Survey Bus Persada dan Muda Perkasa

by - November 02, 2022


Seharian ini saya baru saja melakukan perjalanan kunjungan ke dua PO Bus untuk agenda ziarah IPNU IPPNU Kebonrowopucang yang rencananya akan dilaksanakan Januari nanti. Untuk beberapa tahun terakhir ketika IPNU ndue gawe, biasanya kami menyewa bus Abisayta. Bus junjungan yang mulia: saudara Eko. Seperti yang kita tahu, Eko dan Abisatya sudah tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

Untuk tahun ini, kami ingin menyicipi berpergian dengan bus yang berbeda. Rasa-rasanya kok mosok dari dulu naiknya samaaa terus. Kami juga ingin sensasi yang lain dari biasanya. Mbok ya kolo-kolo, kita juga ingin menikmati bus yang harganya normal seperti umumnya, bahkan lebih mahal sedikit. Maklum, bersama Abisatyanya Eko, biasanya kami dapat cashback yang lumayan.

Tujuan pertama kami adalah PO Bus Persada. Untuk ke sana, kami perlu menyediakan waktu khusus di hari ini. Tentu saja begitu karena kantor dan garasi PO Bus Persada, terletak sangat jauh dari tempat tinggal kami. PO Bus Persada berada di Limpung, Kabupaten Batang. Sebetulnya ada kantor agennya di kawasan Setono, namun kami ingin melihat secara langsung kemegahan bus-bus Persada.

Semalam, kami janjian berangkat jam 10 pagi dengan tambahan sekalian ziarah ke makam salah seorang ulama di Kendal. Namun saat jam 10 pagi tiba, ketika saya melihat kapan terakhir kali Whatsapp mereka aktif, sudah dipastikan, Eko, Narul, dan Zilin belum bangun. Hal itu membuat saya menghubungi mereka satu per satu. Tidak ada yang menyahut kecuali Narul. Itupun melalui pesan singkat. Katanya, sidone sopo wae? Aku pak solat sik. Sungguh, kata “pak solat sik” membuat saya bertanya-tanya, solat apakah gerangan? Agak mustahil untuk mengatakan yang dilakukannya adalah solat dhuha.

Pukul 10.30, saya terpaksa ke rumahnya Eko. Manusia satu ini memang perlu di-pukpuk yang kencang agar bisa bangun. Dan benar saja, ketika saya ke sana ia sedang molor, satu tendangan di bokongnya sudah cukup untuk membuatnya tersadar. Hanya tersadar, belum bangun. Ia baru mengabari saya sejam kemudian. Luar biasa.

Ketika Narul sudah berdandan rapi—meskipun tampilannya selalu sama—Zilin gantian mengabari, ia bilang tidak bisa. Oke, artinya hanya ada 3 orang dan 1 motor. Narul bilang motornya akan dibawa bapaknya. Otomatis, kami butuh 1 orang beserta motornya. Hal yang terlintas pertama kali dalam benak kami adalah Caming, si manusia gembul yang kocak. Ketika dihubungi, ia sedang di Kuripan dan segera pulang begitu kami beri maksud.

Janjian jam 10, kami baru berangkat jam 12.30. Kami melintasi jalanan Pantura yang ramai dengan bayang-bayang mendung. Beruntungnya, hanya ada gerimis yang tidak konsisten dalam tempo waktu tertentu. Selebihnya, aman tanpa hujan.

Memasuki Limpung, kami sempat kelimpungan mencari di mana tempat PO Persada. Saya sempat mengecek Google Map, katanya kurang lebih 3 menit lagi kami akan sampai. Sialnya, hape saya mendadak mati sebelum mengecek arah petunjuk jalan. Akhirnya kami menyusuri jalanan dengan berusaha melihat barangkali ada baliho atau papan nama PO Persada. Nihil, kami tidak menjumpainya sampai Alun-alun Limpung. Di saat bersamaan, Alun-alun Limpung sedang ramai karena ada pelepasan jamaah umroh. Saya yang berboncengan dengan Eko, kehilangan jejak dengan Narul dan Caming, yang kemudian kami temukan mereka berdua sedang ngetem di warung kecil.

Berbekal tanya dan mengecek sekali lagi google map melalui hapenya Eko, akhirnya kami mengetahui ancer-ancer tempatnya. Seperti yang saya duga, tempatnya kelewat jauh. Padahal jika dari Pantura, hanya masuk sedikit lagi.



Kami akhirnya tiba di kantor PO Bus Persada. Ada belasan bus yang terpakir di sana. Bus-bus yang semuanya berseragam merah. Dari belasan itu, 4 bus merupakan keluaran terbaru. Bus yang baru inilah yang kata Eko patut untuk kita coba.

Berlanjut tanya-tanya harga dan lain sebagainya, kami menghadap ke ruangan kantornya.

 

Setelah mengantongi harga bus Persada, kami berlanjut survey ke Gapuro, tempat PO Bus Muda Perkasa berada. Ketika tibanya di sana, kantor sudah tutup. Tapi kami tetap masuk untuk melihat bus MP yang baru. Tidak seperti Persada, bus di sini tidak berseragam, melainkan beragam. Semuanya kombinasi dua sampai empat warna.

Tak beberapa lama ketika kami mengecek isi bus, petugas menegur kami untuk menyudahi safari kursi bus karena sudah melewati jam kerja. Kami dihimbau untuk datang esoknya pada jam kerja.

Selanjutnya, meski sudah jam 5 lebih, bukannya pulang, kami lebih memilih mengarahkan motor ke Tiga Jala.

You May Also Like

0 Respon