• Halaman Awal
  • Diri Sendiri
facebook instagram Email

Anam Sy



Karena saya tidak tahu peta politik di dapil saya, lebih baik saya bicara soal kursi DPRD saja. Mari kita mulai.

Dengan jumlah penduduk kabupaten Pekalongan yang berkisar 500 ribu sampai 1 juta, sesuai aturan, maka kursi DPRD kabupaten Pekalongan adalah 45 kursi. Dari 45 kursi tersebut akan dibagi dalam 5 dapil.

Dapil 1 = 7 kursi,
Dapil 2 = 10 kursi,
Dapil 3 = 10 kursi,
Dapil 4 = 11 kursi, dan
Dapil 5 = 7 kursi.

Karangdadap sendiri berada di dapil 4 bersama Kedungwuni, Buaran dan Wonopringgo. Dari data yang saya peroleh dari situs KPU kabupaten Pekalongan, jumlah caleg di dapil 4 ini sebanyak 110 caleg. Mereka akan memperebutkan 11 kursi pada 14 Februari nanti. Itu artinya, akan ada 99 caleg yang gagal di dapil ini.

Lalu bagaimana perhitungan seorang caleg dapat menduduki kursi DPRD Kabupaten Pekalongan. Apakah 11 caleg dengan perolehan tertinggi yang berhak mendapatkan kursi?

Tidak. Bukan begitu cara hitungnya.

Sejak tahun 2019, pemilihan DPRD dihitung menggunakan cara metode Sainte Lague. Ini adalah metode dengan pembagian ganjil.

Bagaimana mekanismenya?

Jadi, perolehan suara partai dan perolehan suara tiap caleg partai yang sama diakumulasikan menjadi satu. Dari penjumlahan itu akan didapati jumlah perolehan tiap partai. Perolehan itu akan dibagi dengan angka ganjil, 1, 3, 5, 7, dan seterusnya. Akan lebih mudah jika dibuat tabel. 

Dari pembagian itu nanti akan didapati 11 angka paling besar. Dari data itu akan diketahui berapa jatah kursi tiap partai. Misal partai A dapat 4 kursi. Berarti, 4 perolehan suara caleg tertinggi dari partai A akan duduk di kursi DPRD.

Bingung, ya? Kapan-kapan saya buat contoh kasusnya. 

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

Bicara soal seblak, berarti kita bicara soal pecinta pedas. Karena seblak identik dengan pedas. Memang seblak bisa dimakan tanpa pedas, tapi itu rasanya seperti menghianati hakikat seblak itu sendiri.

Dulu, saya heran kepada orang-orang yang suka seblak. Mengapa mereka sangat menikmati makanan yang sangat tidak estetik itu. Apalagi, kalau dilihat, salah satu bahannya adalah kerupuk. Bayangkan, kerupuk yang biasanya digoreng, ini disajikan dengan direndam dalam kuah. Bagi saya, itu sungguh tidak menggugah selera.

Setiap kali saya ditawari seblak, saya selalu menolak. Hingga pada suatu waktu akhirnya saya mencobanya. Dari sana, pandangan saya tentang seblak berubah. Ternyata, di balik tampilan visual yang tidak estetik, seblak punya rasa yang cukup bisa dinikmati, walaupun bagi saya tidak cukup untuk bisa dikatakan enak. Namun setidaknya, saya sekarang tidak menghakimi lagi pilihan orang-orang mengapa mereka suka seblak.

Kini, ketika ditawari adik saya seblak, saya tidak menolak, saya mau makan, namun yang saya makan cuma sosis dan baksonya saja. Ya bagaimana lagi, orang nggak suka pedas kok.

Kalau kamu, tim suka seblak atau enggak?

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Semakin ke sini, teknologi semakin memudahkan kita dalam banyak hal. Salah satunya adalah baca buku. Ada satu aplikasi baca buku yang menarik untuk kita akses, yaitu aplikasi iPusnas. Sebuah perpustakaan digital yang dibuat oleh perpustakaan nasional.

Selayaknya perpustakaan pada umumnya, banyak pula rak buku yang tersedia di sana, dari rak novel hingga rak buku agama. Mengaksesnya sangat mudah. Hanya butuh login lalu kita bisa mencari buku yang kita inginkan. Jika sudah, kita bisa meminjamnya (dalam arti mengunduhnya) dan memulai membacanya. Semudah itu.

Karena namanya perpustakaan, buku yang kita pinjam juga ada masa pinjamnya. Waktunya lima hari. Jika sudah melewati waktu tenggat, otomatis buku akan kembali. Namun tidak perlu khawatir, kita bisa meminjamnya lagi, kok.

Menariknya, buku-buku yang best seller—seperti di perpustakaan asli—kita juga perlu mengantri. Ketika ada peminjam lain yang sudah mengembalikan buku, pengantri akan mendapat notif. Siapa yang cepat merebut, dia yang akan dapat.

Kabar baiknya, pihak iPusnas tahu akan hal ini. Beberapa buku yang banyak pengantrinya tersebut kini sudah ditambah stoknya.

*

Mulai awal tahun ini, saya mulai merutinkan lagi membaca buku. Tidak muluk-muluk, setidaknya selembar setiap hari. Agar terkesan ringan, saya membaca bukunya melalui iPusnas ini. Hanya tinggal buka app-nya dan langsung membaca. Membaca buku dalam satu genggaman. Semoga disiplin.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Kantong plastik menjadi ancaman untuk lingkungan. Sifatnya yang lama untuk terurai, membuat plastik kian menumpuk dan menjadi polusi yang sulit dipecahkan. Jika didiamkan semakin menggunung. Jika dibakar juga berbahaya untuk udara.

Namun tahukah kamu, plastik pada tahun 1800-an merupakan solusi yang justru untuk menyelamatkan bumi. Kok bisa?

Jaman dulu, untuk menaruh barang, masyarakat menggunakan kantong kertas. Namun semakin lama, ada kekhawatiran hal ini dapat merusak ekosistem lingkungan. Seperti yang kita tahu, kertas diambil dari pohon. Itu artinya, semakin banyak menggunakan kantong kertas, maka semakin banyak pula pohon yang ditebang.

Karena alasan itu, muncul inovasi baru kala itu untuk menyelamatkan ekosistem pohon, yakni dengan diciptakannya kantong plastik. Sejak itu, terjadi revolusi kantong plastik.

Tapi sekarang, penggunaan kantong plastik tidak digunakan dengan bijak. Kantong plastik yang semestinya bisa digunakan berkali-kali, justru digunakan untuk sekali pakai. Alhasil, sampah plastik menjadi menumpuk.

Lalu ada beberapa orang yang peduli akan masalah sampah plastik ini. Muncullah gerakan menggunakan kantong kain maupun kantong kertas. Jika demikian, kembali lagi, memproduksi kantong kertas, artinya ada pohon yang ditebang.

Dilematis memang. Lalu, menurutmu, apa yang bisa kita lakukan tentang persoalan ini?

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Saya tidak punya skill sama sekali dalam bermain catur, tapi saya ditunjuk untuk mengikuti lomba catur tingkat kabupaten sewaktu SMP.

Untungnya, waktu menuju pelaksanaan lomba masih cukup jauh. Sehingga, saya masih bisa mempersiapkannya. Saya jadi teringat, suatu waktu, saya pernah melihat buku-buku soal catur di perpustakaan sekolah. Saat jam kosong, saya mencari-cari buku tersebut di rak olahraga. Ketemu.

Di rumah, saya membaca buku-buku itu. Isinya tentang macam-macam taktik bermain catur mulai dari pembukaan sampai variasi serangan. Ada teknik pembukaan Rusia, pembukaan Sisilia, dan banyak lagi.

Teknik-teknik itu saya coba praktekkan sendiri dengan catur mini yang ada magnet di bawahnya. Mulai dari memindahkan bidak dari D7 ke ke D5, memainkan kuda dari G8 ke F6, dan seterusnya. Pola itu masih saya ingat sampai sekarang.

Saat lomba, dalam tiga pertandingan, saya menang dua kali dan imbang sekali. Sayangnya, hasil itu tidak cukup untuk bisa membuat saya membawa pulang piala. Saya berada di peringkat 4, hanya kurang beruntung karena pegang putih dua kali.

Mulai sejak itu, saya jadi agak percaya diri kalau bermain catur. Meski tidak begitu jago, namun setidaknya saya tidak kalah cepat.


Salam dewa kipas. Salam skak ster bom.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Beberapa orang senang sekali minum es teh. Saya punya teman yang dalam keadaan apapun, es teh selalu tampil terdepan. Dalam sehari, dua sampai empat gelas bisa ditandaskan. Belum afdol kalau belum minum es teh.

Belakangan ini, es teh sedang menduduki peringkat pertama sebagai minuman paling dicari. Di pinggir jalan, penjual es teh bisa ditemukan dengan mudah. Bahkan kalau kita kelewatan untuk membeli es teh di satu tempat, kita bisa menjumpai penjual es teh lain beberapa meter setelahnya. Ajib sekali.

Fenomena menjamurnya penjual es teh ini tidak terlepas dari kondisi cuaca Indonesia belakangan ini yang panas sekali. Pada bulan November Desember, suhu bisa mencapai 37 derajat.

Sepertinya, rakyat Indonesia setuju, siapapun pilihan presidennya, minumnya tetap es teh.

Eits, tapi bagi saya yang tidak suka es, fenomena menjamurnya penjual es teh sama sekali tidak punya pengaruh apapun. 

Saya memang tidak suka es secara umum. Saya lebih sering minum teh hangat. Tapi ada beberapa waktu pengecualian. Sepanjang ingatan saya, saya berani minum es dengan ketentuan sebagai berikut.

1. Bukan jenis es yang berwarna tidak masuk akal seperti ungu.
2. Hanya es yang tidak aneh-aneh, seperti es teh, es kelapa muda, es buah, atau es sirup Marjan.
3. Ketika tidak ada pilihan minuman lain.
4. Ketika cuaca sangat panas.
5. Ketika sedang tidak baik-baik saja.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Kenapa dalam beberapa olahraga tertentu semisal tinju, moto gp, bela diri, ada kelas-kelasnya? Kenapa tidak disatukan saja. Karena biar setara dan berimbang. Tidak mungkin dalam pertandingan tinju seseorang di kelas berat (91 kg) melawan seseorang di kelas menengah (72 kg).

Keberimbangan itulah yang membuat pertandingan menjadi adil. Nah, biasanya, kita sering melihat hidup ini seperti pertandingan dengan orang lain. Yang pada akhirnya membuat kita merasa menjadi insecure, overthinking, dan paling bahaya, membuat kita merasa gagal menjadi manusia.

Padahal kita tahu, hidup bukan sebuah pertandingan. Seseorang di umur sekarang bisa jadi sudah menikah dan punya rumah. Namun di saat bersamaan, ada orang di umur yang sama masih berusaha untuk melunasi hutang-hutang. Ini tidak bisa diperbandingkan, sebab, di luar yang tampak, ada beberapa aspek yang tak terlihat: latar belakang yang berbeda, pendidikan, privilege, keberuntungan, dan lain-lainnya.

Faktanya, setiap orang tidak ada yang sama dengan yang lain. Karena itu tidak adil jika dibanding-bandingkan. Jika mau adil, yang paling tepat, adalah membandingkan dengan diri sendiri di masa lalu. Kita mungkin tidak lebih baik jika dibanding yang lain, tapi kita bisa jadi lebih baik dan lebih berkembang dibanding diri kita yang dahulu.

Yang perlu kita ingat, start yang berbeda, beda pula garis finish-nya. 

Eits, tapi jangan lupa juga untuk belajar dari Arsenal. Start yang bagus, tidak menjamin bertengger di posisi satu. Nah apalagi yang start-nga jelek. Mon maap oh emyu dan celsi.



Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Di tahun ini, hanya ingin melakukan hal-hal sederhana saja namun konsisten. Seperti baca buku satu halaman tiap hari, menulis meski cuma satu paragraf, latihan ngomong sekalipun sebentar, dan juga olahraga walau sekadar lima menit tiap pagi.

Ada yang bilang, hal besar bisa dicapai dengan melakukan hal-hal kecil berulang. Pemain bulu tangkis profesional, kalau diperhatikan, latihannya juga itu-itu saja: servis, pukulan, smash, netting. Mengapa kemudian bisa menjadi ahli, itu karena latihannya berulang.

Sebetulnya, habit-habit itu sudah lama saya lakukan. Misalnya menulis, saya sudah melakukannya sejak 2017, hanya saja, tidak konsisten. Membaca juga sama. Titik masalahnya masih soal konsistensi.

Dengan menyederhanakan capaian dari habit tiap harinya, akan membuat beban menjadi lebih ringan. Akan muncul anggapan bahwa semua ini bisa dilakukan dengan simpel. Dengan begitu, lebih punya peluang untuk dikerjakan.

Saya jadi ingat salah satu bahasan dalam buku Atomic Habit. Di sana dikatakan salah satu cara untuk kita punya kecenderungan melakukan sesuatu adalah membuatnya menjadi mudah. Misalnya menyempatkan sesuatu dalam jangkauan kita. Misalnya ketika ingin rajin membaca, maka usahakan letak buku tidak jauh-jauh dari biasanya kita duduk.

Saya ingin memakai cara itu. Membuatnya menjadi simpel dan sederhana agar lebih mudah dikerjakan. Semoga 2024 saya bisa konsisten melakukan habit-habit tadi.


Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Ada beberapa orang yang untuk melakukan sesuatu, menunggu momentum dulu. Misalnya, baru mau mandi kalau sudah tepat di jam 17.00, atau baru mau mulai berpetualang kalau sudah di usia sekian. Menunggu momentum dulu untuk bergerak melakukan sesuatu.

Ada pula sebagian orang yang melakukan sesuatu tanpa harus menunggu momen dulu. Misalnya, mau mandi sekalipun jam 16.49, atau contoh lain mau melakukan jalan pagi meski keinginan itu muncul mendadak. Bergerak sesuka hati tanpa menunggu momentum.

Dua jenis itu menurut saya sama baiknya. Yang tidak baik adalah tidak melakukan apapun. Mumpung masih awal tahun, yuk memulai sesuatu meski kecil. Mumpung momentumnya pas. Mumpung lagi ingin memulai.

Di tahun 2024 ini, saya tidak punya resolusi yang ndakik-ndakik. Saya hanya ingin terus menulis, membaca buku, scripting, dan jurnaling. Saya hanya ingin konsisten melakukan kebiasaan-kebiasaan yang mudah dan ringan. Menulis meski satu paragraf setiap hari. Membaca buku meski satu lembar. Scripting meski narasinya berulang. Dan jurnaling meski sekadar conteng-conteng.

Jikapun ada tambahan, saya sedang ingin eksplor belajar bicara di depan kamera dengan pendekatan storytelling. Dengan begitu, saya tahu bagaimana musti bersikap saat di depan kamera, dan tahu bagaimana membuat ngomong menjadi lebih mudah.

Semoga saja dengan habit-habit yang baik ini, bisa mendatangkan banyak keberuntungan, utamanya soal pekerjaan. Di tahun ini saya mencoba membuka peluang untuk kerja-kerja yang punya irisan dengan apa yang saya sukai.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Newer Posts
Older Posts

Info

Tayang seminggu dua kali

Mutualan, Yuk

  • facebook
  • instagram
  • youtube

Kategori

IPNU

Postingan Viral

Catatan

Sementara kosong dulu, seperti hatiku

Facebook

Isi Blog

  • ▼  2024 (15)
    • ►  Apr 2024 (1)
    • ►  Mar 2024 (4)
    • ►  Feb 2024 (1)
    • ▼  Jan 2024 (9)
      • Bicara Soal Kursi DPRD kabupaten Pekalongan 2024
      • Estetika Seblak?
      • Baca Buku Dalam Satu Genggaman
      • Kantong Plastik, Riwayatmu Kini
      • Skak Ster Bom
      • Siapapun Presidennya, Minumnya Tetap Es Teh
      • Ojo Dibanding-bandingke, Beda Start Beda Finish
      • Resolusi, Simpel Aja Gak Si
      • 2024 Mari Kita Mulai
  • ►  2023 (11)
    • ►  Des 2023 (3)
    • ►  Nov 2023 (1)
    • ►  Sep 2023 (3)
    • ►  Jul 2023 (4)
  • ►  2022 (46)
    • ►  Nov 2022 (7)
    • ►  Okt 2022 (7)
    • ►  Sep 2022 (6)
    • ►  Agu 2022 (4)
    • ►  Jul 2022 (9)
    • ►  Mei 2022 (4)
    • ►  Jan 2022 (9)
  • ►  2021 (22)
    • ►  Des 2021 (5)
    • ►  Sep 2021 (3)
    • ►  Agu 2021 (6)
    • ►  Jun 2021 (1)
    • ►  Mar 2021 (7)
  • ►  2020 (14)
    • ►  Des 2020 (1)
    • ►  Nov 2020 (2)
    • ►  Jul 2020 (2)
    • ►  Jun 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  Apr 2020 (1)
    • ►  Mar 2020 (2)
    • ►  Feb 2020 (4)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Mar 2019 (1)
    • ►  Feb 2019 (1)
    • ►  Jan 2019 (1)
  • ►  2018 (57)
    • ►  Okt 2018 (7)
    • ►  Sep 2018 (5)
    • ►  Jul 2018 (11)
    • ►  Jun 2018 (3)
    • ►  Mei 2018 (4)
    • ►  Apr 2018 (2)
    • ►  Mar 2018 (5)
    • ►  Feb 2018 (12)
    • ►  Jan 2018 (8)
  • ►  2017 (71)
    • ►  Des 2017 (7)
    • ►  Nov 2017 (20)
    • ►  Okt 2017 (10)
    • ►  Sep 2017 (8)
    • ►  Agu 2017 (8)
    • ►  Jul 2017 (9)
    • ►  Jun 2017 (5)
    • ►  Mei 2017 (4)

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates