Bagi saya, 2017 ini tahun berat. Dimana setahun ini saya full berobat di rumah. Tanpa nyambi kerja. Tanpa aktivitas apapun yang berarti. Dan tanpa sesuatu yang benar-benar menghibur. Dan benar sekali, pastinya amat membosankan.
Ibarat perjalanan, bisa dibilang tahun inilah jalan terjalnya. Perjuangan yang begitu sengit. Bukan melawan musuh. Namun melawan sakit. Disitulah bagaimana emosi saya diputarbalikkan, marah, sedih, gelisah, putus harapan, hilang kepercayaan, tenang, sabar, optimis, lalu marah lagi, sedih lagi, kembali tenang, lalu marah lagi. Begitu seterusnya.
Sampai akhirnya sampailah saya di titik ini, di penghujung tahun 2017. Disinilah saya mulai memahami, tanpa terasa, penderitaan dan kepedihan itu perlahan terlewati. Saya dapati juga bahwa saya masih tetap bertahan. Ini patut disyukuri mengingat, sakit ini membuat saya menjadi lelaki melankolis yang hampir putus asa.
Rasanya ingin kuceritakan kenapa tahun ini begitu berat bagi saya. Sejak awal tahun 2017 tiba, saya masih sakit, masih berobat lanjutan. Dua minggu sekali saya harus kontrol ke rumah sakit, sampai sekarang pun masih juga. Bisa bayangkan betapa bosannya bolak-balik dan terus-terusan minum obat.
Sebelumnya saya kira saya bisa sembuh dalam waktu 6 bulan. Namun memasuki bulan ketiga, keluar benjolan di leher. Jadilah saya terkena tbc kelenjar yang pengebotannya lebih lama lagi. Dalam perjalanannya, benjolan ini tidak hanya satu saja, banyak. Yang membuat saya sedikit frustasi adalah ketika satu benjolan kempes, benjolan lain muncul, kempes lagi, lalu muncul dibagian lain lagi. Pusing saya.
Belum selesai disitu, waktu sakit itu saya masih kelas 12 di MANU. Dua bulan lebih saya absen dan bahkan tidak ikut ujian tengah semester. Karena kondisi yang sakit parah ini, saya sampai didatangi kepala sekolah menanyakan apakah mau ikut UN atau tidak. Sungguh pertanyaan yang menyinggung perasaan. Tapi saya tetap mau ikut UN. Lagipula otak saya nyantelan, ini yang mungkin tidak diketahui bapak ibu guru. Saya baru berangkat setelah sudah sedikit baikan.
Beberapa hari setelah berangkat, saya langsung disuguhi rentetan ujian, dari semesteran, UAMBN, Try out, UM, sampai UN. Semua saya lalui dengan ciamik, bahkan untuk UN saya nangkring diurutan ke empat se-MANU Karangdadap. Pencapaian yang sebetulnya biasa aja. Ringkas cerita saya lulus dari MA NU Karangdadap.
Bukan itu saja ternyata, perjuangan itu berlanjut lagi. Setelah kelulusan itu, mutlak saya hanya di rumah saja. Luntang luntung tak jelas. Bangun tidur jam 8, menyendiri di kamar, keluar kamar nonton tivi, setelah bosan ganti main hape, bosan lagi giliran dengerin radio, kalau bosan diam lagi menyendiri, tidur lagi deh. Siklus hidupku hanya berputar pada wc, kamar, dan depan tivi. Tak pernah keluar apalagi hengot. Sampai sekarang. Sangat bosan sekali rasanya. Sungguh kasihan.
Hal yang paling banter saya lakukan ya menulis. Itu saja. Dan di akhir tahun 2017 ini, saya wajib mensyukuri satu hal ini. Saya bisa menulis. Dan ini adalah pencapaian terhebat saya di tahun 2017.
2017 meskipun berat, toh saya masih bertahan dan kuat. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil. Banyak sekali. Ini pelajaran juga bagi anda.
Terakhir, saya mau mengucapkan, selamat menikmati akhir tahun. Saya di rumah saja, berbenah menyongsong 2018. Saya mau balap kalian ditahun ini. Siap-siaplah. Jaga erat pacar anda saat ditikungan. Yang ngomong saya lho.
0 Respon