Malam-Malam Dilematis
Saya merasa dilematis. Setiap
malam saya punya waktu luang. Di satu sisi saya bisa mengisinya sesuai
keinginan saya, entah menulis, entah membaca, dan lebih seringnya malah habis
untuk sekrol-sekrol media. Di sisi yang lain, pada saat bersamaan, teman-teman
saya sedang beraktifitas kerja seperti biasa, mencari pundi-pundi uang.
Hal itu yang sering membuat
saya kembali melihat usia: dua puluh tiga. Saya sudah dua puluh tiga. Apakah pantas
seorang anak muda potensional melawati malam-malamnya hanya dengan sekrol
media?
Fakta bahwa saya selalu
punya waktu luang setiap malam. Kalau soal setiap malam hanya sekrol-sekrol
sosial media, ya, dengan berat hati saya mengakui bahwa itu juga fakta. Tapi
yang perlu diketahui pula, secara kesadaran, sebetulnya saya juga tidak nyaman
dengan apa yang saya lakukan selama ini. Memangnya saya senang setiap malam
melakukan rutinitas yang sama? Sama sekali tidak.
Kesadaran inilah yang saya
bedah sekarang. Jauh sebelum habit buruk ini tercipta, saya pernah melewati
malam-malam dengan penuh purnama. Penuh purnama karena aktifitas yang saya
jalani waktu itu selalu mencerahkan. Pernah pada masanya saya keranjingan
membaca. Ada suatu waktu juga saya fokus sekali menulis. Rajin sekali.
Purnama itu kini hilang.
Saya tidak lagi membaca, barangkali karena saya sudah tidak lagi membeli buku.
Saya kehabisan bacaan. Semua buku yang saya punya sudah saya baca. Untuk
meminjam buku pun, rasanya sulit. Saya agak berjarak dengan perpustakaan. Ditambah,
saya tidak punya teman sesama pecinta buku. Dan menulis, hanya karena saya
merasa tulisan saya selalu tidak lebih baik dari sebelumnya, saya jadi
menurunkan intensitas untuk menulis. Hingga kebablasan.
Okelah memang saya punya
waktu luang setiap malam. Toh memang pekerjaan saya sedang tidak seramai dulu. Tapi
apa yang bisa saya lakukan di setiap malam itulah hal yang bisa saya usahakan.
Jika memang malam-malam saya tidak bisa menambah pundi-pundi uang, setidaknya
malam-malam saya bisa cerah berseri dengan memaksimalkan potensi diri.
Saya sudah dua puluh tiga.
Sudah waktunya menciptakan purnama demi purnama yang mencerahkan jiwa.
Ejiyad sok banget aku iki….
0 Respon