Efek Upin Ipin bagi pertelevisian keluarga

by - Februari 26, 2018

Siapa idola yang paling disukai anak-anak abad ini. Jawaban paling banyak mungkin adalah dua tokoh panutan kita: Upin Ipin.

Eksistensi Upin Ipin sekarang menyamai eksistensi film anak tahun-tahun sebelumnya. Dulu kita mengenal power ranger, teletabis, cincan, satria baja hitam, atau doraemon yang selalu tayang di tivi tiap minggu. Upin Ipin malah tayang tiap pagi, siang, dan sore.

Keponakan saya tak pernah absen menonton film ini. Sampai bangun tidur pun ingatannya langsung terngiang upin ipin. Sungguh, upin ipin dkk telah membuat keponakan saya rajin nonton tv. Pasti bukan ponakan saya saja, hampir seluruh anak-anak mungkin.

Tapi apakah seringnya anak menonton tv itu bagus?

Menurut saya sah-sah saja, upin ipin kan memang tontonannya anak, apalagi didalamnya kan juga banyak disisipkan pengetahuan, juga nyanyian. Keponakan saya saja biasa ikut nyanyi dan nari. Artinya kan pesan itu masuk. Saya saja bahkan sampai hafal dialognya lho karena sering katutan nonton nemeni ponakan saya.

Tentunya tontonan ini lebih baik daripada saya dulu. Pasti anda juga pernah ngreseni film film siluman di indosiar itu kan. Nah itu ngepasi masa kecil saya. Dulu saya mantengin itu terus. Namun setelah sudah besar kini, saya baru sadar, nonton itu apa faedahnya ya.

Meski begitu, para orang tua merasa terbantu dengan upin-ipin, karena kehadirannya memudahkan ortu untuk momong, jadi ndak perlu repot-repot gendong anak untuk tidak rewel.

Namun diluar itu, seringnya anak nontonin upin ipin berimbas buruk pada kestabilan pertelevisian keluarga. Bagaimana ceritanya? Saya jelaskan.

Dalam keluarga saya, menonton tv merupakan aktivitas rutin tiap anggotanya. Dalam sehari pasti nonton. Dan untuk jam-jam tertentu ada waktu nonton tv bersama, yaitu jam istirahat siang dan sore menjelang maghrib. Selebihnya tv bisa dikuasai secara personal oleh anggota keluarga yang luang.

Pagi-pagi biasanya bapak saya. Dan setelah keponakan saya bangun, tv diambil alih, ya menonton upin ipin itu. Baru sekira jam setengah 8 sampai sebelum kerja jadwalnya saya, itu kalau keponakan saya sudah terlena. Kalau adik saya berkuasa usai pulang sekolah. Dan malamnya bapak lagi, kecuali kalo kakak pertama ndak kerja. Setelah malam betul, kuasanya kakak saya kedua sampai tidur.

Dan untuk jam nonton tv bersama pada siang dan sore hari, selalu ada drama sengit antara keponakan saya vs seluruh anggota keluarga. Ada dua kepentingan berbeda, saya dan keluarga lain menginginkan tayangan yang pluralis, bisa diterima semuanya, sementara keponakan saya dengan nangis memperjuangkan tayangan upin ipin. Tapi antara siang dan sore nasibnya berbeda.

Jika siang, karena ngepasi jam tayang upin ipin, tv dikuasai keponakan saya secara penuh. Saya, bapak, dan kakak kedua saya tidak bisa berbuat banyak, kami mengalah. Dan inilah ketidakbaikan upin ipin, membuat anak menjadi diktator tanpa mempedulikan perasaan anggota keluarga lain yang ingin melengkapi istirahat siang dengan menonton tayangan yang berfaedah sesuai yang diinginkan. Oh... ini sangat berdampak buruk.

Tapi kediktatoran keponakan saya bisa dikalahkan saat sore hari, saat keponakan saya harus melawan seluruh anggota keluarga yang lain, satu versus enam. Keponakan saya mau tak mau harus kalah, meskipun akhirnya ikut menikmati tayangan pluralis pilihan keluarga. Tayangan itu adalah uang kaget.

Dan tiap sore, kebiasaan kami adalah berkumpul bersama di depan tv. Menonton tayangan yang diterima oleh semuanya. Tayangan yang pluralis. Sungguh, kebersamaan keluarga ini lebih indah daripada kebersamaan upin ipin ihsan mey mey mail fizi.

You May Also Like

0 Respon