Menulis
Pekerjaan ini memang gemar saya kerjakan. Karena memang saya sudah menyenanginya. Untuk bisa menulis seperti sekarang ini tidak mudah. Perlu kemauan, tindakan, dan konsistensi. Tiga hal utama ini yang pernah saya lakukan sehingga bisa seperti sekarang ini. Meskipun sekarang belum bagus-bagus amat.
Alasan kenapa saya menyukai menulis. Tak terlepas dari kemauan diri sendiri setelah melihat karya penulis yang terkenal. Andrea Hirata misalnya. Novelnya yang pernah kubaca menghipnotisku lewat racikan kata yang luar biasa. Sungguh fantastis kekuatan sebuah kata. Begitu kagumku pada beliau.
Sebenarnya saya tipe orang yang malas membaca. Tapi seakan ditakdirkan untuk membaca. Pernah ketika diperpustakaan sekolah melihat satu novel diantara ribuan buku lain. Saya penasaran mengenai novel karena sama sekali belum pernah membacanya. Waktu itu novel yang kutemukan dan akhirnya kubaca adalah novel berjudul tambelo. Saya lupa karya siapa. Yang jelas isinya bagus sekali dan jujur saya hanyut kedalam cerita yang disajikan.
Semenjak itu saya mulai menyukai membaca, khususnya novel. Namun sayang hanya novel tadi saja yang ada di perpustakaan. Tidak ada yang lain. Saya malah tertariknya pada buku cerpen dan puisi. Waktu itu saya nemu sekumpulan buku bagus dirak bertuliskan sastra. Diantara yang kupinjam adalah kumcer, puisi bulan juni, antalogi puisi cahaya dilangit eropa, dan lainya saya lupa. Setelah baca-baca. Saya jadi mikir. Ternyata sastra itu asyik juga ya.
Mulai dari situ saya tertarik untuk bisa berkarya seperti mereka. Harapannya sih untuk bisa membuat sesuatu, novel misalnya. Dirumah, saya mulai mencoba menulis karangan untuk pertama kalinya. Haduh, saya geleng-geleng kepala mau nulis apa. Satu kalimat saja merangkainya susah. Bagaimana dengan mereka yang sampai menulis puluhan buku. Hebat.
Karena tekadku yang kuat untuk bisa menulis. Pagi siang malam tak henti-hentinya aku memegang boloin dan buku kosong. Meski awalnya ingin menulis namun selalu berganti dengan mencoret-coret amburadul. Saking kesalnya mau nulis tapi tak bisa. Begitu seterusnya. Tapi saya tetap istiqomahkan terus meski belum menulis apapun. Minimal supaya terbiasa megang bolpoin dan kertas dulu.
Sedikit demi sedikit mulai berani menginjak kata demi kata sampai jadi beberapa kalimat. Rasanya itu sudah senang sekali. Apalagi kalau yang saya tulis itu terlihat bagus. Langsung dengan bangga aku memposting kefacebook.
Mulailah saya berani menulis. Menulis pengalaman dahulu. Keadaan kelas. Jalanan. Cerita. Pokoknya apa saja yang bisa saya tulis. Mulailah saya menyadarinya bahwa menulis itu asyik. Bahkan setelah itu aku putuskan untuk bercita-cita menjadi penulis. Kelihatannya menjadi penulis kan keren.
Setelah biasa menulis ini itu. Sampailah aku pada titik jenuh. Dititik ini seperti semangat untuk menulis itu hilang. Istilah kerennya kalau tidak salah blok writing. Saat itu memang seperti kehilangan ide dan bosan pada tulisan sendiri yang itu itu saja. Saya kemudian mengatakan kalau ternyata menulis itu tidak semudah yang dibayangkan. Jauh berbeda dengan berbicara yang bisa ceplas-ceplos seenaknya.
Saya sempat berhenti menulis beberapa waktu. Sebab posisi saat itu meski sudah berhadapan dengan kertas dan bolpoin aku malah bingung sendiri. Niat awalnya sih untuk menyegarkan pikiran saat berhenti menulis itu. Tapi eh.. malah keenakan. Saya malah lupa untuk menulis dan fokus pada yang lain. Akhirnya saya tidak tertarik menulis lagi.
Beberapa minggu setelahnya. Saat saya sendiri sehingga biasanya saya merenung. Merenunglah saya tentang menulis tadi. Saya menganggap kemampuan menulisku ini sudah lumayan. Kemampuan yang langka dimiliki orang. Aku kembali mengingat tekadku saat itu yang begitu kuat. Dimana sampai berani bermimpi menjadi penulis. Saya kemudian tersadar. Kemampuan menulis saya yang segini saja itu sudah luar biasa. Hasil dari perjuangan mengalahkan kemalasan. Kalau saya berhenti menulis. Itu artinya saya mengkhianati perjuangan saya waktu itu.
Setelah konflik batin yang berkecamuk agak lama. Akhirnya saya bertekad untuk menulis lagi. Dengan alasan eman kalau kemampuan menulis yang lumayan ini tidak dilanjutkan. Sejak itulah saya menulis kembali. Menulis apa saja yang bisa. Bahkan ternyata aku juga bisa buat cerpen. Cerpen yang saya buat itu pun masih dengan bahasa sederhana dan cerita yang biasa saja. Belum sampai menunjukkan sesuatu yang wah. Lalu iseng saya kirim ke cerpenmu.com dan ternyata diterima juga.
Disinilah semangatku menulis membara lagi. Saya pikir perlu wadah untuk menampung tulisan-tulisanku ini. Tapi apa? Apa ya? Dan terpikirlah untuk buat blog. Ya blog Anam Sy ini. Dengan membuat blog inilah saya terpicu untuk terus menyajikan postingan. Dan dengan itulah saya dituntut untuk terus menulis.
Terbukti sampai sekarang saya terus aktif blogging. Harapannya supaya kualitas tulisan makin lama makin kinclong dan layak dibaca khalayak ramai. Saya yakin pengamalan menulis terus disini akan menambah pengalaman dalam kepenulisan.
Kesimpulannya adalah menulis itu mudah. Tapi setelah melalui proses pengalaman dan pengamalan yang konsisten.
Kiranya lengkap sudah cerita singkat ini. Lagipula apa lagi yang musti saya tulis. Agaknya segini saja sudah cukup. Cukup untuk menghilangkan beban dipikiran saya. Alhamdulillah sudah plong. Lega saya.
Ya sudah. Saya akhiri saja. Terimakasih sudah membaca. Dah.