Menyadari Hikmah dari Sakitku

by - Oktober 14, 2017

~ Tuhan tidak akan menguji hamba diluar batas kemampuannya ~

Kalimat pernyataan diatas memang benar adanya bahwa setiap ujian apapun yang menghadang pasti bisa dilalui. Terlebih bagi saya. Bagaimana tidak? Sakit yang saya alami sampai saat ini masih belum kunjung sembuh juga. Yang berarti saya juga masih diberi kekuatan sejauh ini pula. Saya percaya, setiap diberi ujian pasti diberi juga pasangannya, kekuatan.

Didiagnosa sakit, tentu siapa saja tidak menginginkannya dan bakal sedih. Apalagi penyakitnya kategori level atas yang pengobatannya berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-tahun. Saya pun bersedih kala September 2016 saya didiagnosa menderita penyakit Tbc paru yang kemudian merambat kekelenjar menjadi Tbc kelenjar.

Saya tak tahu pasti kenapa ini bisa terjadi. Hal ini kemudian mengakibatkan psikis saya terganggu. Saya menjadi tidak bersemangat, mengasihani diri, dan juga marah pada diri sendiri. Seakan Tuhan tidak adil pada saya.

Dalam masa penyembuhan itulah saya harus istirahat total. Siang malamku saya habiskan dirumah saja. Tentu bosan, gelisah, marah menyelimuti keseharian saya. Siklusku hanya berputar antara tidur dan makan. Selebihnya, melamun mengasihani diri. Malang betul nasibku.

Namun diluar dari pada itu. Saya baru menyadari ternyata banyak juga hikmah yang saya dapatkan sebab sakitku ini dan ada sesuatu yang berubah dalam diri saya. Entah ini kesadaran darimana. Tapi aku baru menyadarinya sekarang.

Kesadaran pertama yang muncul adalah kesadaran bahwa memang beginilah hidup ini. Saya tidak punya kuasa apapun untuk mengendalikan ataupun mengelak dari realitas yang ada. Saya ditakdirkan sakit. Dan mau bagaimanapun ya saya pasti tetap sakit. Sebelumnya saya sering mikir kalau Tuhan itu tidak adil. Orang lain sehat dan bahagia. Sementara aku sakit dan menderita. Lama lagi.

Tapi ternyata anggapanku ini salah besar. Setiap makhluk sudah punya takdir dan jalannya sendiri. Kita tidak bisa mengelak. Sebab beginilah hidup. Mau sepahit apapun tetap ada rencana Tuhan yang begitu manis. Jadi, saya itu sekarang menertawakan sikap saya yang dulu. Menangis, mengasihani diri, marah, mengeluh, tak bersemangat, dan menganggap Tuhan tak adil. Saya tertawa terbahak-bahak sekarang. Sebegitu cemennya aku ini.

Ajaibnya, kesadaran ini merupakan hikmah yang luar biasa dari sakitku. Kesadaran yang wajib saya syukuri. Sebab dari kesadaran ini sebetulnya saya sudah mengantongi pelajaran penting untuk mengarungi kehidupan selanjutnya. Bahwa kehidupan ini memang begini. Dan kita tak mungkin bisa mengubahnya menjadi begitu. Ya. Beginilah hidup. Saya tidak akan kaget lagi kalau dalam perjalanan hidup selanjutnya saya dipisuhi, dimarahi, diabaikan, dikucilkan, dibentak, disindir, dikhianati, dan selusin tindak semacamnya. Beginilah hidup. Yang harus digebuk dan dilawan dengan mental kuat. Bukan mental cemen yang kalau disindir sedikit saja gelisahnya berkepanjangan.

Hikmah selanjutnya yang juga penting adalah kesadaran kalau beginilah manusia. Yang tak sempurna dan tak punya kuasa apa-apa. Terbukti saat saya sakit saya mencoba alternatif lain selain obat dokter: dipijat, minta air orang pintar, bahkan pernah juga nguntal peru wedus. Semua saya lakukan untuk kesembuhan saya. Tapi disinilah keterbatasan manusia. Mau usaha apapun dan bagaimanapun. Hasilnya mutlak hak Tuhan. Manusia hanya ditugaskan untuk berikhtiar.

Bicara mengenai manusia, kita itu sering aneh pada Tuhan. Kita banyak mengeluh namun lupa sebenarnya lebih banyak yang harus disyukuri. Bisa jalan itu nikmat. Saya pernah tidak bisa jalan dan hanya terbaring dikasur dan rasanya sangat tidak enak sekali. Bisa kentut juga nikmat. Bisa makan juga nikmat. Bisa dengar juga nikmat. Tapi kita lupa semuanya. Mungkin inilah kenapa Tuhan berfirman: fabiayyi ala irobbikuma tukaddziban. Nikmat mana lagi yang kau dustakan.

Hikmah ketiga adalah mengenai bakatku yang makin terasah semenjak sakit. Diakui atau tidak, saya melihat ada perkembangan signifikan dari kepenulisanku. Rasanya sudah mudah dipahami dan sedikit sudah berkualitas. Karena memang saat sakit, ditengah kegelisahan itulah saya mencurhatkan semuanya dengan menulis. Cuma dengan menulislah saya merasakan ketenangan dan dapat mengurangi beban batin saya. Ini patut saya syukuri. Tak terbayang kalau saya tidak dihadapkan dengan sakit ini. Mungkin saya tak sempat menulis dan tak menemukan bakat menulisku.

Terakhir, hal-hal yang saya sebutkan tadi menyadarkan saya bahwa selalu ada hikmah yang lebih banyak daripada musibahnya itu sendiri. Dan akhirnya semua kembali pada satu kesimpulan: Tuhan selalu memberi yang terbaik untuk kita. Terimakasih Tuhan. Alhamdulillah.

You May Also Like

0 Respon