Sebagai manusia pada umumnya, saya pun pasti tidak bisa lepas dari kebutuhan sandang, papan, dan pangan. Namun saya tidak akan membahas ketiga kebutuhan itu, melainkan membahas sandang saja. Itupun lebih saya spesifikkan lagi, yaitu mengenai sandal.
Sandal, meskipun dalam kenyataannya benda ini hanya akan menjadi alas kaki kita dan pasti diinjak-injak, namun setiap orang punya kriteria berbeda untuk memilih sandal mana yang cocok untuk kakinya. Mulai dari merk, ukuran, warna, dan sebagainya. Semua dipertimbangkan untuk mendapatkan kesan nyaman tetapi juga tetap modis.
Bagi saya pribadi, saya juga menentukan kriteria yang sekiranya pas untuk kaki saya. Kriteria ini saya masukkan setelah merasakan banyak pengalaman dari beberapa merk berbeda. (Meski sebenarnya sih, saya cuma pernah pake Swallow saja).
Kriteria pertama adalah soal ukuran. Bagi sampeyan yang biasa nonton tivi malam-malam, pasti pernah kan melihat iklan rokok yang bunyinya kaya gini ni: karena cowok tau, ukuran itu penting. Nah, dalam memilih sandal, tentu ukuran menjadi paling penting nomer satu. Ini diibaratkan seperti baut dan sekrup. Kalau pas ya pasti trap, susah lepas. Kalau tidak trap, tidak masuk, mau dibagaimanakan pun pasti tidak bisa menyatu. Andaikan dipaksa pun pasti nanti lepas, dalam artian putus. Sungguh, ini pelajaran asmara bagi kita untuk tidak memaksakan cinta. Oh oh oh.
Untuk ukuran, saya pas diangka 40. Kalau 39, boleh juga. Kaki saya masuk kategori langsing, kaki dengan bentuk panjang dan mengecil di tengahnya. Ukuran ini memang terlihat kecil dibanding ukuran kaki teman lelaki seumuran saya. Beberapa teman saya kadang juga mempermasalahkan ukuran ini, kakimu kok kaya perempuan, langsing, dan sebagainya, dan sebagainya. Tapi untungnya saya selalu punya jurus andalan untuk menjawab, yaitu dengan mengangkat celana saya dan memperlihatkan betis saya, "wadok ndi sing sikile ono rambute?"
Kriteria kedua adalah sesuatu yang beda. Berbeda disini berarti sandal yang beda dengan kebanyakan orang. Kita semua pasti paham sandal apa yang sangat pribumi dan dipakai banyak orang, yak betul, sandal merk Swallow. Kenapa saya tidak memasukkan Swallow dalam daftar calon sandal yang akan saya beli, alasannya simpel saja, karena sering ketuker.
Bapak saya pernah suatu hari membeli 2 pasang sandal Swallow dengan warna sama: biru. Belum umur seminggu sandal itu kami pakai, satu pasang sandal hilang. Sementara satu pasangnya lagi ketuker ketika sepulangnya Bapak dari solat maghrib di musolla. Sandal yang dipakai Bapak sandal swallow, biru, tapi buluk, sudah mau putus lagi. Sialan.
Kejadian itupun bukan sekali terjadi, bahkan dua kali, tiga kali, sampai berkali-kali. Ternyata korbannya bukan hanya swallow yang baru saja, melainkan juga Swallow yang buluk. Pernah saya pulang dari jumatan tanpa alas kaki karena sandal Swallow buluk yang saya bawa entah hilang kemana. Sebenarnya saya bisa saja mengambil sandal lain yang lebih style. Tapi khotbah saat itu baru saja mengingatkan umat islam untuk tidak mencuri. Tentunya sebagai muslim yang baik, saya mengamalkan hal tersebut dengan tidak mencuri. Namun kali itu, khotib hanya menerangkan pencurian saja, tidak tentang kesabaran. Saya pun selama berjalan pulang misuh-misuh sendiri. Asu. Sandale ilang.
Karena hal itulah, saya dan segenap keluarga sudah tidak lagi membeli produk Swallow yang begitu ekonomis ini. Kami sudah kapok sandalnya ketuker terus. Karena hal itulah juga saya menginginkan sandal yang berbeda. Merk apapun tidak masalah. Asal saya tenang dan nyaman memakai sandal tanpa khawatir ketukar. Ini sebuah usaha lho, usaha mencegah ketukar. Ketukar ya, bukan pencurian. Kalo itu lain lagi.
Kriteria ketiga yang saya patok adalah keawetan, keistiqomahan. Sebelum saya membahas lebih dalam kriteria ini, saya mau ajak sampeyan mikir dulu. Coba jawab, apa sih yang penting dalam sebuah hubungan. Mungkin sampeyan pasti menjawab setia. Jika iya. Berarti kita sama. Cie.
Nah, dari jawaban sampeyan saja sebenarnya sudah menjawab kebingungan mengenai kriteria ini. Bahwa keawetan atau kesetiaan sangat dibutuhkan untuk menjalin hubungan yang lebih intim, sehingga mempermudah melahirkan rasa kemistri yang baik antara sandal dan kaki. Helleh.
Biasanya saya melihat gambaran awal mengenai keawetan sandal dari bentuknya. Mula-mula saya mengecek lemnya. Saya kalo ngecek pakai awang-awang saja. Pakai ilmu kiro-kiro. Karena memang saya ndak tau menahu soal komposisi sandal.
Kalau lem sudah, berlanjut ke bahannya. Bahan yang saya maksud disini adalah ya bahannya. Dalam artian, kira-kira kalau kena air bagaimana, apakah mudah putus, apakah gampang mleot, atau apa, dan seterusnya. Pokoknya yang saya pikirkan adalah bagaimana sandal ini bisa awet dipakai dalam jangka waktu yang panjang. Jadi saya ndak perlu bolak-balik ke toko beli sandal.
Itulah tiga kriteria yang saya patok sebelum membeli sandal. Kalau sudah memenuhi tiga kriteria tadi saya langsung ambil. Eh, maksud saya langsung saya beli. Berapapun harganya. Untuk harga memang tidak saya masukkan ke sesuatu yang perlu saya perhatikan. Karena saya selalu percaya, bahwa harga sebanding dengan hasil.
Demikianlah pembaca yang budiman informasi yang kurang penting ini. Semoga bermanfaat. Terakhir saya cuma mau mengingatkan bahwa ulang tahun saya tanggal 18 Agustus. Ulangi lagi, 18 Agustus. Tentu anda paham kan? Ya... jangan lupa juga, ukurannya 40 ya. Saya tunggu. Terimakasih.