Pindah (Tempat) Kerja
Tiga tahun bekerja di bos
Tio, aku merasa seperti tidak bekerja. Bagaimana bisa disebut kerja, lha wong jarak dari rumah ke tempat
pekerjaan hanya berselisih empat rumah. Pekerjaan apa yang akan terasa bekerja
jika berangkatnya saja jalan kaki. Itu rasanya sama saja seperti beli kecap
atau sebungkus Indomie di warung SRC Sandi.
Tapi semua akan berubah sejak
setelah lebaran ini. Selasa depan, tempat kerjaku akan pindah. Jika sebelumnya
pulang pergi kerja bisa aku jalani dengan jalan kaki, untuk kali ini aku bakal
merasakan betul marwah dan esensi kerja. Esensi kerja di mana ada effort lebih
dulu untuk melakukannya. Sebab sekarang, tempat pekerjaanku ada di desa seberang
di mana setidaknya aku perlu naik motor.
Mungkin kamu bertanya kenapa
ini bisa terjadi. Akan kujelaskan perlahan. Sejak pertama bosku merintis usaha
puring kantong, bos memanfaatkan rumah yang ditinggal merantau. Pemiliknya
sendiri masih bagian dari keluarganya bos (entahlah apa statusnya, aku tidak
terlalu paham silsilah). Rumah itu berukuran mungil, hanya terdiri dari ruang
kamar serta ruang tamu dan berada tepat di sisi rumahnya bos. Dua rumah yang
masih bisa dikatakan nyambung.
Puasa kemarin, bos bilang
kalau habis lebaran pindah tempat. Aku sendiri tidak banyak bertanya karena
beberapa kali omongan bos meleset dari dugaan. Aku tidak menanggapi serius
karena menurutku, pindah tempat kerja butuh waktu dan pemikiran matang. Palingan
pindahnya setahun lagi, pikirku. Apalagi mengingat istrinya bos sedang hamil
tua, apakah nyaman rumahnya bakal ditempati untuk mobilitas bekerja.
Namun agaknya keraguanku
terjawab sudah ketika kerabat yang merantau itu pulang dan ada indikasi untuk
tidak lagi merantau. Otomatis, rumah mungil itu akan tertempati. Pindah tempat kerja
menjadi keputusan yang masuk akal. Memang masih bisa bekerja di tempat lama,
ada depan rumah yang cukup lebar, tetapi sekali lagi, dengan bertambahnya
anggota keluarga, bertambah pula mobilitas pergerakan, belum lagi persoalan
parkir dan suasana santai, jika dipaksakan masih di sana pasti menghambat
banyak hal. Alasan lainnya yang cukup masuk akal adalah: tikelan di sana tidak
panjang dan bakal mempengaruhi hasil nantinya.
Selasa ini akan menjadi
babak baru kehidupanku. Bagaimanapun ini menjadi babak baru memang. Aku akan
merasakan rasanya bekerja seperti yang orang-orang lain rasakan: bangun pagi,
sarapan, dan berkendara. Sesuatu yang selama ini tidak pernah aku lakukan. Terlepas
dari persoalan kendaraan yang akan aku pakai, bekerja pindah tempat di desa
seberang menjadi sesuatu yang kunantikan.
Tempat kerja baruku kali ini
merupakan rumahnya istri bosku. Letaknya di Jrebengkembang tepat di sisi timur
Alfamart. Kata bos, kelak ia ingin bangun gudang sendiri agar mobilitasnya bisa
lebih leluasa. Sebagai karyawan, aku hanya bisa mengamini.
Untuk saat ini, yang pindah
mungkin tempat bekerjanya. Tidak menutup kemungkinan, dalam jangka waktu lama,
yang pindah adalah bidang pekerjaannya. Setiap orang punya impiannya
masing-masing. Namun untuk berpikir sejauh itu, aku belum cukup waktu. Yang
terpenting sekarang, aku hanya perlu menjalani saja apa yang terjadi sambil
menikmati. Seperti air mengalir.
Kebonrowopucang, 7 Mei 2022
0 Respon