Merawat Kebiasaan Dengan Pola Silang Mengular
Tak ada yang lebih baik
ketika lebaran tiba dan kita benar-benar memulai segalanya lagi dari awal. Aku
telah kehilangan banyak kebiasaan belakangan ini. Kau bisa melihatnya dari postingan
blog pribadiku yang sepi. Sebenarnya aku masih sering menulis semacam ini,
hanya karena aku menganggap hasil tulisanku tak bagus, aku selalu enggan untuk
mengunggahnya ke media.
Sejak hari pertama lebaran
kemarin, aku merencanakan pola kebiasaan baru dalam menulis. Setiap kali aku
menulis di hari itu, aku memberi tanda silang di kalender. Sudah lima hari
berjalan dan hasilnya ada kecenderungan tidak menulis setelah sebelumnya
menulis. Aku memakluminya karena masih awal.
Pengetahuanku soal pola
semacam ini kalau tidak salah aku dapat dari membaca sebuah artikel. Kalau
tidak salah lagi, pola ini dinamakan kebiasaan mengular. Dengan menyilang
setiap tanggal di kalender setiap melakukan sesuatu, maka akan menciptakan
sebuah deretan silang yang berjajar atau mengular. Bayangkan ketika deretan
angka di kalender sudah tersilang semua, ini akan menciptakan efek candu untuk
terus merawat satu kebiasaan, sekaligus rasa enggan untuk meninggalkan karena
dengan begitu deretan mengular bisa terhenti.
Sebenarnya aku tahu pola ini
sejak lama namun baru melakukannya setelah menemukan momentum yang pas. Bukan
hanya dalam kebiasaanku menulis, aku juga mencoba menerapkannya dalam kebiasaan
membaca. Jika dulu aku jarang membaca karena keterbatasan bahan bacaan, maka
seandainya ke depan aku tidak membaca, maka itu murni kemalasan. Aku sudah
punya akses kepada buku lewat seorang kawanku bernama Naili Wirdatul Muna yang
kebetulan rumahnya dititipi buku-buku taman baca desa.
Tahun ini aku memang serius
untuk berubah. Aku merasa jika selama hidupku, belum pernah aku
bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu. Tidak enak menjalani hidup yang
begitu-begitu saja tanpa memberi tantangan kepada diri sendiri. Memangnya apa
artinya hidup kalau setiap datang waktu luang dalam kerjaku yang biasa saja,
aku selalu mengisinya dengan main hape sampai lupa waktu; atau menghabiskan
malam begitu saja dengan kerambol dan dongeng panjang tak berujung.
Setiap ingatanku disadarkan
semacam ini, aku selalu mengingat usiaku yang sudah menginjak dua puluh dua.
Usia yang memang sudah sepantasnya berubah dan bergerak. Aku punya adik yang
perlu diperhatikan pendidikannya. Juga seseorang yang harus mengisi hidupku yang
biasa saja ketika usia dua puluh lima.
Kebonrowopucang, 6 Mei 2022
0 Respon