Lembaran Baru Lebaran
Lembaran baru. ini menjadi awal untuk memulai satu kebiasaan yang mengular. Dalam arti, kegiatan yang mengedepankan konsistensi untuk melakukannya. Aku sudah menasbihkan diri semenjak lebaran ini untuk menulis setiap hari tanpa pernah putus. Jika seandainya satu kali aku putus, aku akan melakukannya dua kali lipat di hari kemudiannya.
Menulis memang
gampang-gampang susah. Aku bisa menulis. Aku bisa bercerita. Tapi meluangkan
waktu melakukannya itu satu disiplin ilmu tersendiri. Jika tidak ada target
yang aku buat, aku bisa saja lupa untuk menulis. Sudah sering dalam hidupku aku
lupa menulis dalam waktu yang lama. Jika tidak digalakkan lagi, aku akan
menjumpai kejadian yang sama. Bukankah waktu harus berjalan dengan
pembelajaran.
Di hari kedua lebaran ini,
pagiku di mulai dengan halal bi halal keluarga besar Wasdullah. Siangnya
sebelum aku menulis, setumpuk cucian kutandaskan dalam waktu relatif singkat.
Satset dan kemudian selesai. Ternyata sangat melegakan menyelesaikan satu
aktivitas dengan segera. Ini berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya di mana untuk
mengumpulkan niat mencuci saja membutuhkan waktu berlebihan.
Semakin dewasa, aku harus
menjalani kehidupan dengan lebih mendewasa. Belajar dari kesalahan. Mengambil
hikmah dari setiap kejadian. Melihat proses panjang kehidupan orang-orang.
Selalu ada ruang untuk belajar menjadi manusia lebih baik.
Lebaran inilah momentum yang
pas untuk perubahan-perubahan itu. Apalagi melihat usiaku yang semakin
bertambah. Kemalasan demi kemalasan yang pernah mengakar, penundaan yang
melampaui batas, dan kebanyakan menunggu momentum untuk berubah, ini semua
menjadi poin penting yang perlu aku perhatikan sejak saat ini. Aku perlu untuk berproses
secara sehat menjadi manusia dewasa.
Semakin ke sini aku semakin
mikir lebih dalam. Seandainya aku masih melanggengkan kemalasan ataupun
kebiasaan menunda dalam melakukan suatu hal, aku bakal jadi apa. Memang tidak
mengapa kelak menjadi biasa-biasa saja, tetapi menjadi luar biasa kan hal yang
perlu diperjuangkan juga. Aku tidak berbicara kemapanan secara materil, tapi
yang aku maksud adalah kerangka berpikir yang semakin matang. Aku yakin, jika
kerangka berpikir sudah sehat, paramater lain bisa dengan mudah diselesaikan.
Untuk menuju kerangka
berpikir yang matang semacam itu tidak bisa didapatkan ujug-ujug begitu saja.
Lagi-lagi perlu proses. Dan hal yang aku usahakan adalah dengan menulis semacam
ini dan membaca. Jika dengan tensi menulis sederhana seperti ini saja sudah
bisa membuatku berpikir sistematis, apalagi jika aku menaikkan intensitas
menulis lebih ketat lagi. Atau kebiasaan membaca, jika dengan bacaan ringan
saja sudah menambah banyak pengetahuan, apalagi bacaan yang lebih berbobot dan
dengan bacaan lebih banyak. Mungkin seandainya aku mau, menjadi keren dengan
banyak pengetahuan itu bisa aku dapatkan. Sekali lagi, kalau aku mau. Dan saat
ini, aku mau itu, aku membutuhkannya.
Aku percaya, konsistensi
menulis dan membaca yang aku bangun sejak saat ini kelak bakal membuahkan
hasil. Dan salah satu hasil yang aku harapkan adalah kualitas kepenulisanku
bisa berkembang sebagaimana mestinya. Kemampuan ini bakal menjadi sampingan
pekerjaanku dan berpotensi menjadi pekerjaan utama. Aku tahu arahnya memang
akan ke sana, makanya aku tidak terlalu ngoyo dalam melakukan pekerjaan saat
ini. Lebih baik aku ngoyo untuk meningkatkan skill yang aku milik di bidang
ini.
Sebagai gambaran, kenapa aku
sangat yakin dengan kemampuanku ini? Kita bandingkan soal waktu. Sejauh ini aku
sudah bekerja nyaris kurang lebih tiga tahun di tempat yang sama. Apa yang aku
dapatkan? Tentu uang. Uang yang aku dapatkan
pun sepertinya tidak banyak-banyak amat. Coba bandingkan sendainya aku menulis selama
tiga tahun dengan intensitas yang sama. Pasti setiap waktu, kualitas
kepenulisanku akan berjalan lebih baik. Dalam tiga tahun menulis
berturut-turut, bukan tidak mungkin tulisanku kelak menembus media nasional dan
dibayar dengan sangat layak.
Untungnya adalah, kedua hal
itu bisa dilakukan bersamaan. Tidak perlu ada yang ditinggal salah satu.
Persoalan sekarang mungkin soal waktu. Bagaimana caranya aku mengelola waktu
agar bisa menulis dengan leluasa sekalipun statusku sebagai pekerja. Berbicara
soal waktu, rutinitas sehari-hari yang akan berbicara.
Aku bisa menulis kapan saja.
Itu poinnya. Tetapi untuk fokus menulis, aku perlu waktu-waktu tersendiri.
Malam hari, adalah waktu biasanya aku menulis. Aku kira tidak ada persoalan
berarti sampai sejauh ini. Mungkin kasus yang muncul adalah bahwa selama ini
aku sering di luar setiap malam. Ke depan, kalau tidak penting-penting amat,
aku akan sigap menolak atau pulang ketika sudah waktunya.
Waktu lain untuk menulis
selain malam adalah pagi hari. Sialnya, aku orang yang susah untuk bangun.
Bahkan ketika sudah punya keinginan bangun pun, aku selalu tidak enak sendiri
kepada bapak yang sudah lebih dulu bangun. Tetapi karena aku butuh menulis,
pilihan untuk terpaksa bangun bisa aku paksakan.
Fokus utama tulisanku nanti
aku tiadakan. Aku hanya perlu menulis dan itu bentuknya bisa apa saja. Yang
terpenting sekarang adalah mengembalikan kemampuan menulis yang hilang dan
menciptakan intensitas konsistensi yang tinggi. Menulis setiap hari jangan
dikira bakal berjalan gampang, aku sudah merasakan pengalaman sejenis jauh di
waktu-waktu yang lalu, dan jawabannya selalu tidak mudah untuk konsisten
menulis, apalagi setiap hari, apalagi sampai dipatok berapa ratus kata sehari.
Tetapi ketika berhasil menemukan polanya, dan berhasil melakukan konsistensi
yang sama, alamat keberhasilan sudah di tangan. Tapi ya kembali, prosesnya akan
menguras waktu dan tenaga. Aku adalah orang yang akan membuktikan, bahwa
konsistensi tinggi bakal membawaku ke dalam level tertinggi.
2 Syawal 1443 H/ 3 Mei 2022
0 Respon