Melihat Jalan Bergelombang di Karangdadap dari Sudut Lain
Bagi anda pengendara yang pernah melewati Karangdadap. Tentu tak akan kaget lagi dengan jalanan yang bergelombang yang membentang dari depan kayu-kayu kae sampai ngarep warung sebelum MA NU.
Dibalik kerusakan jalannya yang naudzubillah setani. Tetap ada sisi lain yang bisa kita lihat dari sudut pandang yang berbeda.
Ujian kesabaran pengendara
Dalam masyarakat sekarang ini. Menjaga emosi dalam berkendara sangat dibutuhkan. Mengingat apa yang kita saksikan dijalanan sangat memprihatinkan.
Contohnya saja yang masih viral akhir-akhir ini, ibu-ibu yang menyalakan sen kiri tapi belok kanan. Sumpah itu nyeselin dan bisa membuat kita misuh-misuh.
Bayangkan kalau sampeyan yang ada dibelakang ibu-ibu tadi. Sampeyan lagi khusyuk mengendarai motor. Tetiba ibu-ibu tadi cleleng membelok kekanan yang padahal retingnya kekiri. Sampeyan kaget lalu menabrakkan diri kepohon disamping jalan.
Apa yang akan sampeyan lakukan? Jawabannya pasti gini kan? Mau memarahi tapi kok ibu-ibu. Nggak dimarahi ngko tuman. Pas beneran kita marahi, eh... malah dimarahi balik, ngakunya nggak salah. Memang gitu ya, wanita itu sulit dimengerti. Haduh, capek deh (nepuk jidad).
Dari kejadian satu ini saja kita tau betapa pentingnya menjaga emosi dalam berkendara. Kedepannya, saking pentingnya poin ini, polisi bisa saja menetapkan satu materi tambahan dalam uji praktik saat pembuatan SIM: praktik mengendalikan emosi.
Nah, maka dari itu. Melewati jalan ini merupakan simulasi untuk menahan emosi. Terlebih saat sampeyan melintas disitu ada mantanmu sedang boncengan dengan gebetan barunya.
Meningkatkan skill mengemudi
Tentunya kondisi jalan berlubang dan bergelombang seperti ini membuat kita ada sesuatu yang nggrenjel-nggrenjel bergoyang. Sehingga kita mengerahkan kemampuan bagaimanapun supaya tetap seimbang dan tidak tergoyahkan.
Selain itu, dalam keadaan tertentu, saat sepi misalnya. Si pengendara akan muncul insting raider dengan sendirinya. Yaitu meliuk-liuk melewati celah yang menurutnya jalan terbaik. (Yah.. seperti moto gp gitulah. Atau kelok sembilannya messi. Paham kan?)
Konon, menurut berita hoak yang saya baca. Melewati jalan depan rismil tiga kali sehari dapat meningkatkan kemampuan mengemudi. Dan dalam jangka panjang, jika rutin dilakukan dua atau tiga tahun kedepan. Maka, kemampuannya bisa satu level dengan valentino rossi.
Begitulah katanya. Patut untuk kita istiqomahkan tiap hari. (Istiqomah gundulmu alus)
Tidak berambisi menikung
Dibalik keparahan jalan yang begitu nyata. Tetap ada nilai filosofisnya.
Analoginya seperti ini. Jalan yang rusak tadi memaksa kita berhati-hati tho. Nah, untuk keamanan diri sendiri juga pengendara lain pastinya kita menghindari yang namanya menikung.
Jelas tikung menikung sangat tidak dianjurkan dijalan ini. Alih-alih mau menikung, nanti malah dikampleng truk lewat, gandengan lagi. Kan sakit. Dobel lagi. Ya kan.
Jadi nilai filosofisnya adalah jangan sekali-kali nikung, apalagi temen sendiri. Resikonya berbahaya. Pertama sampeyan ngrusak kebahagiaan orang lain. Kedua, pertemanan sampeyan dengan teman anda bisa bubar.
Nah, kalo analogi dikampleng truk tadi. Maksudnya itu peringatan agar jangan sekali-kali nikung saya. Awas kalo nikung, rugi sampeyan. Wong nyong ra ndue pacar je... lha nek sampeyan nikung aku. Arane penghinaan kui. Penghinaan terhadap jomblo. Asuu koe.
Bicara tikung menikung. Saya jadi inget kata pak mario teguh supaya gak mudah ditikung. Caranya adalah jaga baik-baik saat ditikungan. Cara yang tidak kita pikirkan sama sekali. Amazing.
Itulah sisi lain yang bisa kita lihat untuk mengomentari jalan yang naudzubillah setani itu. Sebetulnya banyak lagi yang bisa digali. Namun hanya orang-orang yang kurang kerjaanlah yang akan membahas ini.
Terakhir, saya akan menutup tulisan ini dengan sebuah quote yang cukup familiar: hidup ini penuh rintangan dan tantangan, hadapi dan lewati dengan senyuman.
Semakin sering melewati jalan situ berarti semakin terbiasa menghadapi tantangan dan rintangan. Dan semakin mendekatkan anda dengan kesuksesan. Super sekali.
Tapi kalo saya sih. Lebih sering lewat njero kampung. Lha bagaimana lagi. Kalo lewat sana miris melihatnya. Saya takut saja kalau sampai misuh 'asssuuuuuu'.
0 Respon