dua. Usia yang memang sudah sepantasnya berubah dan bergerak. Aku punya adik yang perlu diperhatikan pendidikannya. Juga seseorang yang harus mengisi hidupku yang biasa saja ketika usia dua puluh lima.

 

Kebonrowopucang, 6 Mei 2022

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

 

Lembaran baru. ini menjadi awal untuk memulai satu kebiasaan yang mengular. Dalam arti, kegiatan yang mengedepankan konsistensi untuk melakukannya. Aku sudah menasbihkan diri semenjak lebaran ini untuk menulis setiap hari tanpa pernah putus. Jika seandainya satu kali aku putus, aku akan melakukannya dua kali lipat di hari kemudiannya.

Menulis memang gampang-gampang susah. Aku bisa menulis. Aku bisa bercerita. Tapi meluangkan waktu melakukannya itu satu disiplin ilmu tersendiri. Jika tidak ada target yang aku buat, aku bisa saja lupa untuk menulis. Sudah sering dalam hidupku aku lupa menulis dalam waktu yang lama. Jika tidak digalakkan lagi, aku akan menjumpai kejadian yang sama. Bukankah waktu harus berjalan dengan pembelajaran.

Di hari kedua lebaran ini, pagiku di mulai dengan halal bi halal keluarga besar Wasdullah. Siangnya sebelum aku menulis, setumpuk cucian kutandaskan dalam waktu relatif singkat. Satset dan kemudian selesai. Ternyata sangat melegakan menyelesaikan satu aktivitas dengan segera. Ini berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya di mana untuk mengumpulkan niat mencuci saja membutuhkan waktu berlebihan.

Semakin dewasa, aku harus menjalani kehidupan dengan lebih mendewasa. Belajar dari kesalahan. Mengambil hikmah dari setiap kejadian. Melihat proses panjang kehidupan orang-orang. Selalu ada ruang untuk belajar menjadi manusia lebih baik.

Lebaran inilah momentum yang pas untuk perubahan-perubahan itu. Apalagi melihat usiaku yang semakin bertambah. Kemalasan demi kemalasan yang pernah mengakar, penundaan yang melampaui batas, dan kebanyakan menunggu momentum untuk berubah, ini semua menjadi poin penting yang perlu aku perhatikan sejak saat ini. Aku perlu untuk berproses secara sehat menjadi manusia dewasa.

Semakin ke sini aku semakin mikir lebih dalam. Seandainya aku masih melanggengkan kemalasan ataupun kebiasaan menunda dalam melakukan suatu hal, aku bakal jadi apa. Memang tidak mengapa kelak menjadi biasa-biasa saja, tetapi menjadi luar biasa kan hal yang perlu diperjuangkan juga. Aku tidak berbicara kemapanan secara materil, tapi yang aku maksud adalah kerangka berpikir yang semakin matang. Aku yakin, jika kerangka berpikir sudah sehat, paramater lain bisa dengan mudah diselesaikan.

Untuk menuju kerangka berpikir yang matang semacam itu tidak bisa didapatkan ujug-ujug begitu saja. Lagi-lagi perlu proses. Dan hal yang aku usahakan adalah dengan menulis semacam ini dan membaca. Jika dengan tensi menulis sederhana seperti ini saja sudah bisa membuatku berpikir sistematis, apalagi jika aku menaikkan intensitas menulis lebih ketat lagi. Atau kebiasaan membaca, jika dengan bacaan ringan saja sudah menambah banyak pengetahuan, apalagi bacaan yang lebih berbobot dan dengan bacaan lebih banyak. Mungkin seandainya aku mau, menjadi keren dengan banyak pengetahuan itu bisa aku dapatkan. Sekali lagi, kalau aku mau. Dan saat ini, aku mau itu, aku membutuhkannya.

Aku percaya, konsistensi menulis dan membaca yang aku bangun sejak saat ini kelak bakal membuahkan hasil. Dan salah satu hasil yang aku harapkan adalah kualitas kepenulisanku bisa berkembang sebagaimana mestinya. Kemampuan ini bakal menjadi sampingan pekerjaanku dan berpotensi menjadi pekerjaan utama. Aku tahu arahnya memang akan ke sana, makanya aku tidak terlalu ngoyo dalam melakukan pekerjaan saat ini. Lebih baik aku ngoyo untuk meningkatkan skill yang aku milik di bidang ini.

Sebagai gambaran, kenapa aku sangat yakin dengan kemampuanku ini? Kita bandingkan soal waktu. Sejauh ini aku sudah bekerja nyaris kurang lebih tiga tahun di tempat yang sama. Apa yang aku dapatkan? Tentu uang.  Uang yang aku dapatkan pun sepertinya tidak banyak-banyak amat. Coba bandingkan sendainya aku menulis selama tiga tahun dengan intensitas yang sama. Pasti setiap waktu, kualitas kepenulisanku akan berjalan lebih baik. Dalam tiga tahun menulis berturut-turut, bukan tidak mungkin tulisanku kelak menembus media nasional dan dibayar dengan sangat layak.

Untungnya adalah, kedua hal itu bisa dilakukan bersamaan. Tidak perlu ada yang ditinggal salah satu. Persoalan sekarang mungkin soal waktu. Bagaimana caranya aku mengelola waktu agar bisa menulis dengan leluasa sekalipun statusku sebagai pekerja. Berbicara soal waktu, rutinitas sehari-hari yang akan berbicara.

Aku bisa menulis kapan saja. Itu poinnya. Tetapi untuk fokus menulis, aku perlu waktu-waktu tersendiri. Malam hari, adalah waktu biasanya aku menulis. Aku kira tidak ada persoalan berarti sampai sejauh ini. Mungkin kasus yang muncul adalah bahwa selama ini aku sering di luar setiap malam. Ke depan, kalau tidak penting-penting amat, aku akan sigap menolak atau pulang ketika sudah waktunya.

Waktu lain untuk menulis selain malam adalah pagi hari. Sialnya, aku orang yang susah untuk bangun. Bahkan ketika sudah punya keinginan bangun pun, aku selalu tidak enak sendiri kepada bapak yang sudah lebih dulu bangun. Tetapi karena aku butuh menulis, pilihan untuk terpaksa bangun bisa aku paksakan.

Fokus utama tulisanku nanti aku tiadakan. Aku hanya perlu menulis dan itu bentuknya bisa apa saja. Yang terpenting sekarang adalah mengembalikan kemampuan menulis yang hilang dan menciptakan intensitas konsistensi yang tinggi. Menulis setiap hari jangan dikira bakal berjalan gampang, aku sudah merasakan pengalaman sejenis jauh di waktu-waktu yang lalu, dan jawabannya selalu tidak mudah untuk konsisten menulis, apalagi setiap hari, apalagi sampai dipatok berapa ratus kata sehari. Tetapi ketika berhasil menemukan polanya, dan berhasil melakukan konsistensi yang sama, alamat keberhasilan sudah di tangan. Tapi ya kembali, prosesnya akan menguras waktu dan tenaga. Aku adalah orang yang akan membuktikan, bahwa konsistensi tinggi bakal membawaku ke dalam level tertinggi.

 

2 Syawal 1443 H/ 3 Mei 2022

 

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Newer Posts
Older Posts

Info

Tayang seminggu dua kali

Mutualan, Yuk

  • facebook
  • instagram
  • youtube

Kategori

IPNU

Postingan Viral

Catatan

Sementara kosong dulu, seperti hatiku

Facebook

Isi Blog

  • ►  2024 (15)
    • ►  Apr 2024 (1)
    • ►  Mar 2024 (4)
    • ►  Feb 2024 (1)
    • ►  Jan 2024 (9)
  • ►  2023 (11)
    • ►  Des 2023 (3)
    • ►  Nov 2023 (1)
    • ►  Sep 2023 (3)
    • ►  Jul 2023 (4)
  • ▼  2022 (46)
    • ►  Nov 2022 (7)
    • ►  Okt 2022 (7)
    • ►  Sep 2022 (6)
    • ►  Agu 2022 (4)
    • ►  Jul 2022 (9)
    • ▼  Mei 2022 (4)
      • Hari Pertama Pindah Kerja
      • Pindah (Tempat) Kerja
      • Merawat Kebiasaan Dengan Pola Silang Mengular
      • Lembaran Baru Lebaran
    • ►  Jan 2022 (9)
  • ►  2021 (22)
    • ►  Des 2021 (5)
    • ►  Sep 2021 (3)
    • ►  Agu 2021 (6)
    • ►  Jun 2021 (1)
    • ►  Mar 2021 (7)
  • ►  2020 (14)
    • ►  Des 2020 (1)
    • ►  Nov 2020 (2)
    • ►  Jul 2020 (2)
    • ►  Jun 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  Apr 2020 (1)
    • ►  Mar 2020 (2)
    • ►  Feb 2020 (4)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Mar 2019 (1)
    • ►  Feb 2019 (1)
    • ►  Jan 2019 (1)
  • ►  2018 (57)
    • ►  Okt 2018 (7)
    • ►  Sep 2018 (5)
    • ►  Jul 2018 (11)
    • ►  Jun 2018 (3)
    • ►  Mei 2018 (4)
    • ►  Apr 2018 (2)
    • ►  Mar 2018 (5)
    • ►  Feb 2018 (12)
    • ►  Jan 2018 (8)
  • ►  2017 (71)
    • ►  Des 2017 (7)
    • ►  Nov 2017 (20)
    • ►  Okt 2017 (10)
    • ►  Sep 2017 (8)
    • ►  Agu 2017 (8)
    • ►  Jul 2017 (9)
    • ►  Jun 2017 (5)
    • ►  Mei 2017 (4)

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates