Kemalingan Motor
Beberapa waktu yang lalu,
lebih tepatnya dua hari menjelang ulang tahun, motor saya kemalingan. Bukan
cuma milik saya, melainkan juga milik kawan saya Nanang dan satu motor lain.
Ya, dalam semalam itu tiga motor digasak sekaligus.
Cerita dimulai ketika kami
main badminton di GOR pinggir jalan raya. Setiap malam Selasa kami memang
memiliki rutinan minton di tempat tersebut. Sejauh itu, belum ada kejadian
semacam ini dalam waktu lama. Bahkan sebelum-sebelumnya pun aman-aman saja motor
terparkir di depan meski sampai dini hari.
Pukul 01.00 dini hari, satu
rombongan pulang. Pada saat bersamaan Eko yang sebelumnya menjaga motor di
luar, gantian masuk dan ingin bermain. Sebetulnya saya juga sudah berkemas
ingin pulang, namun urung ketika mengetahui hanya tinggal beberapa orang di
dalam. Total ada 9 orang di dalam, termasuk saya.
Saya mencoba untuk keluar
memastikaan motor aman, dan memang aman. Saya masuk kembali dan kemudian
bermain setelah sebelumnya hanya menyaksikan saja. Saat bermain, dua teman saya
pulang sehingga tersisa 7 orang saja. Dalam permainan yang lemas, tak
bergairah, dan asal-asalan, seharusnya sudah menjadi sebuah tanda serius bahwa
ada apa-apa, namun kami lebih memilih melanjutkan.
Hingga kemudian, sekitar
pukul 01.30 dini hari, depppp, listrik padam. Kami sontak ketakutan karena
begitu gelap. Sambil bergegas, kami mencoba mengambil barang-barang kami.
Nanang segera ke depan untuk mengecek token listrik, memang habis katanya.
Kemudian, ia kembali masuk dan mengabarkan sesuatu dengan nada tidak beres,
“eh, sopo sing weruh motorku. Motorku raono.”
Saya melihat kekhawatiran di
sana, jarang-jarang Nanang berwajah semacam itu. Kami panik namun tetap mencoba
untuk berpikir yang tidak-tidak. Baru ketika saya dan kawan-kawan keluar,
ternyata, motor saya juga hilang. Sulit untuk mengatakan bahwa ada orang yang
iseng, lha wong motor saya sudah terkunci stang.
Dalam keadaan panik, kami
mencoba berpencar. Saya dan Narul ke arah Timur. Nanang dan Zilin ke arah
barat. Kami menduga pencurian baru saja dilakukan dan belum jauh dari tempat
ini.
Dalam pencarian jejak saya
bersama Narul, saya beremu dua kawan kami yang pulang tadi sedang makan di
sebuah warung nasgor, saya segera meminta mereka untuk ikut membantu pencarian.
Di perempatan Karangdadap, saya bertanya segerombolan orang apakah melihat
Vario Putih. Mereka bilang, tadi melihat motor putih di step berbelok ke kiri.
Tanpa pikir panjang, saya langsung tancap gas mengikuti arahan. Di Kalilembu,
melihat angkringan sedang buka, saya kembali bertanya. Ya, mereka melihat motor
distep kencang ke arah utara. Tapi ketika saya di Kebonsari menanyai
serombongan pemuda sedang mengecat jalan, mereka tidak melihatnya. Saya
menanyai beberapa orang lain, tapi nihil, mereka juga tidak melihatnya.
Merasa tidak ada lagi jejak
yang kami temukan, kami mengabari kawan lain. Nanang mendapat informasi,
kakaknya yang berada di Angkringan Sabro melihat motor itu dinaiki seseorang ke
arah Kedungwuni. Jejaknya hanya itu, selebihnya nihil.
Akhirnya kami berkumpul
lagi. Sebelum itu, saya meminta Narul untuk mengantarkan saya ke Masjid dulu,
saya mau sholat. Barulah setelah saya sholat, saya kemudian tersadar, saya
sebetulnya sudah sholat isya sebelum berangkat minton.
Setelahnya saya ke tempat
semula. Di sana sudah ada beberapa orang. Ketika tiba di sana, tepatnya di toko
kelontong depan GOR, ternyata ada CCTV. Ketika masuk ke sana, Eko tampak sedang
menaiki kursi plastik melihat rekaman detik-detik pencurian.
Sebelum itu, mungkin saya
perlu bercerita mengapa Eko sampai bisa melihat rekaman CCTV. Saya baru tahu
cerita ini tiga hari setelah kejadian.
Ketika saya, Narul, Nanang,
dan Zilin berpencar, Eko yang kala itu memegang kunci tentunya berusaha untuk
membereskan GOR dulu. Setelah menutup pintu GOR, Eko melihat ada CCTV yang
mengarah ke GOR di toko kelontong tak jauh dari TKP.
Bersama Anam Biola dan Fuad,
Eko mencoba mengetuk pintu rumah pemilik tersebut. Berkali-kali diketuk, pemilik
tampaknya sedang tertidur pulas. Eko yang mempunyai ketenangan batiniyah,
kemudian melihat ada nomor telepon di spanduk toko. Ditelponnya pemilik itu dan
setelah beberapa kali akhirnya diangkat. Yang mengangkat adalah ibu-ibu. Eko
menjelaskan panjang lebar kronologinya.
Beberapa menit kemudian,
ibu-ibu tadi bersama suaminya keluar. Yang membuat Eko, Fuad, dan Anam Biola
terkejut adalah si suami membawa pentungan. Hal itulah yang membuat Eko merasa
perlu menjelaskan lagi.
Setelah penjelasan itu, si
pemilik toko minta maaf. Katanya, mereka kan tidak kenal, tiba-tiba malam-malam
ada yang nelpon, dikiranya Eko dkk mau merampok atau apa sehingga dibawanya
pentungan untuk berjaga-jaga.
Eko dkk akhirnya
dipersilahkan untuk menunggu dan beberapa waktu kemudian pintu toko dibuka dan
rekaman diputarkan. Pada saat bersamaan, pemilik GOR datang dan Eko kembali
menjelaskan lagi kronologi untuk kesekian kali. Pemilik GOR ternyata juga
melihat hal yang mencurigakan di rumah tetangganya. Ia memergoki seseorang
sedang duduk di atas motor tetangganya, yang dideheminya dan membuat dua orang
itu kabur. Setelah beberapa jam setelahnya, saya mendapat kabar, satu motor
tetengganya itu juga hilang. Bisa dipastikan, kepergoknya oleh pemilik GOR
adalah percobaan pencurian yang kedua di rumah itu.
Setelah menunggu beberapa
menit, video CCTV akhirnya menampilkan detik-detik aksi pencurian dilakukan.
Sebuah motor matik, tidak jelas jenis apa, melintas pelan dari barat dan
berhenti di depan GOR. Seorang lelaki berbaju merah yang membonceng, kemudian
turun dan berjalan pelan menuju rentetean motor yang terparkir. Sebentar
kemudian, tidak sampai hitungan menit, satu motor dibobol, dituntunnya, dan
setelah cukup berjarak dari pintu yang terbuka, motor di-gas bersama kawannya
ke arah timur. Itu adalah motor saya, Vario 125 bernomor polisi G 4113 DH.
Kurang dari 10 menit, dua
orang itu datang lagi berboncengan dari arah timur. Dan kembali, pria berbaju
merah lah yang melancarkan aksinya untuk kedua kali. Setelah berjalan pelan dan
memastikan keadaan lengang, motor Beat milik Nanang dibobol, dituntun kaluar,
dan di-gas menuju arah Barat, berbeda arah dengan motor saya.
Setelahnya, kami berkumpul.
Kesimpulannya, segera bertanya orang pintar mumpung masih hangat. Kami kembali
dibagi dua kelompok, ada yang berkunjung ke kyai A dan ada yang berkunjung ke kyai
B. Saat itu juga.
Ringkas cerita, setelah
menemui kyai, kami ke pak Lurah untuk melaporkan kejadian ini. Baru setelah itu
kami ke kantor polisi. Di sana, setelah menceritakan kejadian, polisi menyuruh
saya dan Nanang untuk kembali esok paginya dengan membawa dokumen surat
kendaraan motor.
Hingga saat ini, kasus ini
belum ada titik terang. Apa yang saya rasakan sekarang adalah ya… ya tidak
merasakan apa-apa. Saya sudah di titik pasrah. Apa yang terjadi itulah yang
sebenarnya terjadi.
0 Respon