De Javu Tiga Lembar
Hanya tiga lembar. Itu yang saya temukan dalam dompet
ketika menyadari sudah dua minggu menganggur. Apa yang saya lihat sekarang
rasanya seperti mengunjungi masa lalu. Tetapi ini bukan sebuah kunjungan, ini
kenyataan yang kembali terjadi sekarang.
Saya sudah menduga suatu hari bahwa kelak saya akan menjumpai
hal ini. Tanda-tandanya sudah ada sejak setelah lebaran. Pekerjaan goyang. Borongan
menjadi harian. Lemburan jadi pengangguran.
Sudah sejak lama saya berencana mencari pekerjaan lain.
Namun setiap kali pertanyaan itu muncul, selalu tidak ada jawaban yang mengiringinya.
Saya selalu merasa punya keahlian dibanding orang-orang, tetapi setelah
ditelusuri lebih dalam, keahlian saya juga tidak dalam-dalam amat. Bahkan
mungkin, saya tidak punya keahlian apapun.
Di sini, mayoritas pekerjaan orang-orang adalah penjahit
dan hal-hal yang tidak jauh-jauh soal itu. Alasan inilah yang kadang membuat
saya tidak punya keahlian. Saya tidak bisa mejahit--memang sejak dulu tidak
menaruh keinginan untuk menjadi penjahit, sih.
Saya selalu membayangkan bisa bekerja di hal-hal yang
berhubungan dengan mikir. Konon, saya punya kelebihan dalam urusan itu. Begitu
yang dikatakan teman-teman saya. Yang saya tidak tahu, bahwa mikir itu banyak
jenisnya. Akhirnya saya sekarang mau tidak mau harus mikir.
Apa yang sebetulnya saya bisa? Pertanyaan itu selalu
hadir ketika sedang luang begini. Memang saya bisa menulis, bisa dikatakan
cukup menguasai microsoft office, tetapi apakah ini cukup untuk dijadikan modal
mencari pekerjaan.
Saya tidak tahu lagi apa yang harus saya lakukan sekarang
selain menulis.
0 Respon