• Halaman Awal
  • Diri Sendiri
facebook instagram Email

Anam Sy

 

Untuk diri sendiri, mohon maaf atas khilaf diri sendiri.

Mohon maaf atas kemalasan yang telah mengakar hingga kini.

Mohon maaf atas impian yang muluk-muluk tanpa nir aksi.

Mohon maaf atas usia dewasa tapi belum bisa apa-apa.

Mohon maaf atas kebiasaan rebahan lama-lama.

Mohon maaf atas jarang kerja bertahun-tahun yang telah lewat.

Mohon maaf atas dompet kosong yang selalu mengiris hati.

Mohon maaf tak pernah manjakan diri dengan makan enak.

Mohon maaf terlalu lama skroll hape sampai lupa waktu.

Mohon maaf lupa menulis.

Mohon maaf jarang jurnaling.

Mohon maaf tak lagi mengisi waktu baca buku.

Mohon maaf tak pernah menggemukkan diri dengan makan yang banyak.

Mohon maaf kurang bergizi.

Mohon maaf kurang dispilin mempelajari publik speaking.

Mohon maaf tak ada baju yang bagus.

Mohon maaf belum bisa bahagiakan keluarga.

Mohon maaf terlalu lama kumpulkan niat untuk lakukan sesuatu.

Mohon maaf atas tubuh kurus 48 kilogram.

Mohon maaf atas rambut tak terawat.

Mohon maaf atas kumis dan jenggot yang sering telat dibabat.

Mohon maaf tak pernah bangun pagi.

Mohon maaf tak lagi olahraga pagi.

Mohon maaf atas janji push up 100 kali sehari.

Mohon maaf atas gagal posting satu hari satu konten di instagram.

Mohon maaf terlalu sering mempedulikan orang lain hingga lupa diri sendiri.

Mohon maaf karena sering menunda melakukan sesuatu hanya takut oleh asumsi sendiri.

Mohon maaf akun tiktok tak terurus.

Mohon maaf BAB tak pernah lancar.

Mohon maaf jarang cuci pakaian.

Mohon maaf sering iri sama orang lain.

Mohon maaf suka kesel tidak jelas.

Mohon maaf atas baju yang berantakan.

Mohon maaf selalu mengunggu momen untuk beraksi.

Mohon maaf kebanyakan bacot.

Mohon maaf terlalu mendramatisasi nasib.

Mohon maaf tak pernah merasakan menikmati hidup.

Mohon maaf selalu pasrah dengan keadaan.

Mohon maaf tak pernah berinisiatif.

Mohon maaf tak berani lakukan banyak hal.

Mohon maaf atas banyak salah kepada diri sendiri.

Aku berjanji, setelah ini, aku akan berbenah.

Menjadi lebih asik.

Menjadi lebih menarik.

Menjadi lebih inisiatif.

Menjadi lebih berani.

Menjadi lebih serius lagi untuk hidup.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Ramadhan kali sepertinya saya tidak akan sesibuk tahun kemarin soal pekerjaan. Sangat jauh dari kebiasaan di mana umumnya ketika menjelang lebaran, kerjaan membludak permintaan. Tapi pekerjaan saya tidak ada hal semacam itu. Bahkan saya mengalami pengangguran dalam beberapa Minggu terakhir.

Saya sudah lama merencanakan untuk keluar dari pekerjaan ini namun mau tidak mau harus tetap bertahan karena tidak ada pilihan lain sementara ini. Pekerjaan ini dang ding dong. Berangkat libur berangkat libur. Berpola seperti itu setahun terakhir. Sudah barang pasti, uang yang saya dapat juga sangat sedikit.

Jika sudah demikian yang bisa saya lakukan adalah bersiasat. Saya menyiasati apa yang saya lakukan ini diniati ibadah. Jadi sekarang saya tidak mutung lagi kalau dapat uangnya hanya sedikit.

Berbagai hal saya upayakan untuk bisa punya pekerjaan yang lebih baik. Saya mengupayakan peningkatan skill dasar. Saya menulis. Dan saya juga latihan berbicara. Meski saya tidak tahu prospek jangka pendek apa yang bisa saya dapatkan dari dua aktivitas itu. Tapi saya yakin ini skill penting yang tidak semua orang miliki.

Kelas speaking dari seorang penyiar radio kondang saya beli untuk meningkatkan skill berbicara saya. Teorinya sudah saya pahami. Tapi ini bukan soal teori. Praktik adalah kuncinya. Semakin banyak praktik semakin bisa ahli.

Praktiknya, saya rekaman beberapa kali dan mengunggahnya di podcast Spotify. Masih jauh dari kata baik. Namun semua masih bisa diupayakan. Perlahan demi perlahan, saya memperhatikan detail hal yang perlu diperbaiki.

Lalu saya jadi kepikiran untuk mengkombinasikan praktik latihan story telling ini dengan hal lain. Pandangan saya adalah bikin konten. Lebih spesifik lagi adalah menjadi konten affiliator. Saya sudah mendaftar menjadi affiliate di Tiktok dan shopee dan sekarang sedang mempelajari dari awal hal ikhwal tentang itu.

Skemanya adalah saya menceritakan produk affiliate menggunakan metode story telling. Dengan begitu, saya belajar dua hal sekaligus. Belajar bicara sekaligus belajar editing. Sebetulnya juga ada belajar menulis script dulu.

Untuk sekarang, ini keputusan yang saya ambil. Sebuah keputusan hanya punya dua hasil, bisa benar bisa salah. Apa yang saya lakukan nanti bisa saja salah namun bisa pula benar. Tinggal kita lihat nanti bagaimana.




Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

Sidang isbat memutuskan awal Ramadhan 1445 jatuh pada hari Selasa 12 Maret 2012. Sementara Muhammadiyah sudah lebih dulu memastikan awal puasa pada hari Seninnya. Perbedaan yang sudah tidak asing lagi.

Tak seperti tahun sebelum-sebelumnya, Ramadhan tahun ini bertepatan dengan musim penghujan. Permulaan Ramadhan pada Senin malam saja sudah disambut dengan hujan lebat. Hujan yang terus bertahan hingga waktu sahur tiba.

Saya menulis ini di malam kedua Ramadhan, saat hujan sebentar turun dan sebentar reda di luar. BMKG bilang, hujan masih akan terus mengguyur sampai beberapa hari ke depan.

Musim penghujan ini, sedikit banyak akan mempengaruhi kecenderungan orang membeli takjil di jalan-jalan. Varian es yang ada mungkin tidak se-primadona kala musim panas. Tapi juga mustahil tidak ada peminatnya. Sesuatu yang mungkin pasti yaitu kemalasan orang untuk keluar rumah karena hujan.

Mari kita lihat hari pertama puasa. Mendung menyelimuti Selasa dari pagi sampai sore dengan beberapa hujan yang lewat. Saya melintas di jalan raya Jrebengkembang untuk melihat situasi. Seperti dugaan, sangat ramai. Berbagai hidangan takjil dijual, bahkan oleh orang-orang yang tidak pernah kita lihat sebelumnya. Ngabuburit masih menjadi hal yang tidak bisa dihapus dari kegiatan sore di bulan puasa.

Bertepatannya musim penghuni ini saat bulan puasa tentulah ada plus dan minusnya. Poin plusnya yakni puasa jadi lebih terasa adem. Untuk beberapa orang malah sangat cocok untuk ngruwel di kasur seharian. Minusnya juga ada. Seperti tadi, penjualan es tidak selaris dulu. Untuk beberapa pekerjaan di luar juga terkena dampaknya, seperti halnya kuli bangunan. Hujan bisa saja membuat mereka tidak bisa bekerja.

Bagi saya pribadi, bertepatannya dengan musim penghujan ini justru menguntungkan. Selain bisa ngruwel dengan nikmat, hobi-hobi saya juga menemukan kesannya ketika hujan. Sebut saja baca buku dan menulis.

Apapun itu, semoga hujan ini membawa berkah turah-turah untuk kita semua.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Suatu waktu, pacar saya mengajukan Pikaco Wangkelang sebagai tujuan jalan-jalan. Tapi waktu itu, saya hanya bilang kapan-kapan. Waktu pertama pacaran, urusan pergi jauh memang jadi tantangan mengingat saya bukan orang yang familiar mengunjungi tempat tempat semacam itu.

Kini sudah setahun saya mengenalnya, saya jadi banyak menaklukkan ketakutan. Hingga waktu tiba, tepatnya Sabtu 2 Maret kemarin, saya menawarkan untuk jalan-jalan. Saya sudah menduga ia akan menyebutkan tempat itu, dan tepat, begitu tempat itu disebut, saya langsung mengiyakan.

Beberapa hari sebelum ke Pikaco, pacarku sedang mengalami rentetan kekesalan. Baik karena saya maupun bukan. Termasuk kekesalan karena minggu sebelumnya ketika saya merencanakan pergi, saya justru ketiduran ketika ia sudah sangat menantikan. Jadi, jika agenda ke Pikaco ini batal, sudah barang pasti pacarku akan dobel kesal. 

Minggu pagi, 3 Maret 2024 saya menjemputnya dalam keadaan siap. Motor Supra X 125 bahkan sudah saya ganti ban belakang demi perjalanan ini. Hari cukup cerah ketika saya tiba di rumahnya sekitar pukul setengah sepuluh. Semakin cerah ketika saya melihat wajahnya yang terpancar berbinar-binar dengan dandanan tipis dan merah lipstik di bibirnya. Supra X tampak bersemangat menyambutnya. Perjalanan dimulai.

Dalam perjalanan yang tidak pelan pun tidak cepat, kami bertukar obrolan. Sampai di Kajen, begitu melihat es lemon di pinggir jalan, yang mana saya tahu dia sangat suka itu, saya memberhentikan Supra, memesan dua es lemon. Sial, rasanya kecut. Tapi tak masalah, selama bersama pacar, kecut mendadak menjadi manis. Perjalanan dilanjutkan.

Setelah melewati puluhan tikungan, tanjakan, dan turunan, kami akhirnya sampai di Pikaco Wangkelang beberapa menit kemudian. Kami berdua belum pernah ada yang ke sini, jadi kami hanya mengandalkan google map. Sesekali berhenti untuk memastikan. Ternyata lokasinya mudah dijangkau. Masih satu jalur menuju Guci. Tempatnya tidak jauh dari jalan raya, hanya masuk gang sebentar.

Setelah kami parkir dan turun menunju lokasi, ternyata Pikaco Wangkelang ini merupakan sebuah cafe yang berada di pinggir kali di bawah jembatan. Tapi jangan kira view-nya biasa saja. Justru karena berada dipinggir kali, ada suasana asri yang begitu kental terasa. Suara gemercik air berpadupadan dengan sepoi angin siang yang syahdu. Penataan cafenya juga rapi dengan kursi-kursi dan meja menghadap kali.



Menu-menu di sini ternyata hanya menyediakan makanan ringan dan tidak menyediakan makanan berat. Mungkin memang tempat ini ditunjukkan untuk ngopi-ngopi cantik dan bukan untuk kelas pekerja makan berat. Namun begitu ada menu roti yang bisa menggantikan kebutuhan karbohidrat jika memang lapar.

Pacar saya memesan minuman andalannya, Red Velvet. Sementara saya sebagai lidah desa memilih minuman yang 'aman', yakni es lemon. Sekalipun di jalan sudah minum itu, tapi tak ada salahnya mengulang hal yang sama, kan? Tak lupa Snack ringannya kami memilih kentang goreng dan roti Maryam.

Usai pesan kami sempat bingung harus duduk di mana. Hari itu hari Minggu jadi sangat ramai. Semua meja sudah full ditempati, kami sempat berdiri beberapa detik sebelum akhirnya melihat meja kosong. Kosong sebab tempat itu terkena sinar matahari. Mau tak mau kami akhirnya menempati meja itu sambil menunggu meja lain yang selesai. Barulah beberapa menit kemudian, saya melihat meja kosong di sisi sungai paling pojok, dan kami pindah.

Hari itu sangat ramai. Rata-rata pengunjungnya adalah sepasang kekasih. Namun ada juga serombongan bapak-bapak pesepeda dan serombongan keluarga. Namun kalau boleh saya bilang, tempat ini cocoknya memang untuk yang berpasangan. Syahdu untuk berbincang-bincang sambil memikirkan follow up hubungan ke depan.

Beberapa menit kemudian, pesanan kami datang. Tersaji di depan kami tepat di samping sungai. Di seberangnya semacam air terjun kecil mengguyur ke bawah menciptakan background dan backsound yang syahdu.

Hari itu kami sepertinya datang di waktu yang tepat. Beberapa anak kecil terlihat dari atas jembatan bersiap-siap mandi. Lalu satu persatu mereka meloncat dari jembatan menjadi hiburan dadakan. Beberapa pengunjung mengabadikan momen melalui ponsel mereka, tak terkecuali saya dan pacar.



Anak-anak itu terjun lalu berenang, lalu naik lagi, terjun lagi. Dilakukannya berkali-kali dengan gembira. Beberapa pengunjung memberikan saweran pada mereka. Tidak salah memang mengunjungi tempat ini untuk melihat nostalgia diri sendiri di waktu kecil dulu. Dus-dusan di kali dengan riang gembira.

Keseruan ternyata belum berakhir. Beberapa waktu kemudian, rombongan rifting melewati sungai ini tepat di depan mata. Melihat keseruan mereka meluncur di atas air. Rombongannya pun banyak. Karena sungai di depan saya cukup dalam, ini menjadi semacam istirahat sejenak rombongan rifting ini. Kegembiraan terpancar jelas di wajah mereka. Kejahilan-kejahilan sengaja ditampakkan untuk mengundang tawa kami. Mulai dari menciprati temannya, membalikkan perahu karetnya, dan lain semacamnya. Menjadi hiburan tersendiri bagi kami.



Saya dan pacar sangat puas dengan apa yang tersaji di Pikaco ini. Mulai dari tempat yang asri sekaligus Instagramable, sampai hiburan dadakan dari anak-anak kecil dan rombongan rifting. Tempat ini saya rekomendasikan untuk kalian yang ingin ngopi-ngopi cantik dengan sensasi alam yang syahdu.



Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

Untuk usia 24, pengalaman tidak bekerja selama berbulan-bulan memang cukup mengesalkan. Saya jadi tidak punya duit. Sekalinya punya duit, tidak banyak. Tapi dengan beban yang belum ada, sejauh ini, tidak punya uang bukan sesuatu yang saya takuti.

Tapi bukan berarti saya tidak ingin punya banyak uang. Saya perlu itu untuk beragam keinginan. Hanya saja, saya belum banyak mencoba berbagai kemungkinan yang ada.

Belakang ini saya merasa kurang beruntung dalam pekerjaan. Ngikut pekerjaan lama tapi banyak kosongnya. Mau mencoba hal baru tapi bingung harus dari mana.

Sejauh ini, yang saya pelajari secara mandiri adalah latihan berbicara. Ngomong apa saja dalam beberapa menit. Kamu bisa melihat saya belajar itu di Spotify dengan nama Jurnal Anam Sy. Untuk menunjang itu, saya juga membeli kelas speaking dari penyiar radio kondang, Kemal Mochtar, di series tiktoknya yang seharga 129 ribu.

Saya tidak tahu seberapa jauh perkembangan saya di bidang ini. Yang saya tahu, bicara menjadi modal yang bagus untuk prospek kerja ke depan.

Namun di tengah proses belajar ini, terkadang saya serasa tidak lebih baik dari teman-teman saya yang lain. Perasaan ini muncul karena beberapa teman saya, bisa dengan mudah dapat uang dari bicara. Yang saya maksud adalah pekerjaan mereka dari menjadi host live streaming Tiktok maupun shopee. 2 jam nugas, 50 ribu didapat. Sementara, jalan yang saya lalui tidak semudah itu.

Sebagai seorang pembelajar, harusnya itu menjadi pemantik semangat. Kalau saya mau seperti mereka, jalan terjalnya harus dilalui dulu. Toh yang saya pelajari dari berbicara sekarang, adalah berbicara mengungkapkan gagasan. Belajar storytelling.

Sebagai penutup, saya mau menyemangati diri sendiri. Semangat! Prosesnya mungkin tidak terlihat bertumbuh. Tapi ingat, bisa jadi akarnya makin menancap ke dalam.


Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


2 Februari 2024 pukul dua dini hari. Aku masih terjaga. Tak ada kantuk seperti malam-malam sebelumnya. Mataku masih segar. Dan jariku, begitu gatal untuk menceritakan ini semua. Cerita banyak hal yang terjadi belakangan ini.

Sepagi ini, seperti ada takdir yang memaksaku untuk menulis lagi. Memang, seminggu ini aku tidak menulis. Tidak menulis karena malas. Tidak menulis karena merasa tidak penting. Sebuah perasaan yang salah.

3 bulan aku menganggur. Luntang-lantung di rumah. Belajar ini dan itu. Mengembalikan lagi kemampuan menulis. Melatih kemampuan berbicara. Dan mengambil kelas-kelas online yang ada. Aku menulis. Aku rekaman suara. Dan aku take video.

Sehari-hari aku belajar itu. Penuh semangat dan harap. Lalu di lain waktu, merasa sangat tidak berguna. Kapan lagi lalu semangat kembali membara. Naik turun.

Aku mencoba cari-cari lowongan. Barangkali nemu yang cocok. Banyak lowongan jadi host live. Mungkin posisi ini bisa aku coba. Tiga kali aku mengirim CV. Tapi tak yang membalas. Aku sadar, aku belum berpengalaman jika memang variabel itu yang dibutuhkan. Wajar di-skip. Wajar diabaikan.

Tapi aku tak menyerah. Aku terus latihan. Utamanya latihan bicara. Bikin podcast. Nyaris tiap hari posting. Ngomong apa saja. Bahkan beli kelas speaking. Harganya 140 ribu di Tiktok. Hingga tau dasar-dasar speaking. Tapi masih perlu banyak praktik. Karena memang tidak mudah. Perlu proses.

Proses itu sedang saya jalani. Untuk benar-benar mahir, sepertinya masih lama. Perkiraanku, dua tahun lagi. Tak masalah menunggu dua tahun, kalau aku tahu aku akan bisa. Tapi kadang aku pesimis. Tapi lebih sering lagi aku berpikir, bagaimana kalau memang berhasil. Lalu aku terus melanjutkan. Meski tidak ada jaminan.

Di tengah itu, pekerjaan lama datang lagi. Aku ragu, apa bener kerja atau cuma dang-ding-dong kerja. Tapi daripada luntang-lantung, aku ambil. Berangkat di hari Senin. Kamis pocoan. Upah pertama di tahun baru. Sabtu berangkat lagi. Eh, Rabu sudah harus nganggur lagi. Masih main-main. Mau marah. Tapi aku tak ada skill. Juga tak ada pilihan.

Aku bersyukur, meski begini, aku punya pacar. Pacar yang cantik dan pengertian. Dia tahu kondisiku. Lebih tepatnya, dia tahu potensiku. Aku potensial. Itu adalah kata yang percaya diri aku sematkan dalam diriku.

Kami sering jalan bareng. Terakhir, kami nonton. Awalnya mau nonton film Agrylle, tapi karena terlambat, jadinya nonton Ancika. Tapi aku agak sedih, pacarku cemburu begitu aku semangat lihat wajahnya Ancika. Jadi aku lebih banyak nonton sambil nyerong ke wajahnya. Biar dia tahu, Zizi JKT48 memang cantik, tapi secantik-cantiknya pemeran Ancika itu, dia tidak bisa jadi pacarku. Sementara pacarku beruntung dapat aku. Ralat. Aku beruntung dapat dia. Cantik dan pengertian. Seperti ibu Mega, kepada Indonesia.

Habis nonton kami makan. Sederhana saja. Sego megono. Berlanjut cari kerudung. Kami masuk toko. Melihat-lihat kerudung. Ternyata pink itu tidak cuma pink, tapi ada banyak pink. Begitu pula coklat. Begitu pula hijau. Begitu pula semua warna lain. Bagi perempuan, warna bisa sedetail itu. Aku beruntung tidak jadi wanita. Kalau aku jadi wanita, aku akan susah cari pacar yang seperti pacarnya pacarku sekarang.

Di toko, sekian banyak warna, pacarku bilang tidak ada yang cocok. Lalu apalagi toko yang variannya sedikit? Aku bertanya, tapi tidak berani kuucapkan. Perempuan memang ajib. Kami keluar toko, tidak jadi beli, tapi harus tetap bayar parkir. Dua ribu.

Perjalanan pulang, pacarku tidak mau langsung pulang. Keliling dulu, katanya. Oke. Aku tarik gas motor Supraku pelan. Karena dia lebih tahu jalanan, dia jadi google map-ku. Belok kanan. Belok kiri. Bisiknya di telingaku.

Di atas motor dengan kecepatan 40 km/jam, pacarku banyak cerita. Waktu kecil, dia pernah diajak jalan sama bapaknya. Waktu pulang dari menyambangi kakaknya yang mondok, perjalanan pulang mereka salah bus. Bus-nya berhenti di Ponorogo. Dia yang waktu itu kelas 3 SD jadi menangis. Dia membayangkan tidak bisa pulang. Apalagi waktu bapaknya cari mikrolet untuk bisa mengantarkannya ke terminal, dia dengar percakapan bapak dengan supir tentang uang yang tinggal sedikit. Tangis makin menjadi. Tapi pas sudah naik, bapaknya membuka dompet, mengatakan bahwa masih ada uang.

Cerita berlanjut ke kisah cinta bapaknya kepada ibunya. Sangat romantis. Suatu kali, ketika berkunjung ke rumah saudaranya di Petungkriyono, bapak tahu istrinya suka bunga, di sepanjang jalan, bapak memetik bunga-bunga, lalu diberikan ke ibunya.

Diceritakan juga kisah bapaknya yang konon, kabarnya, waktu meminang ibunya penuh perjuangan. Seperti membawa lari orang. Karena katanya, bapaknya sampai dikejar-kejar dan diancam. Aku mendengar cerita ini dengan semangat. Dia seperti sedang mengatakan bahwa lelaki harus berjuang setengah mati. Aku jadi ciut nyali, aku merasa belum seheroik itu untuk memperjuangkannya. Aku perlu belajar lagi dari bapaknya.

Sebetulnya ada banyak lagi, tapi aku sudah ngantuk. Cerita lanjut kapan-kapan saja, ya?

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Karena saya tidak tahu peta politik di dapil saya, lebih baik saya bicara soal kursi DPRD saja. Mari kita mulai.

Dengan jumlah penduduk kabupaten Pekalongan yang berkisar 500 ribu sampai 1 juta, sesuai aturan, maka kursi DPRD kabupaten Pekalongan adalah 45 kursi. Dari 45 kursi tersebut akan dibagi dalam 5 dapil.

Dapil 1 = 7 kursi,
Dapil 2 = 10 kursi,
Dapil 3 = 10 kursi,
Dapil 4 = 11 kursi, dan
Dapil 5 = 7 kursi.

Karangdadap sendiri berada di dapil 4 bersama Kedungwuni, Buaran dan Wonopringgo. Dari data yang saya peroleh dari situs KPU kabupaten Pekalongan, jumlah caleg di dapil 4 ini sebanyak 110 caleg. Mereka akan memperebutkan 11 kursi pada 14 Februari nanti. Itu artinya, akan ada 99 caleg yang gagal di dapil ini.

Lalu bagaimana perhitungan seorang caleg dapat menduduki kursi DPRD Kabupaten Pekalongan. Apakah 11 caleg dengan perolehan tertinggi yang berhak mendapatkan kursi?

Tidak. Bukan begitu cara hitungnya.

Sejak tahun 2019, pemilihan DPRD dihitung menggunakan cara metode Sainte Lague. Ini adalah metode dengan pembagian ganjil.

Bagaimana mekanismenya?

Jadi, perolehan suara partai dan perolehan suara tiap caleg partai yang sama diakumulasikan menjadi satu. Dari penjumlahan itu akan didapati jumlah perolehan tiap partai. Perolehan itu akan dibagi dengan angka ganjil, 1, 3, 5, 7, dan seterusnya. Akan lebih mudah jika dibuat tabel. 

Dari pembagian itu nanti akan didapati 11 angka paling besar. Dari data itu akan diketahui berapa jatah kursi tiap partai. Misal partai A dapat 4 kursi. Berarti, 4 perolehan suara caleg tertinggi dari partai A akan duduk di kursi DPRD.

Bingung, ya? Kapan-kapan saya buat contoh kasusnya. 

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon

Bicara soal seblak, berarti kita bicara soal pecinta pedas. Karena seblak identik dengan pedas. Memang seblak bisa dimakan tanpa pedas, tapi itu rasanya seperti menghianati hakikat seblak itu sendiri.

Dulu, saya heran kepada orang-orang yang suka seblak. Mengapa mereka sangat menikmati makanan yang sangat tidak estetik itu. Apalagi, kalau dilihat, salah satu bahannya adalah kerupuk. Bayangkan, kerupuk yang biasanya digoreng, ini disajikan dengan direndam dalam kuah. Bagi saya, itu sungguh tidak menggugah selera.

Setiap kali saya ditawari seblak, saya selalu menolak. Hingga pada suatu waktu akhirnya saya mencobanya. Dari sana, pandangan saya tentang seblak berubah. Ternyata, di balik tampilan visual yang tidak estetik, seblak punya rasa yang cukup bisa dinikmati, walaupun bagi saya tidak cukup untuk bisa dikatakan enak. Namun setidaknya, saya sekarang tidak menghakimi lagi pilihan orang-orang mengapa mereka suka seblak.

Kini, ketika ditawari adik saya seblak, saya tidak menolak, saya mau makan, namun yang saya makan cuma sosis dan baksonya saja. Ya bagaimana lagi, orang nggak suka pedas kok.

Kalau kamu, tim suka seblak atau enggak?

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Semakin ke sini, teknologi semakin memudahkan kita dalam banyak hal. Salah satunya adalah baca buku. Ada satu aplikasi baca buku yang menarik untuk kita akses, yaitu aplikasi iPusnas. Sebuah perpustakaan digital yang dibuat oleh perpustakaan nasional.

Selayaknya perpustakaan pada umumnya, banyak pula rak buku yang tersedia di sana, dari rak novel hingga rak buku agama. Mengaksesnya sangat mudah. Hanya butuh login lalu kita bisa mencari buku yang kita inginkan. Jika sudah, kita bisa meminjamnya (dalam arti mengunduhnya) dan memulai membacanya. Semudah itu.

Karena namanya perpustakaan, buku yang kita pinjam juga ada masa pinjamnya. Waktunya lima hari. Jika sudah melewati waktu tenggat, otomatis buku akan kembali. Namun tidak perlu khawatir, kita bisa meminjamnya lagi, kok.

Menariknya, buku-buku yang best seller—seperti di perpustakaan asli—kita juga perlu mengantri. Ketika ada peminjam lain yang sudah mengembalikan buku, pengantri akan mendapat notif. Siapa yang cepat merebut, dia yang akan dapat.

Kabar baiknya, pihak iPusnas tahu akan hal ini. Beberapa buku yang banyak pengantrinya tersebut kini sudah ditambah stoknya.

*

Mulai awal tahun ini, saya mulai merutinkan lagi membaca buku. Tidak muluk-muluk, setidaknya selembar setiap hari. Agar terkesan ringan, saya membaca bukunya melalui iPusnas ini. Hanya tinggal buka app-nya dan langsung membaca. Membaca buku dalam satu genggaman. Semoga disiplin.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Kantong plastik menjadi ancaman untuk lingkungan. Sifatnya yang lama untuk terurai, membuat plastik kian menumpuk dan menjadi polusi yang sulit dipecahkan. Jika didiamkan semakin menggunung. Jika dibakar juga berbahaya untuk udara.

Namun tahukah kamu, plastik pada tahun 1800-an merupakan solusi yang justru untuk menyelamatkan bumi. Kok bisa?

Jaman dulu, untuk menaruh barang, masyarakat menggunakan kantong kertas. Namun semakin lama, ada kekhawatiran hal ini dapat merusak ekosistem lingkungan. Seperti yang kita tahu, kertas diambil dari pohon. Itu artinya, semakin banyak menggunakan kantong kertas, maka semakin banyak pula pohon yang ditebang.

Karena alasan itu, muncul inovasi baru kala itu untuk menyelamatkan ekosistem pohon, yakni dengan diciptakannya kantong plastik. Sejak itu, terjadi revolusi kantong plastik.

Tapi sekarang, penggunaan kantong plastik tidak digunakan dengan bijak. Kantong plastik yang semestinya bisa digunakan berkali-kali, justru digunakan untuk sekali pakai. Alhasil, sampah plastik menjadi menumpuk.

Lalu ada beberapa orang yang peduli akan masalah sampah plastik ini. Muncullah gerakan menggunakan kantong kain maupun kantong kertas. Jika demikian, kembali lagi, memproduksi kantong kertas, artinya ada pohon yang ditebang.

Dilematis memang. Lalu, menurutmu, apa yang bisa kita lakukan tentang persoalan ini?

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Saya tidak punya skill sama sekali dalam bermain catur, tapi saya ditunjuk untuk mengikuti lomba catur tingkat kabupaten sewaktu SMP.

Untungnya, waktu menuju pelaksanaan lomba masih cukup jauh. Sehingga, saya masih bisa mempersiapkannya. Saya jadi teringat, suatu waktu, saya pernah melihat buku-buku soal catur di perpustakaan sekolah. Saat jam kosong, saya mencari-cari buku tersebut di rak olahraga. Ketemu.

Di rumah, saya membaca buku-buku itu. Isinya tentang macam-macam taktik bermain catur mulai dari pembukaan sampai variasi serangan. Ada teknik pembukaan Rusia, pembukaan Sisilia, dan banyak lagi.

Teknik-teknik itu saya coba praktekkan sendiri dengan catur mini yang ada magnet di bawahnya. Mulai dari memindahkan bidak dari D7 ke ke D5, memainkan kuda dari G8 ke F6, dan seterusnya. Pola itu masih saya ingat sampai sekarang.

Saat lomba, dalam tiga pertandingan, saya menang dua kali dan imbang sekali. Sayangnya, hasil itu tidak cukup untuk bisa membuat saya membawa pulang piala. Saya berada di peringkat 4, hanya kurang beruntung karena pegang putih dua kali.

Mulai sejak itu, saya jadi agak percaya diri kalau bermain catur. Meski tidak begitu jago, namun setidaknya saya tidak kalah cepat.


Salam dewa kipas. Salam skak ster bom.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Beberapa orang senang sekali minum es teh. Saya punya teman yang dalam keadaan apapun, es teh selalu tampil terdepan. Dalam sehari, dua sampai empat gelas bisa ditandaskan. Belum afdol kalau belum minum es teh.

Belakangan ini, es teh sedang menduduki peringkat pertama sebagai minuman paling dicari. Di pinggir jalan, penjual es teh bisa ditemukan dengan mudah. Bahkan kalau kita kelewatan untuk membeli es teh di satu tempat, kita bisa menjumpai penjual es teh lain beberapa meter setelahnya. Ajib sekali.

Fenomena menjamurnya penjual es teh ini tidak terlepas dari kondisi cuaca Indonesia belakangan ini yang panas sekali. Pada bulan November Desember, suhu bisa mencapai 37 derajat.

Sepertinya, rakyat Indonesia setuju, siapapun pilihan presidennya, minumnya tetap es teh.

Eits, tapi bagi saya yang tidak suka es, fenomena menjamurnya penjual es teh sama sekali tidak punya pengaruh apapun. 

Saya memang tidak suka es secara umum. Saya lebih sering minum teh hangat. Tapi ada beberapa waktu pengecualian. Sepanjang ingatan saya, saya berani minum es dengan ketentuan sebagai berikut.

1. Bukan jenis es yang berwarna tidak masuk akal seperti ungu.
2. Hanya es yang tidak aneh-aneh, seperti es teh, es kelapa muda, es buah, atau es sirup Marjan.
3. Ketika tidak ada pilihan minuman lain.
4. Ketika cuaca sangat panas.
5. Ketika sedang tidak baik-baik saja.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Kenapa dalam beberapa olahraga tertentu semisal tinju, moto gp, bela diri, ada kelas-kelasnya? Kenapa tidak disatukan saja. Karena biar setara dan berimbang. Tidak mungkin dalam pertandingan tinju seseorang di kelas berat (91 kg) melawan seseorang di kelas menengah (72 kg).

Keberimbangan itulah yang membuat pertandingan menjadi adil. Nah, biasanya, kita sering melihat hidup ini seperti pertandingan dengan orang lain. Yang pada akhirnya membuat kita merasa menjadi insecure, overthinking, dan paling bahaya, membuat kita merasa gagal menjadi manusia.

Padahal kita tahu, hidup bukan sebuah pertandingan. Seseorang di umur sekarang bisa jadi sudah menikah dan punya rumah. Namun di saat bersamaan, ada orang di umur yang sama masih berusaha untuk melunasi hutang-hutang. Ini tidak bisa diperbandingkan, sebab, di luar yang tampak, ada beberapa aspek yang tak terlihat: latar belakang yang berbeda, pendidikan, privilege, keberuntungan, dan lain-lainnya.

Faktanya, setiap orang tidak ada yang sama dengan yang lain. Karena itu tidak adil jika dibanding-bandingkan. Jika mau adil, yang paling tepat, adalah membandingkan dengan diri sendiri di masa lalu. Kita mungkin tidak lebih baik jika dibanding yang lain, tapi kita bisa jadi lebih baik dan lebih berkembang dibanding diri kita yang dahulu.

Yang perlu kita ingat, start yang berbeda, beda pula garis finish-nya. 

Eits, tapi jangan lupa juga untuk belajar dari Arsenal. Start yang bagus, tidak menjamin bertengger di posisi satu. Nah apalagi yang start-nga jelek. Mon maap oh emyu dan celsi.



Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Di tahun ini, hanya ingin melakukan hal-hal sederhana saja namun konsisten. Seperti baca buku satu halaman tiap hari, menulis meski cuma satu paragraf, latihan ngomong sekalipun sebentar, dan juga olahraga walau sekadar lima menit tiap pagi.

Ada yang bilang, hal besar bisa dicapai dengan melakukan hal-hal kecil berulang. Pemain bulu tangkis profesional, kalau diperhatikan, latihannya juga itu-itu saja: servis, pukulan, smash, netting. Mengapa kemudian bisa menjadi ahli, itu karena latihannya berulang.

Sebetulnya, habit-habit itu sudah lama saya lakukan. Misalnya menulis, saya sudah melakukannya sejak 2017, hanya saja, tidak konsisten. Membaca juga sama. Titik masalahnya masih soal konsistensi.

Dengan menyederhanakan capaian dari habit tiap harinya, akan membuat beban menjadi lebih ringan. Akan muncul anggapan bahwa semua ini bisa dilakukan dengan simpel. Dengan begitu, lebih punya peluang untuk dikerjakan.

Saya jadi ingat salah satu bahasan dalam buku Atomic Habit. Di sana dikatakan salah satu cara untuk kita punya kecenderungan melakukan sesuatu adalah membuatnya menjadi mudah. Misalnya menyempatkan sesuatu dalam jangkauan kita. Misalnya ketika ingin rajin membaca, maka usahakan letak buku tidak jauh-jauh dari biasanya kita duduk.

Saya ingin memakai cara itu. Membuatnya menjadi simpel dan sederhana agar lebih mudah dikerjakan. Semoga 2024 saya bisa konsisten melakukan habit-habit tadi.


Share
Tweet
Pin
Share
No Respon


Ada beberapa orang yang untuk melakukan sesuatu, menunggu momentum dulu. Misalnya, baru mau mandi kalau sudah tepat di jam 17.00, atau baru mau mulai berpetualang kalau sudah di usia sekian. Menunggu momentum dulu untuk bergerak melakukan sesuatu.

Ada pula sebagian orang yang melakukan sesuatu tanpa harus menunggu momen dulu. Misalnya, mau mandi sekalipun jam 16.49, atau contoh lain mau melakukan jalan pagi meski keinginan itu muncul mendadak. Bergerak sesuka hati tanpa menunggu momentum.

Dua jenis itu menurut saya sama baiknya. Yang tidak baik adalah tidak melakukan apapun. Mumpung masih awal tahun, yuk memulai sesuatu meski kecil. Mumpung momentumnya pas. Mumpung lagi ingin memulai.

Di tahun 2024 ini, saya tidak punya resolusi yang ndakik-ndakik. Saya hanya ingin terus menulis, membaca buku, scripting, dan jurnaling. Saya hanya ingin konsisten melakukan kebiasaan-kebiasaan yang mudah dan ringan. Menulis meski satu paragraf setiap hari. Membaca buku meski satu lembar. Scripting meski narasinya berulang. Dan jurnaling meski sekadar conteng-conteng.

Jikapun ada tambahan, saya sedang ingin eksplor belajar bicara di depan kamera dengan pendekatan storytelling. Dengan begitu, saya tahu bagaimana musti bersikap saat di depan kamera, dan tahu bagaimana membuat ngomong menjadi lebih mudah.

Semoga saja dengan habit-habit yang baik ini, bisa mendatangkan banyak keberuntungan, utamanya soal pekerjaan. Di tahun ini saya mencoba membuka peluang untuk kerja-kerja yang punya irisan dengan apa yang saya sukai.

Share
Tweet
Pin
Share
No Respon
Newer Posts
Older Posts

Info

Tayang seminggu dua kali

Mutualan, Yuk

  • facebook
  • instagram
  • youtube

Kategori

IPNU

Postingan Viral

Catatan

Sementara kosong dulu, seperti hatiku

Facebook

Isi Blog

  • ▼  2024 (15)
    • ▼  Apr 2024 (1)
      • Mohon Maaf Lahir Batin untuk Diri Sendiri
    • ►  Mar 2024 (4)
      • Upaya Dari Kerjaan Sepi
      • Ramadhan Pertama dan Musim Penghujan
      • Bersama Pacar dan Supra Geter Ke Pikaco Wangkelang
      • Kabar Hari Ini
    • ►  Feb 2024 (1)
      • Cerita saja
    • ►  Jan 2024 (9)
      • Bicara Soal Kursi DPRD kabupaten Pekalongan 2024
      • Estetika Seblak?
      • Baca Buku Dalam Satu Genggaman
      • Kantong Plastik, Riwayatmu Kini
      • Skak Ster Bom
      • Siapapun Presidennya, Minumnya Tetap Es Teh
      • Ojo Dibanding-bandingke, Beda Start Beda Finish
      • Resolusi, Simpel Aja Gak Si
      • 2024 Mari Kita Mulai
  • ►  2023 (11)
    • ►  Des 2023 (3)
    • ►  Nov 2023 (1)
    • ►  Sep 2023 (3)
    • ►  Jul 2023 (4)
  • ►  2022 (46)
    • ►  Nov 2022 (7)
    • ►  Okt 2022 (7)
    • ►  Sep 2022 (6)
    • ►  Agu 2022 (4)
    • ►  Jul 2022 (9)
    • ►  Mei 2022 (4)
    • ►  Jan 2022 (9)
  • ►  2021 (22)
    • ►  Des 2021 (5)
    • ►  Sep 2021 (3)
    • ►  Agu 2021 (6)
    • ►  Jun 2021 (1)
    • ►  Mar 2021 (7)
  • ►  2020 (14)
    • ►  Des 2020 (1)
    • ►  Nov 2020 (2)
    • ►  Jul 2020 (2)
    • ►  Jun 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  Apr 2020 (1)
    • ►  Mar 2020 (2)
    • ►  Feb 2020 (4)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Mar 2019 (1)
    • ►  Feb 2019 (1)
    • ►  Jan 2019 (1)
  • ►  2018 (57)
    • ►  Okt 2018 (7)
    • ►  Sep 2018 (5)
    • ►  Jul 2018 (11)
    • ►  Jun 2018 (3)
    • ►  Mei 2018 (4)
    • ►  Apr 2018 (2)
    • ►  Mar 2018 (5)
    • ►  Feb 2018 (12)
    • ►  Jan 2018 (8)
  • ►  2017 (71)
    • ►  Des 2017 (7)
    • ►  Nov 2017 (20)
    • ►  Okt 2017 (10)
    • ►  Sep 2017 (8)
    • ►  Agu 2017 (8)
    • ►  Jul 2017 (9)
    • ►  Jun 2017 (5)
    • ►  Mei 2017 (4)

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates