Malu Pada Waktu
Kembali
mengaggur membuat satu sisi saya merasa gagal. Namun di sisi lain inilah
kesempatan untuk merancang masa depan dengan lebih jernih dan pikir panjang.
Saya
tahu, berdiam diri bertanya ke depan akan jadi apa hanya semakin menambah
kekhawatiran. Saya harus bergerak sekalipun pelan. Merancang sekalipun
selangkah. Berusaha sekalipun sedikit.
Tidak
ada yang tahu kesuksesan finansial seseorang kapan, karenanya penting
mengutamakan kesiapan untuk terus melatih diri dengan kemampuan yang dimiliki.
Bisa saja seseorang menganggur selama tiga tahun, namun ketika sudah dapat
pekerjaan di tahun ke empat, gajinya bisa menutup tiga tahun saat mengaggur.
Artinya masa mengaggur adalah masa terbaik untuk bisa meningkatkan skill.
Orang
bilang keberuntungan adalah ketika kedisiplinan bertemu kesempatan. Sebaik
apapun kesempatan yang datang, ketika diri saya tidak mempersiapkan, maka
keberuntungan akan jauh didapat. Apa yang ditanam, itulah yang bakal dipetik.
Kalimat ini benar adanya dalam kehidupan sehari-hari.
Saat
masa bingung sekarang ini, ketika melihat masa depan, sebetulnya banyak pilihan
yang bisa diambil. Saya bisa jadi penulis, saya bisa jadi programmer, dan
banyak lain. Saya tahu tahapan apa yang harus diambil untuk bisa mencapai
posisi posisi itu. Hampir semuanya bisa dipelajari, tapi satu hal yang pasti,
semua juga butuh konsistensi.
Memang,
konsistensi adalah kunci dari tujuan apapun. Tentu konsistensi butuh waktu.
Saya bisa mencapai apa yang saya inginkan, tetapi mengetahui bahwa prosesnya
akan lama, ini yang jadi titik perhatian. Kesabaran itu sulit. Ketika hasil
tidak kunjung terlihat dari berbagai tahapan proses yang sudah dijalani,
seseorang akan bersinggungan dengan keputusasaan. Ini yang saya sering temukan.
Putus asa karena tak kunjung merasa mendapatkan apa yang saya inginkan.
Tapi
sekarang saya jadi mikir lebih dalam lagi. Dulu saya pernah berusaha belajar
satu keahlian dan putus asa di tengah jalan. Belajar lain hal lagi dan gagal di
tengah jalan. Jika satu pembelajaran dihentikan di tengah jalan terus, lalu
kapan akan bertemu ujung. Pindah memindah jalan bukankah semakin menyita waktu.
Andaikan sejak dulu melewati satu jalan saja, dalam proses yang dibangun sejak
lama, mungkin sekarang sudah bisa menikmati hasilnya.
Saya
sekarang jadi malu. Malu karena dikalahkan oleh waktu. Apakah iya saya ndak
bisa bersabar? Saya perlu belajar besabar lagi menekuni sesuatu.
0 Respon