Misteri Tewasnya Ikan di Kolamku
Hari ini aku begitu terkejut. Seeokor ikan di dasar kolam kulihat tak bergerak sama sekali dengan keadaan miring tepat menghadap kiblat. Aku menduga, ikan itu sakit.
Sepotong tanganku lalu kumasukkan ke dasar kolam, mencoba menemukan kepastian apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata, sesuatu yang tidak beres terjadi dengan ikan ini. Tak ada tanda-tanda pergerakan saat ujung jari semakin mendekati tubuhnya.
Dengan perlahan kusenggol-senggol siripnya dengan kelima jari, namun tak ada respon. Aku panik, benar-benar ada masalah dengannya. Maka dengan berperasaan, kuangkat ikan itu dengan hati-hati. Posisi tanganku seperti menggenggam namun tidak rapat, biar ada ruang untuk dia merasa aman. Aku mendorongnya dari bawah menuju permukaan lalu kuangkat.
Aku amati betul fisiknya. Kuketahuilah bahwa ikan itu tak ada pergerakan lagi. Matanya tak berkedip, mulutnya menganga, pun sirip dan ekornya yang tak mengepak. Sepertinya ikan ini sudah mati. Begitu pikirku.
Ketika kumasukkan ke air lagi, ikan itu juga tak menunjukkan kegirangannya. Ikan itu seperti batu yang dicemplunglan ke laut. Diam, diam, makin tenggelam, dan betul-betul tenggalam.
Tapi, aku belum yakin ikan itu mati, maka kubiarkan saja ia diam di dasar kolam. Kalau esok nanti masih dalam posisi yang sama, sudah bisa dipastikan ikan itu mati. Biarkan itu menjadi takdirnya.
Kejadian itu, membuatku terus berfikir dan berspekulasi. Jika ikan itu mati, apa sebabnya. Aku mulai curiga, ada motif pembunuhan di belakang kematian ikan hitam setengah putih ini. Kecurigaanku merucut pada ikan satunya. Didalam kolam itu memang ada dua ikan.
Saat kucari, ikan yang satunya itu sedang menyendiri di satu sudut. Kulihat, ada aroma kemunafikkan dari wajahnya yang tegang. Bibirnya manyun berkali-kali. Tak sama jauh dengan detak jantung bajingan setelah membunuh seperti yang kulihat di tivi-tivi itu. Agaknya, ia sedang menyesali perbuatan kejinya.
Tapi, jika ikan itu pelakunya, lalu apa buktinya. Tak ada luka lebam, pisau, parang, golok, atau pistol di kolam. Lantas kalau begitu, bukan pembunuhan namanya.
Kuamati betul TKP itu, lalu kutemui fakta mengejutkan bahwa kondisi dasar kolam saat itu licin. Jadi, kemungkinannya adalah ikan itu mati kejedot karena terpleset. Tapi dugaanku kembali terbantahkan. Kalau licin, kenapa ikan satunya tak pernah sekalipun terpleset di tempat yang sama. Sepertinya bukan itu penyebabnya.
Aku menggali fakta lebih mendalam. Sepengamatanku, ikan yang mati ini punya kecepatan saat berenang. Aku baru ingat, beberapa bulan lalu ia juara renang tingkat kecamatan. Aku menduga, karena kecepatan itulah ia mengalami kecelakaan tunggal dengan menabrak tembok karena tak bisa mengendalikan diri. Bisa jadi.
Ah, tapi mungkin juga ikan itu mati karena kedinginan. Sekarang kan musim hujan, airnya dingin. Ia tak kuat berlama-lama di air, aku saja tak kuat.
Pada akhirnya, aku tak menyimpulkan apa penyebabnya. Biarlah polisi yang mengungkap.
Terlepas dari berbagai spekulasi tadi, kematian ikan hitam setengah putih di kolamku ini membuat ikan satunya terpukul. Kematian ini membuatnya harus hidup seekor diri. Sebetulnya aku kasihan, tapi bagaimana lagi aku tak bisa berbuat banyak. Aku belum bisa mencarikan penggantinya karena memang belum ada ikan lain yang bisa kubeli. Ada sih, tapi itu ikan asin, untuk aku makan malam nanti.
Kini, ikan itu masih di TKP dan belum dipasang garis polisi. Ikan yang satunya tampak masih belum percaya. Sementara aku menangisi mereka. Menangisi ikan yang mati, juga menangisi ikan yang sekarang sendiri. Aku turut berduka cita. Sabar ya, ikan. Ini cobaan. Begitulah kematian, kita semua tidak tau.
0 Respon