Kenangan Masa Sekolah (SMP NU Karangdadap angkatan Mas Saufi Yahya cs 2013-2014)
MOS telah usai, mulailah sekolah dengan arti sesungguhnya. 120-an siswa baru kemudian dibagi menjadi empat kelas. Lebih sedikit daripada angkatan kakak kelas yang mencapai lima kelas.
Saya masuk 7D, Pak Yusuf bilang 7D memang kelas untuk siswa yang nilainya tinggi, dilihat dari hasil UN SD. Disinilah kita tahu, saya termasuk murid yang jenis mana, meski kelak beberapa teman saya menyebut itu semua sebagai keberuntungan. Ya begitulah, saya ditakdirkan untuk menjadi manusia yang baik hati dan tidak sombong.
Sewaktu di kelas 7, saya masih pemalu, lebih banyak diam mendekem di bangku paling pojok dan tidak berani bicara banyak dengan murid lain, apalagi sampai lari-lari dan tertawa cekakan. Hal itulah yang membuat saya tidak akrab bahkan dengan teman sekelas sendiri.
Dulu, meski sekelas, saya tak hafal secara sempurna nama teman-teman saya yang perempuan. Tapi setelah lulus nanti, saya ingat betul nama dan wajah mereka. Diantara kawan perempuan sewaktu kelas 7D dulu adalah Depi, Anis, Fany, Salma, dan Fila. Saya berusaha mengingat nama lain, namun saya gagal. Tapi ada satu yang paling membekas dalam ingatan saya, ia adalah Syarifatul Mar’ah. Saya punya kenangan dengannya, sebut saja kenangan buruk. Nama panjang saya Syariful Anam dan ia Syarifatul Mar’ah. Karena sama-sama dimulai huruf yang sama, nomer absen kami berjejeran. Dia dulu kemudian saya. Saat guru mengabsen, seringkali nama saya dan dia terbalik, menjadi Syarifatul Anam ataupun Syariful Mar'ah. Momen inilah yang biasanya ditunggu murid sekelas untuk kemudian menjadi bahan mencandai saya.
Lalu untuk kawan sekelas yang laki-laki, bisa dipastikan saya ingat semua nama mereka. Ada Isman, Firlana, Lana, Adit, Yaman, Ta'ul, Ulil, Amin, Dany, Muslimin, Mamnun, Kusnoto, Simpok, dan Mubin. Kesemua murid ini, selain Ulil dan Ta'ul, sering menggerombol kemanapun. Tiap istirahat, gerombolan saya selalu ke warung mba Umi, disana ada makanan yang favorit sekali, yaitu mendoan. Jaman dulu, uang seribu lima ratus kami bisa makan tiga tempe mendoan dan seplastik es marimas.
Perlu diketahui, saat kelas 7 adalah saat-saat Kusnoto dan Simpok masih imut, menggemaskan, dan sedang tidak neko-nekonya. Dua orang itu masih masuk grub kami yang baik-baik sebelum saat kelas 8 nanti mereka mulai keluar kebandelannya.
Secara umum, angkatan kami terbagi menjadi 3 segolongan yang berbeda: Golongan baik-baik, golongan biasa saja, dan golongan bandel. Membedakan ketiga golongan ini sangat mudah, barometernya adalah warung. Bagi mereka yang biasa jajan di warung mba Umi, mereka masuk golongan baik-baik. Kalau golongan biasa, masuknya warungnya Sikun. Dan terakhir, bagi mereka yang biasa ke warungnya Sri, merekalah golongan murid nakal. Sebetulnya ada satu warung lagi yaitu warung Mak Eroh, tapi warung ini sudah dikuasai penuh para siswi. Kalau menurut Amin, bagi siswa yang sering ke warung ini, ia masuk golongan murid banci. Begitulah barometer baik buruk angkatan kami. Barometer yang aneh. Entah siapa yang membuat klasifikasi ini.
Dalam perjalanannya, kelas kami banyak dipuji, mungkin saking manutnya sama guru. Diantaranya yang muji yaitu Bu Sofa Rusdiyah yang sekaligus wali kelas kami. Dulu ia belum kawin dan sering jadi bahan perbincangan para siswa karena kecantikannya. Bu Sofa guru matematika, caranya mengajarkan interaktif, membuat stigma guru MTK pasti galak itu kurang pas disematkan untuknya. Bu Sofa banyak cerita di kelas kami, sesuatu yang jarang dilakukannya saat dikelas lain. Bisa dibilang kelas 7D adalah kelas kesayangan negara nusa dan bangsa.
Perbincangan tentang 7D mungkin hanya itu, tak ada hal lainnya. Tetapi untuk kelas lain, mungkin banyak kisah menarik. Tapi beberapa kejadian sempat viral di sekolahan yang melibatkan kelas 7 waktu itu.
Kejadian paling saya ingat adalah kejahilan unfaedah yang dilakukan kelas 7A yang memakan korban Bu Sofa. 7A memang tampungannya orang nakal, barangkali. Kelas ini menjadi kelas paling ribut. Jujur, saya pun agak nggreget ketika berjumpa dengan grombolan siswa kelas 7A.
Pada waktu itu, Bu Sofa ada jadwal mengajar di 7A. Entah didorong keinginan apa, ada salah satu murid yang iseng memberi tipek yang cukup banyak di kursi guru sesaat sebelum Bu Sofa datang. Alhasil, setelah Bu Sofa masuk dan memberi salam, Bu Sofa kemudian duduk. Terjadilah tragedi yang menghebohkan itu. P*nt*t guru MTK itupun terkena tip-x dan mengecap warna putih yang cukup jelas. Bu Sofa lalu murka dan meninggalkan kelas langsung. Tak selang beberapa lama murid yang menaruh cairan tip-x di kursi itupun akhirnya dipanggil menghadap BP. Kelak saya tahu orang yang iseng itu inisialnya adalah Otong. Owalah tong tong. Sungguh hebat keberanianmu.
Kisah menarik lain Juga datang dari kelas sebelahnya, kelas 7B. Kisah kehidupan kolaborasi antara Riky Ya'kub dan Triyono. Soal kehebohan, kelas ini juaranya. Tak lain sebab dua orang ini. Dua orang yang punya kemanjaan layaknya perempuan. Perhatikan saja gaya jalan Riky. Saya sampai harus menguatkan iman selalu.
Riky waktu itu bisa dibilang menyek, lembek, dan apapun itu namanya. Sifat aslinya ini sebetulnya sudah terlihat waktu MOS, hanya saja masih samar. Barulah waktu kemah, saya masih ingat waktu itu, Sobi (alm) yang juga kawan sekelas Riky melihat bakat kelembutan Riky. Sobi waktu itu terus memancing Riky supaya menciptakan kelucuan sebab sifat kemenyeknya itu. Lama kelamaan, muncullah sifat asli Riky secara terang-terangan.
Diluar kehebohan kisah-kisah tadi, kami menyimpan kenangan yang indah yang sulit untuk dituliskan. Kenangan-kenangan yang menjadi permulaan dari segala sesuatu yang terjadi setelahnya, yang membuat awalnya tak terjalin hubungan apa-apa menjadi kumpulan persahabatan, percintaan, dan hubungan lain.
Saya sendiri selalu mengingat masa-masa ini, masa yang begitu mengesankan. Pagi-pagi saya berangkat bersepeda melewati jalanan yang dingin, berjumpa kawan di jalan lalu mengobrol. Genjot pelan-pelan, merasakan kesegaran yang waktu itu masih begitu terasa, menyaksikan burung-burung yang nangkring di kabel, dan menyaksikan sinar matahari yang keluar perlahan menembus celah daun-daun tebu.
Sampainya di sekolahan, saya parkiran sepeda pada tempat yang saya kira bakal aman dari tangan-tangan jahil. Kemudian melangkah menuju kelas paling belakang. Sambil melangkah pelan terdengar dan terlihat gemricik air yang membentang di tengah sekolah.
Sampai di kelas, saya saksikan beberapa teman dengan aktivitas masing-masing. Ada yang mengerjakan PR, ada yang nyapu, dan ada yang nongkrong di dekat aliran air. Saya taruh tas dan lalu bergabung dengan Lana, Amin, dan kawan lain yang sedang nongkrong itu. Kami menyaksikan pemandangan yang luar biasa, melihat gemercik air, melihat pematang sawah, dan kalau beruntung kami bisa menyaksikan perbukitan di arah selatan yang naik-turun itu dengan jelas. Kami biasa melihat satu pohon yang menjulang sendirian di pucuk bukit itu. Kami lalu membahas tempat itu, tapi saya selalu lupa nama tempatnya.
Saking asyiknya menyaksikan pemandangan itu, kami jadi sering terlambat untuk baris di lapangan untuk berdoa. Dari kelas kami, suara bel memang sulit didengar. Kelas kami memang kelas paling ujung.
Usai prosesi doa bersama, kami masuk kelas, bercanda dan bermain apa saja sampai bel istirahat berbunyi. Baru usai itu, kami jajan ke warung mba Umi, warungnya golongan murid baik-baik. Disana, kami berebut piring lalu mengantri di sekeliling wajan penggorengan mendoan. Ya, mendoan memang paling primadona waktu itu, mungkin sampai sekarang. Setelah kami dapat, kami lalu nongkrong dibawah naungan pohon bambu dan makan disitu. Setelah makan selesai, piring yang baru dipakai dibuat untuk mainan, dimasuki es batu, sampai tanah. Pelaku tindakan tak terpuji ini antara lain adalah Amin dan Lana.
Usai istirahat pertama selesai, Kami masuk kelas lagi, bercanda lagi, sampai waktu istirahat ke-dua tiba. Kami ke warung mba Umi lagi, makan lagi. Kalau ada luang disela-sela istirahat, kami ikut jamaahan di musolla. Istirahat selesai masuk kelas lagi, ngantuk, lalu tidur.
Bangun tidur, bel pulang bunyi, ambil tas, menuju parkiran dan mengambil sepeda yang Alhamdulillah masih utuh. Kami pulang dengan cara masing-masing, ada yang jalan kaki, nunggu jemputan, atau nunggu bis.
Waktu pulang, saya biasa berjejeran sama Amin. Perjalanan pulang yang menyenangkan karena tak perlu genjot sebab jalannya menurun, upah dari perjalanan berangkat yang ngos-ngosan. Kadang-kadang, saya pulang lewat premas, tapi lebih sering lewat Kalilembu.
Setibanya di rumah, langsung makan. Lalu tidur.
Masya Allah, kenangan waktu itu sangat indah sekali. Kadang saya berfikir bagaimana kalau kenangan itu bisa diulang lagi pada masa sekarang. Saya rindu masa-masa itu. Masa-masa sekolah di SMP NU Karangdadap. Masa-masa yang dimulai tahun 2011 sampai kemudian lulus tahun 2014.
Kawan-kawanku, adakah yang masih mengingat kenangan itu?
2 Respon
Rindu...
BalasHapusRindu...
BalasHapus