Khazanah Kopi dalam Hidupku
3 Januari 2022
Kopi
Ketidaksukaanku pada kopi sekarang
berbanding terbalik dari apa yang terjadi beberapa tahun silam.
Kisah dimulai dari ingatanku
soal kopi sewaktu masa kecil. Bukan kopi seduh yang aku maksud, melainkan bubuk
kopi. Dulu, aku suka sekali membeli kopi, tepatnya kapal api. Sesampainya di
rumah, aku membukanya lebar hingga bungkus itu menjadi lembaran. Selanjutnya,
aku menambahkan gula sebanyak yang aku mau. Ya, bukan untuk diminum, melainkan
untuk diambil sedikit demi sedikit dengan jepitan jempol dan telunjuk, lalu
diemut.
Khazanah soal kopi dalam
hidupku semula hanya itu. Entah bagaimana ceritanya, kemudian, ada suatu masa,
aku nyaris setiap hari ngopi. Benar-benar kopi. Pahit. Tanpa gula. Aku agak
lupa bagaimana kebiasaan itu terjadi. Kalau tidak salah, aku ngopi karena aku
pikir itu bisa membuatku bisa tenang dan membantu naluri pikiran untuk puitis,
tentu itu jaman awal-awal aku mulai menulis. Aktivitas itu berangsur lama,
menemaniku setiap kali menulis, dan menunggu waktu sarapan pagi sebelum
berangkat sekolah.
Hingga datanglah satu
peristiwa yang menghentikan aktivitas ngopiku seketika. Sama sekali.
Di suatu pertengahan tahun,
aku terkena sakit. Sangat parah. Aku menderita sakit TBC paru-paru yang
membuatku tidak bisa melakukan apa-apa. Sejak itu, aku tidak lagi minum kopi. Yang
membuatku heran, aku bahkan tidak lagi tertarik untuk ngopi sekalipun sudah
kembali sehat.
Beberapa kali ketika
ditawari kopi, aku selalu menolak. Entah kopi varian apapun. Tidak tidak, bukan
aku tidak lagi doyan dengan kopi, aku hanya tidak suka saja. Dalam beberapa
kasus ketika bertamu dan disuguhi kopi, aku bakal tetap meminumnya.
Ketidaksukaanku pada kopi
ini justru berbanding terbalik dengan perkembangan kopi secara umum. Seperti
kita tahu, kedai kopi, coffe shop, dan entah apapun itu namanya, sekarang sudah
berkembang pesat dan menjamur di mana-mana.
Ya sudah, bagaimana lagi,
namanya tidak suka. Padahal, aku selalu membayangkan berada di kedai, menyeruput
kopi pelan, membaca sebuah buku, mengepulkan asap rokok dengan penuh
kharismatik, dan melambaikan tangan kepada seorang perempuan di kejauhan yang
baru saja datang menepati janjiku untuk temuan.
0 Respon