• Halaman Awal
  • Diri Sendiri
facebook instagram Email

Anam Sy

Bagi saya, 2017 ini tahun berat. Dimana setahun ini saya full berobat di rumah. Tanpa nyambi kerja. Tanpa aktivitas apapun yang berarti. Dan tanpa sesuatu yang benar-benar menghibur. Dan benar sekali, pastinya amat membosankan.

Ibarat perjalanan, bisa dibilang tahun inilah jalan terjalnya. Perjuangan yang begitu sengit. Bukan melawan musuh. Namun  melawan sakit. Disitulah bagaimana emosi saya diputarbalikkan, marah, sedih, gelisah, putus harapan, hilang kepercayaan, tenang, sabar, optimis, lalu marah lagi, sedih lagi, kembali tenang, lalu marah lagi. Begitu seterusnya.

Sampai akhirnya sampailah saya di titik ini, di penghujung tahun 2017. Disinilah saya mulai memahami, tanpa terasa, penderitaan dan kepedihan itu perlahan terlewati. Saya dapati juga bahwa saya masih tetap bertahan. Ini patut disyukuri mengingat, sakit ini membuat saya menjadi lelaki melankolis yang hampir putus asa.

Rasanya ingin kuceritakan kenapa tahun ini begitu berat bagi saya. Sejak awal tahun 2017 tiba, saya masih sakit, masih berobat lanjutan. Dua minggu sekali saya harus kontrol ke rumah sakit, sampai sekarang pun masih juga. Bisa bayangkan betapa bosannya bolak-balik dan terus-terusan minum obat.

Sebelumnya saya kira saya bisa sembuh dalam waktu 6 bulan. Namun memasuki bulan ketiga, keluar benjolan di leher. Jadilah saya terkena tbc kelenjar yang pengebotannya lebih lama lagi. Dalam perjalanannya, benjolan ini tidak hanya satu saja, banyak. Yang membuat saya sedikit frustasi adalah ketika satu benjolan kempes, benjolan lain muncul, kempes lagi, lalu muncul dibagian lain lagi. Pusing saya.

Belum selesai disitu, waktu sakit itu saya masih kelas 12 di MANU. Dua bulan lebih saya absen dan bahkan tidak ikut ujian tengah semester. Karena kondisi yang sakit parah ini, saya sampai didatangi kepala sekolah menanyakan apakah mau ikut UN atau tidak. Sungguh pertanyaan yang menyinggung perasaan. Tapi saya tetap mau ikut UN. Lagipula otak saya nyantelan, ini yang mungkin tidak diketahui bapak ibu guru. Saya baru berangkat setelah sudah sedikit baikan.

Beberapa hari setelah berangkat, saya langsung disuguhi rentetan ujian, dari semesteran, UAMBN, Try out, UM, sampai UN. Semua saya lalui dengan ciamik, bahkan untuk UN saya nangkring diurutan ke empat se-MANU Karangdadap. Pencapaian yang sebetulnya biasa aja. Ringkas cerita saya lulus dari MA NU Karangdadap.

Bukan itu saja ternyata, perjuangan itu berlanjut lagi. Setelah kelulusan itu, mutlak saya hanya di rumah saja. Luntang luntung tak jelas. Bangun tidur jam 8, menyendiri di kamar, keluar kamar nonton tivi, setelah bosan ganti main hape, bosan lagi giliran dengerin radio, kalau bosan diam lagi menyendiri, tidur lagi deh. Siklus hidupku hanya berputar pada wc, kamar, dan depan tivi. Tak pernah keluar apalagi hengot. Sampai sekarang. Sangat bosan sekali rasanya. Sungguh kasihan.

Hal yang paling banter saya lakukan ya menulis. Itu saja. Dan di akhir tahun 2017 ini, saya wajib mensyukuri satu hal ini. Saya bisa menulis. Dan ini adalah pencapaian terhebat saya di tahun 2017.

2017 meskipun berat, toh saya masih bertahan dan kuat. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil. Banyak sekali. Ini pelajaran juga bagi anda.

Terakhir, saya mau mengucapkan, selamat menikmati akhir tahun. Saya di rumah saja, berbenah menyongsong 2018. Saya mau balap kalian ditahun ini. Siap-siaplah. Jaga erat pacar anda saat ditikungan. Yang ngomong saya lho.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

Kemarin malam, hujan mengguyur sehari penuh dengan intensitas tak konsisten. Sebentar deras, sebentar ngriwis, sebentar terang. Dan memang hujan selalu membawa nuansa yang berbeda. Banyak ingatan yang muncul dalam pikiran, entah kenangan atau apa saja. Termasuk dalam hal ini adalah ide. Ya, banyak sekali bahan yang bisa saya tulis berkaitan dengan hujan bersama merintiknya air ini. Nah, dibawah ini adalah tulisan bertema hujan yang saya jadikan status di fesbuk. Selamat membaca.

#####

Selalu setiap berdiriku di jendela menatap hujan, ingatanku langsung terbawa kemasa lalu. Lantas bagaimana jika aku berdiri di depanmu dan melihat hujan dimatamu. Mungkin aku tak akan mengingat apapun lagi selain hanya memelukmu. Lalu hujan reda. Menghapus ingatanku tentangmu.

#####

Lengkap sudah. Malam ngriwis. Sendiri. Ditambah nuansa melow lagu lawas dari radio. Ah, melankolisnya diriku. Tapi bagaimana lagi, memang beginilah situasi yang cocok bagi saya akhir-akhir ini. Lelaki melankolis. Ah.

#####

Langit mendung. Udara segar campur dingin. Dan hujan ngriwis-ngriwis. Rasanya saya tak bisa melupakan momen yang hampir sama ketika semasa smp bersama teman kelas.

Dulu, saat musim hujan seperti sekarang ini, kami sering nongkrong bersama di dekat wangan. Melihat aliran deras yang butek dan memunculkan suara ricik-ricik seru. Bahkan jika beruntung, kami juga bisa dengan gamblang melihat hamparan dataran tinggi lengkap dengan jajaran pepohonan yang terlihat rapi dan kecil. Oh ya, dan yang paling kuingat waktu itu adalah satu pohon yang menjulang tinggi tepat diposisi paling atas dalam bukit yang menggunung.

Dan suasana syahdu itu disempurnakan oleh mendoan wo Yatin. Ya, mendoan pilihan paling tepat saat dingin sudah lama mengepung. Beramai-ramai kami memesan tempe setengah matang yang hangat. Yang kala itu harganya masih 300 rupiah. Lalu kami sikat. Sementara hujan makin ngriwis.

Meja makan saat itu menjadi perkumpulan yang amat menghangatkan. Kami mengobrolkan apa saja dan seringkali memunculkan tawa. Hingga satu orang dari kami mengatakan bahwa momen itu akan jadi sesuatu yang bakal dikenang. Satu orang itu adalah saya.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

Belum sejam ditempel, pengumuman itu sudah langsung mampu menarik perhatian penduduk. Warga berbondong-bondong mendekat dan melihat apa yang tersaji dalam selembaran itu.

Sebuah pengumuman amat menghebohkan. Berisi seperti lowongan. Namun berbau perjodohan.

Dicari lelaki untuk dijadikan suami. Dengan syarat: soleh, setia, hafal pancasila, bertanggung jawab, amanah, jujur, baik hati, rajin menabung, dan tidak sombong.

Begitulah bunyi isi pengumuman yang terdengar setelah dibaca Sodrun dengan lantang.

Keheranan mulai muncul. Orang-orang tampak linglung. Perempuan mana yang menulis pemberitahuan segila ini, begitulah kebingungan mereka. Sebagian lain hanya abai. Katanya, ini hanya kerjaan iseng saja. Namun ada juga yang hanya diam. Diam dengan hati tersenyum, bahwa pengumuman ini benar-benar ditulis oleh seorang wanita.

Sodrun, salah seorang yang berdiri dikerumunan itu, termasuk yang diam. Wajahnya yang sumringah membuatnya mudah untuk ditebak, bahwa ia termasuk yang gembira dengan pengumuman ini. Mengingat pemuda 27 tahun ini masih menjomblo, cuma dialah yang berambisi untuk menjadi lelaki yang memenuhi syarat.

Konon, lelaki ini telah diputuskan12 kali dan pernah memutuskan 6 kali. Bukan bukan. Bukan karena ia tidak setia dan jahat pada wanita. Namun justru karena kebaikan hatinya. Ia diputuskan dengan alasan terlalu baik. Dan ia memutuskan sebab dirinya dikhianati oleh wanita sebab ketidakpernahmarahannya.

Dua hari berlalu. Usai memastikan bahwa dirinya telah memenuhi syarat. Kembalilah ia ke papan pengumuman. Dilihatnya selembaran pengumuman itu sudah tak ada. Hilang. Sedihnya lagi, lelaki ini belum mengantongi siapa nama wanita yang pernah memasang pengumuman itu.

Merasa kehilangan calon jodohnya, Sodrun akhirnya melakukan pencarian. Ditelusurinya setiap gang-gang kampung dan ditanyai setiap penduduk yang ia jumpai. Tapi nihil. Tak ada yang tahu. Ia pun frustasi dan memutuskan pulang.

Dalam perjalanannya kembali ke rumah, langkah kakinya terseok-seok. Ia tergila-gila dengan wanita si penulis pengumuman yang belum diketahui namanya itu. Sampai tiba di tempat pengumuman tadi, ia menghentikan langkahnya. Ia kembali menatap papan itu. Lama sekali. Bagaimana caranya menemukan wanita itu. Begitulah pertanyaan dalam dirinya.

Sampai kemudian, terpikirlah satu cara. Tangannya langsung mengambil spidol dan selembar kertas. Pikirnya, hanya dengan menulis pengumumanlah ia dapat ditemukan. Maka, ditulislah dan ditempellah pengumuman itu yang bunyinya;

Dicari perempuan yang pernah menaruh pengumuman disini. Bahwa ada seseorang yang telah memenuhi syarat menjadi suaminya.

Lantas setelah itu, ia pulang. Sementara satu persatu warga mulai membaca pengumuman. Semakin ramai dan ramai. Sampai heboh. "Siapa ini yang menempel pengumuman disini. Memangnya tak tahu apa, kalau kemarin ada wanita yang ditangkap dan dipenjara karena ini." Ujar salah satu warga.

Sehari berikutnya, aparat desa mendatangi rumah Sodrun. Alih-alih dapat berita bagus, lelaki ini justru dibawa ke kantor kelurahan. Disana ia diintrogasi akibat ulahnya memasang pengumuman tanpa seizin aparat desa sampai membuat kehebohan masyarakat. Ia akhirnya harus masuk penjara mempertanggungjawabkan tindakannya.

Akan tetapi, bukannya marah atau kecewa. Lelaki yang sedang dirudung asmara ini malah menerima saja tanpa pembelaan. Ia masuk satu sel bersama seorang wanita yang tak dikenalnya. Wanita ini juga baru kemarin masuk sel ini. Juga karena ulah yang sama.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

Hujan tak hanya membawa kesan ketenangan, kesedihan, atau kengerian saja. Namun hujan juga membawa kesan lucu nan wagu, terlebih bagi saya.

6 tahun silam saat mau berangkat ke sekolah, hujan mengguyur deras pagi itu. Tak mungkin bagi saya memegang payung selama perjalanan sambil genjot sepeda, pasti pegal. Saya pun akhirnya terpaksa memakai jas hujan lowoh yang begitu lebar itu. Karena saya pake sepeda, tentu saja agak aneh ketika memakai jas udan ini. Tapi bagaimana lagi, saya harus memakainya. Bisa dibayangkan sendiri bagaimana bentuk kewaguannya.

Saya berangkat seorang diri. Mantel yang lebar ini sangat mampu menghalau saya dari hujan. Saking lebarnya, mantel ini juga bisa saya selempangkan sampai ke keranjang menutupi tas saya. Setengah perjalanan saya lalui menuju sekolah ditemani hujan.

Hingga akhirnya, saya sampai di Karangdadap. Perasaan saya mulai berbeda. Disini hanya gerimis saja. Bahkan semakin kesana semakin terang dan benar-benar terang. Saya lihat di Karangdadap ini tidak ada sisa hujan sama sekali. Langit pun saya lihat tak mendung. Sudah saya pastikan bahwa cuaca disini cerah.

Tapi bagaimana lagi, saya sudah terlanjur memakai mantel yang amat wagu bagi saya yang memakai sepeda. Keterlanjuran ini yang membuat saya abai dan terus melanjutkan perjalanan dengan tetap memakai jas udan lowoh.

Sebetulnya agak malu juga saat perjalanan setelah Karangdadap ini. Orang-orang tampak memandangi saya. Mungkin juga sebenarnya mereka tertawa karena passion yang wagu dan begitu tidak cocok dengan kendaraan yang saya pakai. Tapi saya tetap tak acuh.

Semakin mendekati sekolahan, intensitas suhu tubuh saya mulai agak berbeda. Jika tadi saya merasa dingin, justru sekarang malah gerah. Keringat mulai bercucuran perlahan.

Sampai sekolahan saya langsung buka jas udan lowoh ini. Keringat saya amat banyak sampai membasahi seragam. Beberapa teman saya tertawa melihat ini. Ora udan kok mantelan, kringetan maneh. Begitu kata mereka. Saya hanya bisa tersenyum kecut sambil hati saya bilang: awas koe.

Nyatanya, kejadian ini bukan sekali saja terjadi. Setelahnya, sewaktu saya di MA. Hal demikian biasa terjadi. Sama persis, namun bedanya hanya waktunya. Kalau pas di MA seringnya siang hari sepulang sekolah. Jadi, ketika saya sudah pake mantel lowoh menaiki motor (nah, kalo ini pantes) dan meluncur pulang. Eh, pas sampai di Kalilembu cerah-cerah saja. Lagi-lagi ada saja yang nyeluk: hi ora udan anggo jas udan.

Ah. Begitulah hujan. Berani-beraninya mengerjai saya sampai saya jadi objek ketawaan orang-orang di jalanan karena pake mantel lowoh sedangkan saya mengendarai pit. Tapi tak apa-apa. Setidaknya ini menunjukkan bahwa bagaimanapun saya adalah manusia biasa yang bisa diajak bercanda. Hujan saja bisa mencandai saya, masak kamu tidak.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

Sebelum pembahasan, saya bingung nantinya mau pakai kata mencontek atau menyontek. Okelah, karena saya tidak tahu kata mana yang sesuai KBBI, saya pakai kata mencontek saja ya. Kalau pakai kata menyontek, bayangan saya mengalih ke sepak bola. Ya pemirsa, apa yang terjadi. Gol gol gollll. Jebret. Sontekan Evan Dimas mampu membawa indonesia unggul 1-0 dari Argentina. Tetep pakai mencontek saja ya.

Mencontek merupakan perbuatan untuk memperoleh jawaban dengan cara yang tidak diperbolehkan, baik oleh MUI ataupun pemerintah. Akan tetapi meskipun ini adalah pelanggaran, namun kita tidak akan dipenjara jika melakukannya. Karena mencontek tidak ada pembahasannya dalam undang-undang.

Meski demikian, bagaimanapun mencontek adalah hal yang harus dihindari oleh seorang pelajar. Apalagi konon katanya mencontek merupakan bibit timbulnya korupsi.

Menurut pengamatan dangkal dan pengalaman pribadi, mencontek banyak jenisnya. Dari cara yang easy sampai hard. Semua memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda.

Berikut, 3 cara mencontek yang umum dilakukan siswa. Nomer 5 buat kamu pingin njengkang.

1. Melihat punya teman

Cara ini paling umumnya umum. Mencontek model ini perlu dipastikan targetnya yang pintar. Jangan sampai sudah sekuat tenaga mencurahkan daya upaya mencontek, namun sia-sia karena jawabannya salah sebab yang dicontek adalah yang tidak pandai.

Cara satu ini tidak efisien dan merepotkan. Konsentrasi pecontek terbagi, antara melihat jawaban, memastikan tidak ketahuan korban, dan menghindari pandangan guru penjaga.

Sungguh, cara ini tidak dianjurkan bagi para pelajar. Kemungkinan resikonya lebih besar. Selain bisa kepergok guru, juga bisa membuat tubuh pegal-pegal. Pasalnya cara demikian melibatkan seluruh bagian tubuh dalam waktu yang cukup lama. Mata yang selalu manteng. Tangan yang selalu siaga. Kepala yang tengok kanan-kiri. Dada yang tegak-bungkuk. Kaki yang nendang-nendang. Tentunya hal ini bisa membuat nyeri dua hari dua malam.

Namun jika anda ingin tetap mencoba, tetap masih bisa dilakukan. Cara ini dapat disiasati dengan melakukan pemanasan tubuh sebelumnya. Atau dengan siap sedia geliga setiap saat.

2. Memakai kode khusus

Dalam mencontek, salah satu syarat mutlaknya adalah tidak ketahuan penjaga. Maka pencontek yang baik, harus memiliki kemampuan mengelabuhi yang baik. Percayalah, satu cara ini sudah tidak asing di telinga anda, yaitu memakai isyarat atau kode khusus.

Dalam pengaplikasiannya, bentuk cara ini bermacam-macam. Tergantung kreativitas siswanya. Namun yang paling umum adalah menggunakan isyarat tangan dan isyarat gestur.

Untuk isyarat tangan, umumnya adalah mengacungkan satu jari berarti A, dua jari B, tiga C, empat D, dan lima E. Sedangkan isyarat gestur, misal dengan membungkuk, menggeleng, meletakkan telunjuk ke bibir, garuk-garuk kepala, atau mengetuk meja.

Patut dicatat bahwa dalam cara ini harus ada kesepakatan sebelumnya antar pecontek supaya terjalin pemahaman yang sama. Selain itu juga perlu terbiasa bersama agar rasa kemistri makin menguat.

3. Membawa contekan

Dibanding dua cara sebelumnya, cara ini lebih praktis. Bahkan bersifat egois. Hanya saja perlu persiapan matang sebelumnya. Persiapan itu tentu saja dengan mencatat contekannya. Materi ditulis di secarik kertas, biasanya ditulis sekecil mungkin agar memuat banyak tulisan.

Selanjutnya, contekan bisa disimpan dimana saja dan relatif aman karena bentuknya yang kecil. Disinilah kepraktisannya. Contekan bisa ditaruh di laci, di saku, di dalam bolpoin, atau bisa juga diselipkan di peci maupun topi. Bukan hanya itu, eksekusinya juga praktis. Contekan bisa dilihat denan pura-pura garuk rambut lalu lepas peci. Atau diletakkan di belakang lembar soal. Atau dengan gestur melihat tinta bolpoin. Dengan begitu, mencontek sangat kecil untuk dicurigai.

Namun, mencontek dengan cara ini meskipun praktis tetap harus hati-hati. Kalau sampai ketahuan, ada barang bukti yang bisa dibawa ke pengadilan sekolah. Waspadalah. Waspadalah. Tetapi jauh sebelum itu, pastikan contekan yang ditulis sesuai kisi-kisi.

*****

Setidaknya, tiga cara inilah yang paling umum dilakukan pelajar di sekolah manapun. Mengingat, mencontek adalah sesuatu yang prularis. Tidak memandang agama, suku, ras, dan etnis manapun.

Namun begitu, saya selaku penulis artikel ini yang juga berpengalaman dalam contek-mencontek, menghimbau untuk mengerjakan soal dengan jujur. Ingatlah, bapakmu tidak pernah mengajarimu mencontek. Yah, meski memang bapakmu tidak pernah sekolah. Sadarlah nak, di tanganmulah masa depan bangsa ini. Mau jadi apa kamu?

Syariful Anam, pecontek yang baik hati, rajin menabung dan tidak sombong.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Uang ribuan habis. Yang tersisa hanya empat ratus perak. Butuh seratus lagi biar pas limaratus. Dalam kondisi terdesak seperti ini, saya terpaksa harus sedemikian rupa menemukan satus perak.

Saya merogoh-rogoh saku pakaian yang saya pakai bahkan pakaian-pakaian kemarin yang saya pakai. Berharap nemu uang seratus, lebih-lebih nemu dua ribu. Tapi kosong. Saya cari di kolong-kolong, juga kosong. Saya beranjak ke lemari meraba-raba bagian bawah tumpukan baju, kosong juga. Saya buka kasur, bantal, celah-celah peci, sampai dilembaran buku-buku, namun memang kosong.

Aneh memang, uang seratus rupiah yang biasanya dengan mudah saya lihat di jalan, di kursi, di kolong meja, di atas tivi, di lantai, dan dimana-mana ini, namun ketika dalam keadaan dibutuhkan justru menghilang entah kemana.

Begitulah sifat uang satus perak ini, entah sifat apa namanya. Kalau tidak dibutuhkan nongol dimana-mana. Tapi kalau dibutuhkan seperti semuanya menghilang. Sifat yang bukan hanya ada pada uang seratus rupiah. Tetapi juga pada benda yang lain, gunting kuku misalnya. Atau karet gelang. Atau cotton bud. Benda-benda begitulah yang sering siluman dan begitu nyeselin.

Ternyata sifat yang seperti ini bukan hanya ada pada benda-benda tadi saja, manusia juga ada yang bersifat demikian. Golongan ini adalah tukang parkir. Ya, tukang parkir yang sialan. Pas kita mau parkir, orangnya tidak ada. Tapi pas kita mau keluar, eh... jukirnya nongol minta uang. Dasar siluman.

Kalau sampeyan pernah juga diminta tukang parkir model begini, yaudah, ikhlas aja. Namun kasihnya patangatus perak bae. Kan yang satus peraknya lagi belum nemu.

Yang penting sampeyan jangan jadi teman model ini. Kalau tidak dibutuhkan nongol. Tapi pas dibutuhkan malah ngilang. Tapi kalo memang sifat anda begini, ya berarti derajat anda seperti uang satus perak, gunting kuku, atau keten bet.

Nah, kalo sampeyan menjumpai uang satus perak berserakan dimana-mana, kumpulkan dan tabunglah. Tetaplah menjadi manusia yang baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

Pagi tadi, saya berencana menunaikan catatan yang sudah saya tulis di buku agenda. Yaitu mencuci. Aktivitas yang rutin saya lakukan ketika pakaian kotor sudah menggunung. Biasanya tiga hari sekali.

Usai sarapan, saya langsung bergegas ke belakang bermaksud merendamnya lebih dulu. Pakaian kotor yang akan saya cuci saya pilih. Untuk perendamannya saya selalu memakai liquit. Baru setelahnya saya menyikatnya dengan sabun colek.

Oh ya, saya baru sadar kalau liquit yang biasanya menggantung di gantar itu sudah habis. Saya lalu mencoba mencarinya di lantai-lantai, barangkali terjatuh. Juga di kamar mandi. Namun memang sudah habis. Memang untuk stok liquit ini biasanya terkendali. Bapak saya membelinya langsung satu plastik berisi berenteng-renteng dan biasanya dapat piring cantik. Akan tetapi meski cantik, tak membuat mata hati saya terbuka untuk mencintainya, namun tetap saya miliki.

Dengan begitu maka saya harus membelinya. Saya butuh uang. Saya merogoh-rogoh saku baju yang saya pakai, tapi kosong. Saya beranjak ke lemari dimana saya biasa menyelipkan uang di bawah tumpukan baju, tapi juga kosong. Saya mencari ke kolong-kolong, bawah kasur, juga di celah-celah buku, namun juga kosong. Saya baru menemukan uang ketika merogoh di celah bawah tivi. Ada dua koin, seratus dan dua ratus rupiah. Saya menemukan lagi ketika mencari di bawah mesin jahit, dua ratus rupiah. Total terkumpul empat ratus rupiah, kurang seratus rupiah lagi untuk bisa beli satu saset liquit.

Pencarian belum selesai, saya harus menemukan uang saratus rupiah lagi. Saya kembali menelusuri tempat-tempat biasa dimana uang tertaruh begitu saja. Meski sudah agak lama saya cari, namun belum juga saya jumpai.

Aneh memang, uang seratus rupiah yang biasanya dengan mudah saya lihat di rumah, baik di kursi, di kolong meja, di atas tivi, di lantai, namun ketika dalam keadaan dibutuhkan justru menghilang entah kemana.

Kalau tidak dibutuhkan nongol dimana-mana. Tapi kalau dibutuhkan seperti semuanya menghilang. Sifat yang bukan hanya ada pada uang seratus rupiah. Tetapi juga pada benda yang lain, gunting kuku misalnya. Atau karet gelang. Atau cotton bud. Benda-benda begitulah yang sering siluman dan begitu nyeselin.

Ternyata sifat demikian bukan hanya ada pada benda-benda tadi saja, manusia juga ada yang bersifat demikian. Golongan ini adalah tukang parkir. Ya, tukang parkir yang sialan. Pas kita mau parkir, orangnya tidak ada. Tapi pas kita mau keluar, eh... jukirnya nongol minta uang. Dasar siluman.

Akhirnya, setelah cukup lama cari sana-sini yang tak mungaras tenaga ini. Semua membuahkan hasil usai saya membuka kasur. Terdapat uang seratus rupiah disana. Lengkap sudah uang lima ratus untuk membeli liquit. Bisa mencuci deh. Saya langsung menuju warung dan membeli kecap.

Dari kejadian ini, bisa dilihat, betapa sulitnya mencuci hanya karena uang seratus rupiah. Padahal biasanya kita jumpai berserakan dimana-mana. Patutlah ini memberi pelajaran bagi anda untuk tidak meremehkan hal sekecil apapun. Karena kalau sudah dibutuhkan tapi tidak ada. Baru tau sendiri akibatnya. Ini baru perkara uang seratus perak, yang untuk beli permen saja masih kurang. Apalagi perkara yang lebih besar lagi, kesehatan.

Maka dari itu, kalau menjumpai uang recehan berserakan, kumpulkan dan tabunglah. Tetaplah menjadi manusia yang baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung. Karena, baju kotor akan terus menumpuk. Semakin menumpuk recehan, samakin mudah untuk beli liquit. Maka semakin mudah untuk mencuci. Rajinlah menabung untuk rajin mencuci.

Sekian, saya mau merendam pakaian dulu. Eh, lha kok saya malah belinya kecap. Sudah cari uang sampai jungkir balik di kolong meja, ha kok malah salah beli. Bajigur tenan.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Newer Posts
Older Posts

Info

Tayang seminggu dua kali

Mutualan, Yuk

  • facebook
  • instagram
  • youtube

Kategori

IPNU

Postingan Viral

Catatan

Sementara kosong dulu, seperti hatiku

Facebook

Isi Blog

  • ►  2024 (15)
    • ►  Apr 2024 (1)
    • ►  Mar 2024 (4)
    • ►  Feb 2024 (1)
    • ►  Jan 2024 (9)
  • ►  2023 (11)
    • ►  Des 2023 (3)
    • ►  Nov 2023 (1)
    • ►  Sep 2023 (3)
    • ►  Jul 2023 (4)
  • ►  2022 (46)
    • ►  Nov 2022 (7)
    • ►  Okt 2022 (7)
    • ►  Sep 2022 (6)
    • ►  Agu 2022 (4)
    • ►  Jul 2022 (9)
    • ►  Mei 2022 (4)
    • ►  Jan 2022 (9)
  • ►  2021 (22)
    • ►  Des 2021 (5)
    • ►  Sep 2021 (3)
    • ►  Agu 2021 (6)
    • ►  Jun 2021 (1)
    • ►  Mar 2021 (7)
  • ►  2020 (14)
    • ►  Des 2020 (1)
    • ►  Nov 2020 (2)
    • ►  Jul 2020 (2)
    • ►  Jun 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  Apr 2020 (1)
    • ►  Mar 2020 (2)
    • ►  Feb 2020 (4)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Mar 2019 (1)
    • ►  Feb 2019 (1)
    • ►  Jan 2019 (1)
  • ►  2018 (57)
    • ►  Okt 2018 (7)
    • ►  Sep 2018 (5)
    • ►  Jul 2018 (11)
    • ►  Jun 2018 (3)
    • ►  Mei 2018 (4)
    • ►  Apr 2018 (2)
    • ►  Mar 2018 (5)
    • ►  Feb 2018 (12)
    • ►  Jan 2018 (8)
  • ▼  2017 (71)
    • ▼  Des 2017 (7)
      • Catatan 2017
      • Status Hujan
      • Cinta Dalam Pengumuman
      • Ketika Hujan Mengerjai Saya
      • Cara Mencontek yang Hemat, Cermat, dan Bersahaja a...
      • Sifat Siluman
      • Sulitnya Mencari Uang Seratus Rupiah
    • ►  Nov 2017 (20)
    • ►  Okt 2017 (10)
    • ►  Sep 2017 (8)
    • ►  Agu 2017 (8)
    • ►  Jul 2017 (9)
    • ►  Jun 2017 (5)
    • ►  Mei 2017 (4)

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates