Survey Bus Persada dan Muda Perkasa
Seharian ini saya baru saja
melakukan perjalanan kunjungan ke dua PO Bus untuk agenda ziarah IPNU IPPNU
Kebonrowopucang yang rencananya akan dilaksanakan Januari nanti. Untuk beberapa
tahun terakhir ketika IPNU ndue gawe,
biasanya kami menyewa bus Abisayta. Bus junjungan yang mulia: saudara Eko.
Seperti yang kita tahu, Eko dan Abisatya sudah tidak bisa dipisahkan satu sama
lain.
Untuk tahun ini, kami ingin
menyicipi berpergian dengan bus yang berbeda. Rasa-rasanya kok mosok dari dulu naiknya samaaa terus.
Kami juga ingin sensasi yang lain dari biasanya. Mbok ya kolo-kolo, kita juga ingin menikmati bus yang harganya
normal seperti umumnya, bahkan lebih mahal sedikit. Maklum, bersama Abisatyanya
Eko, biasanya kami dapat cashback yang lumayan.
Tujuan pertama kami adalah
PO Bus Persada. Untuk ke sana, kami perlu menyediakan waktu khusus di hari ini.
Tentu saja begitu karena kantor dan garasi PO Bus Persada, terletak sangat jauh
dari tempat tinggal kami. PO Bus Persada berada di Limpung, Kabupaten Batang.
Sebetulnya ada kantor agennya di kawasan Setono, namun kami ingin melihat
secara langsung kemegahan bus-bus Persada.
Semalam, kami janjian
berangkat jam 10 pagi dengan tambahan sekalian ziarah ke makam salah seorang
ulama di Kendal. Namun saat jam 10 pagi tiba, ketika saya melihat kapan
terakhir kali Whatsapp mereka aktif, sudah dipastikan, Eko, Narul, dan Zilin
belum bangun. Hal itu membuat saya menghubungi mereka satu per satu. Tidak ada
yang menyahut kecuali Narul. Itupun melalui pesan singkat. Katanya, sidone sopo wae? Aku pak solat sik.
Sungguh, kata “pak solat sik” membuat
saya bertanya-tanya, solat apakah gerangan? Agak mustahil untuk mengatakan yang
dilakukannya adalah solat dhuha.
Pukul 10.30, saya terpaksa
ke rumahnya Eko. Manusia satu ini memang perlu di-pukpuk yang kencang agar bisa bangun. Dan benar saja, ketika saya
ke sana ia sedang molor, satu
tendangan di bokongnya sudah cukup untuk membuatnya tersadar. Hanya tersadar,
belum bangun. Ia baru mengabari saya sejam kemudian. Luar biasa.
Ketika Narul sudah berdandan
rapi—meskipun tampilannya selalu sama—Zilin gantian mengabari, ia bilang tidak
bisa. Oke, artinya hanya ada 3 orang dan 1 motor. Narul bilang motornya akan
dibawa bapaknya. Otomatis, kami butuh 1 orang beserta motornya. Hal yang
terlintas pertama kali dalam benak kami adalah Caming, si manusia gembul yang
kocak. Ketika dihubungi, ia sedang di Kuripan dan segera pulang begitu kami
beri maksud.
Janjian jam 10, kami baru
berangkat jam 12.30. Kami melintasi jalanan Pantura yang ramai dengan
bayang-bayang mendung. Beruntungnya, hanya ada gerimis yang tidak konsisten
dalam tempo waktu tertentu. Selebihnya, aman tanpa hujan.
Memasuki Limpung, kami
sempat kelimpungan mencari di mana tempat PO Persada. Saya sempat mengecek
Google Map, katanya kurang lebih 3 menit lagi kami akan sampai. Sialnya, hape
saya mendadak mati sebelum mengecek arah petunjuk jalan. Akhirnya kami
menyusuri jalanan dengan berusaha melihat barangkali ada baliho atau papan nama
PO Persada. Nihil, kami tidak menjumpainya sampai Alun-alun Limpung. Di saat bersamaan,
Alun-alun Limpung sedang ramai karena ada pelepasan jamaah umroh. Saya yang
berboncengan dengan Eko, kehilangan jejak dengan Narul dan Caming, yang
kemudian kami temukan mereka berdua sedang ngetem
di warung kecil.
Berbekal tanya dan mengecek
sekali lagi google map melalui hapenya Eko, akhirnya kami mengetahui
ancer-ancer tempatnya. Seperti yang saya duga, tempatnya kelewat jauh. Padahal
jika dari Pantura, hanya masuk sedikit lagi.
Kami akhirnya tiba di kantor
PO Bus Persada. Ada belasan bus yang terpakir di sana. Bus-bus yang semuanya
berseragam merah. Dari belasan itu, 4 bus merupakan keluaran terbaru. Bus yang
baru inilah yang kata Eko patut untuk kita coba.
Berlanjut tanya-tanya harga
dan lain sebagainya, kami menghadap ke ruangan kantornya.
Setelah mengantongi harga
bus Persada, kami berlanjut survey ke Gapuro, tempat PO Bus Muda Perkasa
berada. Ketika tibanya di sana, kantor sudah tutup. Tapi kami tetap masuk untuk
melihat bus MP yang baru. Tidak seperti Persada, bus di sini tidak berseragam,
melainkan beragam. Semuanya kombinasi dua sampai empat warna.

Tak beberapa lama ketika
kami mengecek isi bus, petugas menegur kami untuk menyudahi safari kursi bus
karena sudah melewati jam kerja. Kami dihimbau untuk datang esoknya pada jam
kerja.
Selanjutnya, meski sudah jam
5 lebih, bukannya pulang, kami lebih memilih mengarahkan motor ke Tiga Jala.
0 Respon