Mencari Waktu yang Hilang

by - Januari 12, 2022



12 Januari 2021

Sekarang, aktivitasku dalam 24 Jam didominasi oleh kerja. Nyaris sepertiganya. Sepertiga lainnya adalah jatah istirahat. Sementara sepertiga sisanya, ini yang sedang aku pikirkan, sebenarnya untuk apa?

Sebagai seorang anak muda, hasratku untuk melakukan banyak hal selalu terpatri sejak dalam pikiran. Aku ingin belajar grafis, ingin olahraga, ingin baca buku, ingin punya rutinitas baru yang baik, dan banyak hal. Sayangnya, sejauh ini aku merasa hidupku seolah-olah terdiri dari kerja, kerja, dan kerja. Padahal jika aku pikir-pikir lagi, jam kerjaku paling banyak tidak sampai melebihi 10 jam sehari.

Detik ini, aku bertanya-tanya kemana waktuku selama ini? Di mana letak sepertiga waktu yang ghaib itu?

Sekarang mari kembali ke awal. Sepertiga waktuku terdiri dari bekerja. Oke, poin pertama setuju. Sepertiga kedua adalah tidur. Aku rasa, waktu tidurku kisaran 6-7 jam, namun kalau dibilang 8 jam, poin kedua ini masih bisa disetujui. Ketiga, ini yang akan aku bahas. Mari bedah dan temukan kemana waktuku yang hilang.

Dimulai dari hal-hal yang berulang. Sholat, sholatku lima waktu setiap hari, sama seperti yang lain. Aku hanya jamaah dua kali, Maghrib dan Isya. Untuk dua sholat ini, taruhlah menghabiskan waktu setengah jam. Dan ditambah tiga sholat sendiri, biasanya cepat. Untuk sholat, biar gampang digabung dengan aktivitas ibadah lain, paling tidak satu jam angka yang pantas untukku yang tidak sholih-sholih amat.

Masih ada 7 jam lagi! Kemana?

Makan. Aku makan tiga kali sehari. Aku orang yang cenderung tidak bisa makan cepat. Kunyahanku pelan. Jika dalam sekali makan 15 menit, itu artinya makanku sudah menyita 45 menit sendiri. Itu belum ngemil-ngemil. Aku asumsikan untuk ngemil 15 menit saja. Berarti, untuk makan, itu totalnya satu jam.

Masih ada 6 jam lagi! Kemana?

Mandi cuci kakus. Mandiku paling normal dua kali sehari. Meski faktanya, mandiku cuma sore hari. Taruhlah 30 menit untuk itu. Tapi apa kabar dengan BAB. 10 menit pasti ada lah. Jika dikalkulasi dengan nyuci-nyuci baju hingga 20 menit, urusan MCK ini menyita waktu sejam juga.

Masih ada 5 jam lagi! Kemana?

Ya, menulis. Setidaknya satu jam sehari.

Masih ada 4 jam lagi! Kemana?

Kadangkala, sebagai seorang yang terkadang mikir, dalam sehari selalu ada saja momen melongo, tidak ngapa-ngapain, cuma memandang daun-daun yang bergoyang dikejauhan, dan peristiwa mengumpulkan nyawa sesaat setelah tidur. Jika dikalkulasi, aku menghabiskan waktu untuk hal-hal filosofis itu setengah jam.

Masih ada 3 jam setengah lagi! Kemana?

Aku nyaris lupa kalau sore aku ngajar. Taruhlah setengah jam saja.

Masih ada 3 jam lagi! Kemana?

Sekalipun saat ini bukan pecandu berat media sosial dan youtube, kalau dihitung-hitung, jika dijumlahkan dari yang sedikit-sedikit membuka itu, ternyata bisa juga sampai satu jam.

Masih ada 2 jam lagi! Kemana?

Oiya, sebagai makhluk sosial, aku butuh bergerombol, butuh berorganisasi, dan butuh bersosialisasi. Aku punya grub grumbungan yang bisa berkumpul kapan saja ketika waktunya tepat. Secara hitungan, sebut saja setengah jam.

Masih ada 1 jam setenah lagi! Kemana?

Ya, satu jam setengah waktu yang tidak jelas ke mana. Aku yakin, satu setengah jam ini selalu tersita untuk main hape. Main hape diam-diam menyita waktu yang banyak. Betapa tidak, aku sulit lepas bahkan dalam hitungan menit. Jelas ini bahaya untuk ekosistem kreativitas dan produktivitas sebagai anak muda.

Dari data yang aku buat sendiri, aku bisa menyimpulkan kalau sebetulnya aku punya waktu kosong selama satu setengah jam. Tentu waktu selama itu tidak hadir dalam satu waktu. Maksudku, setengah jam itu berpencar-pencar dan menyelinap di antara kegiatan-kegiatan di atas.

Sudah jelas, bukan tidak ada waktu yang menghambatku untuk melakukan banyak hal. Itu artinya, kegagalan selama ini faktornya adalah internalku sendiri. Aku yang malas. Aku yang tidak bisa mengatur waktu dengan baik. Dan aku yang selalu tegoda dengan kenikmatan sesaat.

Aku jadi belajar, aku sering menghabiskan waktu-waktu nanggung untuk hapenan. Waktu nanggung seperti menjelang waktu sholat, sehabis bekerja, atau sebelum beraktifitas. Aku sadar, waktu-waktu itu kalau dikalkulasi, sama dengan ketidakmampuanku mengatur waktu dengan bijak.

 

You May Also Like

0 Respon