Pindah (Tempat) Kerja

by - Mei 07, 2022

 


Tiga tahun bekerja di bos Tio, aku merasa seperti tidak bekerja. Bagaimana bisa disebut kerja, lha wong jarak dari rumah ke tempat pekerjaan hanya berselisih empat rumah. Pekerjaan apa yang akan terasa bekerja jika berangkatnya saja jalan kaki. Itu rasanya sama saja seperti beli kecap atau sebungkus Indomie di warung SRC Sandi.

Tapi semua akan berubah sejak setelah lebaran ini. Selasa depan, tempat kerjaku akan pindah. Jika sebelumnya pulang pergi kerja bisa aku jalani dengan jalan kaki, untuk kali ini aku bakal merasakan betul marwah dan esensi kerja. Esensi kerja di mana ada effort lebih dulu untuk melakukannya. Sebab sekarang, tempat pekerjaanku ada di desa seberang di mana setidaknya aku perlu naik motor.

Mungkin kamu bertanya kenapa ini bisa terjadi. Akan kujelaskan perlahan. Sejak pertama bosku merintis usaha puring kantong, bos memanfaatkan rumah yang ditinggal merantau. Pemiliknya sendiri masih bagian dari keluarganya bos (entahlah apa statusnya, aku tidak terlalu paham silsilah). Rumah itu berukuran mungil, hanya terdiri dari ruang kamar serta ruang tamu dan berada tepat di sisi rumahnya bos. Dua rumah yang masih bisa dikatakan nyambung.

Puasa kemarin, bos bilang kalau habis lebaran pindah tempat. Aku sendiri tidak banyak bertanya karena beberapa kali omongan bos meleset dari dugaan. Aku tidak menanggapi serius karena menurutku, pindah tempat kerja butuh waktu dan pemikiran matang. Palingan pindahnya setahun lagi, pikirku. Apalagi mengingat istrinya bos sedang hamil tua, apakah nyaman rumahnya bakal ditempati untuk mobilitas bekerja.

Namun agaknya keraguanku terjawab sudah ketika kerabat yang merantau itu pulang dan ada indikasi untuk tidak lagi merantau. Otomatis, rumah mungil itu akan tertempati. Pindah tempat kerja menjadi keputusan yang masuk akal. Memang masih bisa bekerja di tempat lama, ada depan rumah yang cukup lebar, tetapi sekali lagi, dengan bertambahnya anggota keluarga, bertambah pula mobilitas pergerakan, belum lagi persoalan parkir dan suasana santai, jika dipaksakan masih di sana pasti menghambat banyak hal. Alasan lainnya yang cukup masuk akal adalah: tikelan di sana tidak panjang dan bakal mempengaruhi hasil nantinya.

Selasa ini akan menjadi babak baru kehidupanku. Bagaimanapun ini menjadi babak baru memang. Aku akan merasakan rasanya bekerja seperti yang orang-orang lain rasakan: bangun pagi, sarapan, dan berkendara. Sesuatu yang selama ini tidak pernah aku lakukan. Terlepas dari persoalan kendaraan yang akan aku pakai, bekerja pindah tempat di desa seberang menjadi sesuatu yang kunantikan.

Tempat kerja baruku kali ini merupakan rumahnya istri bosku. Letaknya di Jrebengkembang tepat di sisi timur Alfamart. Kata bos, kelak ia ingin bangun gudang sendiri agar mobilitasnya bisa lebih leluasa. Sebagai karyawan, aku hanya bisa mengamini.

Untuk saat ini, yang pindah mungkin tempat bekerjanya. Tidak menutup kemungkinan, dalam jangka waktu lama, yang pindah adalah bidang pekerjaannya. Setiap orang punya impiannya masing-masing. Namun untuk berpikir sejauh itu, aku belum cukup waktu. Yang terpenting sekarang, aku hanya perlu menjalani saja apa yang terjadi sambil menikmati. Seperti air mengalir.

 

Kebonrowopucang, 7 Mei 2022

You May Also Like

0 Respon