Monolog Diri (1)

by - Oktober 29, 2022

 


Saya sudah bekerja lagi. Karena ini pekerjaan satu-satunya yang saya bisa, ya saya harus menjalaninya meski bagaimanapun. Sekalipun saya tidak terlalu mencintainya.

Sudah sangat lama saya punya pikiran untuk mencari pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Pekerjaan yang lebih bisa saya kendalikan semacam menulis. Tetapi menemukan pekerjaan yang semacam itu sangat butuh waktu. Sebuah keahlian tertentu tidak bisa diraih hanya dengan satu dua bulan belajar. Perlu bertahun-tahun. Bahkan mungkin hanya untuk sekadar menguasai dasarnya dulu.

Jadi selama dua minggu ini, pikiran saya ngawang sekali. Bingung mau menyentuh apa. Sejauh ini yang saya sentuh lagi dan lagi adalah gawai. Bercakap dengan kenalan baru di ige lalu selesai.

Pada akhirnya saya menemukan kebosanan lagi. Saya bosan dengan rutinitas yang begitu monoton, konsisten lagi. Sebagai manusia, saya senantiasa menginginakan pengalaman yang baru, menantang, dan seru. Bukan bertemu lagi dengan kebosanan demi kebosanan.

Pekerjaan saya sekarang sudah tidak bisa dipegang lagi. Saya butuh plan lain. Saya masih meragukan menulis untuk dijadikan sebagai sebuah profesi. Rasanya sulit. Untuk konsisten menulis di blog selama dua kali seminggu saja tertatih-tatih. Bagaimana kalau sudah bersinggungan dengan deadline.

Intinya detik ini saya bingung mau melakukan apa. Sebenarnya saya menulis semacam ini juga sangat bosan. Karena saya sudah melakukannya beratus-ratus kali. Tapi karena tidak ada pilihan, ya saya menulis saja seperti sedang berbicara dengan diri sendiri. Saya menulis saja semua tulisan ini tanpa banyak pikir. Semakin mikir semakin tidak bisa menghasilkan apa-apa.

Kemarin saya sedang mencoba menjebak diri sendiri untuk berada dalam situasi produktif. Saya ingin membaca lagi, karenanya saya kemudian membeli satu novel di Shopee. Saya juga berpikir untuk membeli sepatu agar saya merasa punya tanggung jawab untuk lari pagi. Tapi saya masih tunda keinginan itu setelah saya mengecek dompet dan mendapati bahwa uang saya hanya tersisa sekian ribu. Saya belum dapat pemasukan paten lagi setelah pekerjaan juga tersendat.

Ya begitulah. Akhirnya beginilah yang terjadi. Saya tidak tahu bagaimana semesta bekerja. Saya dengan kepribadian saya semacam ini entah akan jadi apa. Juga orang lain. Orang yang tidak punya pilihan memang patutnya berjalan apa adanya. Tidak neko dan kudu nrimo. Kalau tidak, ya buka jalan lain sebisanya. Kalau tidak bisa juga tidak mengapa.


You May Also Like

0 Respon