Pengalaman Sakit Tbc Yang Mengharuskanku Merebah di RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan

by - Agustus 05, 2017

6 September 2016. Awal sebuah cerita panjang yang belum berkesudahan.

Apa?
Aku sakit TB?

Aku sedikit terkejut mendengar kenyataan ini. Ternyata penyakit yang selama ini ada dalam tubuhku adalah tbc paru. Masalahnya akhir-akhir ini sudah saya periksakan kelima dokter yang berbeda dan hasilnya semua menyatakan aku terkena tipes. Kelima dokter tadi memberi resep obat yang berbeda dan semuanya juga tidak ada yang mempan. Sampai akhirnya dirujuklah aku untuk kontrol ke RSI Muhammadiyah Pekajangan. Karena puskesmas karangdadap yang kudatangi tadi tidak sanggup karena melihat kondisiku yang memprihatinkan. Dan di RSI inilah terungkap penyakit yang selama ini ada dalam tubuhku, yaitu penyakit Tbc paru-paru. Terbukti dengan hasil ronsen yang kata dokter aku positif tb. Tapi ketika aku sendiri melihat fotonya seperti tidak apa-apa, atau aku yang memang tidak tau. Sebenarnya aku tak tau banyak tentang penyakit ini. Tapi kata bapakku penyakit tb ini harus disembuhkan minimal dengan 6 bulan pengobatan, Fantastis.

Siang itu aku hanya bisa terkapar tak berdaya di ruang matahari 2 menjadi pasien RSI Muhamadiyah Pekajangan. Ditemani bapakku yang sebenarnya tidak menyangka saya harus menginap disini. Siang itu juga ada guru-guru yang menghantarkanku kesini, Pak Khoirun, Pak Zaki, dan Bu Tutik. Entah dengan apa aku harus mengucap terima kasih pada mereka. Merekalah yang berinisiatif untuk memeriksakanku ke puskesmas dan akhirnya sampai dipembaringan ini. Terlebih lagi Bu Tutik yang pernah membawaku kedokter di Doro samping pasar dengan uang pribadinya. Disinilah saya melihat insting keibu-ibuan dari beliau. Dari sini juga aku bisa melihat kalau masih banyak yang mempedulikanku, terutama bapak. Tapi disatu sisi saya sedih karena membuat mereka repot mengurusiku.

8 hari saya habiskan diruang inap bersama bapak yang setia mendampingi. Tak terhitung berapa kali aku disuntik. Berapa kali ganti tabung infus. Yang kutau bahwa aku tak bisa apa-apa dan hanya bisa tiduran. Tak bisa kubayangkan bagaimana penyakit ini ada dalam tubuhku. Padahal aku bukanlah perokok. Tetangga juga tidak ada yang terkena. Lalu bagaimana virus itu masuk dalam tubuhku yang kurus ini?

Tak terbayang juga bagaimana harus rutin mengonsumsi obat 6 bulan lamanya tanpa sekalipun terlewat. Konon, kalau satu kali saja terlupa harus mulai lagi dari awal. Mengerikan sekali. Untungnya aku sudah ahli menelan pil, itupun karena sudah terlatih saat pengobatan dengan dokter lima tadi. Bayangkan kalau tidak, bagaimana sulitnya nanti kalau mau minum harus digerus dulu, tentu akan merepotkan. Untung, karena sebelum itu untuk urusan menelan pil sangat saya benci, sebab dengan cara apapun selalu gagal. Pakai air putih, pakai teh, atau sampai pakai pisang, selalu gagal. Kadang saya merasa kesel disitu. Malah kalau sudah gagal aku langsung membuangnya saja. Iya lah, teksturnya berubah dan jijih kalau melihatnya.

Selama diranjang pasien inilah aku merasakan sesuatu yang tidak ingin dirasakan oleh siapapun. Sulit bagaimana menceritakannya. Semua serba tidak enak. Makan tidak enak, tiduran terus bosan, duduk pegal, berdiri tak kuat. Sedih rasanya. Kadang juga pingin pulang saking bosannya. Kadang juga nangis. Sering juga kesal dengan menunjukkan penolakan terhadap apa yang ditawari bapak. Saking kesalnya, pernah bapakku memarahiku saking kesalnya melihatku kesal. Begitulah rasanya berada dirumah sakit menjadi pasien, menyedihkan. Jangan sekali-kali mau sakit.

Namun kesedihanku ini sedikit terobati ketika banyak yang datang menjenguk. Tetengga samping kanan kiri, teman sewaktu SMP dulu, teman kelas, sahabat akrab, dan paling berkesan adalah kehadiran sang mantan. Mereka membawa banyak cangkingan, dari jambu, kelengkeng, apel, pear, roti, susu, dan banyak lagi. Tapi disini kadang saya merasa ada sebuah ketidakadilan. Masa ngasihnya saat sakit, dimana nafsu makan tidak ada. Sementara saat sehat?. Sudahlah, saya anggap ini semua sebagai sebuah perhatian pada sesama. Meskipun saya tidak banyak memakan buah-buah ini, tapi kan keluarga saya dapat untungnya juga kan. Tetep untung kok.

8 hari di rumah sakit rasanya seperti satu tahun, lama banget. Aku masuk disini sejak 6 September 2016 / 6 Dzulhijjah 1437. Awalnya saya targetkan untuk pulang sehari sebelum Idul Adha agar bisa takbiran dirumah. Tapi sayang, aku baru bisa pulang 2 hari usai Idul Adha. Itu artinya aku takbiran di rumah sakit. Ketika gema takdir mengumandang malam itu, aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya. Seperti menjadi kambing diantara para kambing yang esok akan disembelih.Pasrah menyerahkan diri pada Allah yang maha kuasa.

Bagaimana aku tidak harus pasrah. Ini penyakit tbc paru. Penyakit mematikan nomor dua didunia. Sebuah pukulan telak bagiku karena waktu itu posisiku masih jadi murid kelas 12 di MA NU Karangdadap yang akan menghadapi ujian. Kalau dihitung-hitung, UN digelar April 2017. Berarti 7 bulan lagi. Sementara pengobatan 6 bulan. Sisa satu bulan. WHAT? itu yang sempat membuatku sedikit pusing. Semua terjadi bersamaan. Seperti pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Tapi aku juga harus ingat. Posisiku masih sakit. Tidak boleh mikir yang macem-macem. Prioritas utama adalah sehat. Itu yang kemudian aku sama sekali melupakan UN. lagipula, aku kan lumayan pintar dan nyantelan. Hahaha.

Setelah kondisi lumayan membaik. Akhirnya pada 13 September 2016. Aku ingat sekali kalau waktu itu malam tasyrik kedua atau tanggal 12 bodo besar. Sebelum itu, Bapakku menyelesaikan pembayaran dulu di kasir. Dan kau tau berapa total bayarnya? Selama 8 hari itu semua berjumlah 3 juta sudah termasuk makan, infus, obat, suntik, dan tetek bengeknya. Untungnya semua ditanggung BPJS. Terimakasih pemerintah. Tapi meskipun kehidupanku di rumah sakit ditanggung BPJS. Bukan berarti tidak ada uang yang dikeluarkan. Karena untuk bapakku yang menemaniku saja habis setengah juta lebih dalam seminggu itu. Biaya makan disini mahal soalnya.

Seperti biasa orang yang sakit dan merebah di rumah sakit selalu ada saja yang menjenguknya. Bertanya-tanya tentang kondisiku dan pulang menyalamiku uang. Banyak sekali yang menjengukku dan banyak juga uang yang masuk dalam kantongku. Sebelum aku meninggalkan rumah sakit ini. Sempat sesekali menghitung semua uangnya. Dan Fantastis, menembus tiga juta lebih. Pulang bisa langsung beli samsung keluaran terbaru, laptop, atau tv 21 inc, haha. Tapi uang sebanyak itu tak ada gunanya kalau dalam kondisi sakit. Karena sehat bagaimanapun mahal harganya. Uang sebanyak itupun hanya kusimpan, jaga-jaga kalau bayar pengobatan selanjutnya dan lain-lain.

Akupun akhirnya mengakhiri kehidupan yang membosankan di ruang matahari 2 dan pulang. Pamit kepada pasien lain yang tak kalah menyedihkan. Akupun pamitan pada tempat ini dimana ini adalah pengalaman paling pahit selama hidupku. Aku berterimakasih padanya karena telah mengajarkanku kalau kesehatan itu sebuah nikmat yang harus disyukuri. Bersama mas Zaki dan Bapak kami keluar dan meninggalkan RSI Pekajangan ini. Menunggu sebentar diluar, dan kemudian datanglah Pak Khoirun dengan mobilnya. Mobil ini juga yang menghantarkanku kesini 8 hari yang lalu. Terimakasih Pak Khoirun.

Beberapa menit kemudian sampailah aku dirumah. Akhirnya akhirnya dan akhirnya. Aku keluar dari rumah sakit yang membosankan.

Oh iya aku sampai lupa berterimakasih pada Pak Kartono. Dia adalah dokter yang menanganiku. Sudah tua, sudah beruban dan amat berpengalaman menurutku. Bertangan dingin menghadapi apapun kondisinya. Tapi seperti tidak banyak berbicara. Tapi aku suka. Terimakasih Pak Kartono.

Sekedar catatan. Ini adalah pengalaman paling pahit. Paling membosankan. Paling menyedihkan. Dan paling paling paling lainnya. Tapi semua belum selesai  dengan keluarnya aku dari rumah sakit. Masih ada penderitaan lain saat di rumah setelahnya. Sampai sekarang inipun belum selesai rentetan kepedihan ini. Nanti aku ceritakan lagi.

Pesan saya kali ini. JANGAN MAU SAKIT. Apalagi sampai masuk rumah sakit. Tapi kalau sudah sakit, bagaimana lagi. Hanya sabar yang bisa dilakukan. Jagalah kesehatan dan paling penting nurut orang tua.

Sekian dulu.. semoga bisa diambil manfaatnya. Saya Syariful Anam. Satu dari sekian banyak penderita tbc paru.  Terimakasih

You May Also Like

4 Respon

  1. Kak klo boleh tau, gejala awalnya seperti apA??

    BalasHapus
  2. Kak klo boleh tau, gejala awalnya seperti apA??

    BalasHapus
  3. Sepengalaman saya: batuk terus menerus, keringat dingin tiap malam, gampang capek, berat badan turun drastis tanpa diketahui sebabnya.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus